Adapun Sarai, isteri Abram itu, tidak beranak. Kejadian 16:1
Bukan cuma di ayat ini disebutkan pertama kali bahwa Sara atau sebelumnya bernama Sarai (Kej. 11:29), mandul tidak beranak. Kejadian 11:30 juga menyebutkan hal yang sama. Seakan-akan Tuhan mau kita mengetahui dengan jelas bahwa Ia telah menutup kandungan Sarai untuk tidak memiliki anak.
Siapa Sarai?
Sarai adalah istri Abraham, sebelumnya bernama Abram. Kejadian 11:29. Abraham, seorang bapa patriakh yang dikenal karena imannya kepada Tuhan. Arti nama Sarai sendiri adalah putri raja. Mungkin karena wajahnya yang cantik, ia diberi nama demikian (Kej. 12:11). Tapi jika nama seseorang disebutkan dalam Alkitab, maka ini menunjuk pada karakternya atau destiny, tujuan akhir dimasa depan yang dimaksud Tuhan untuk si pemilik nama. Yang menarik dalam Kejadian 16, pasal yang bercerita tentang siapa Sarai ini, menceritakan suatu pertengkaran klasik antara suami istri yang sedang menantikan janji Tuhan digenapi.
Kejadian 16:2 menceritakan perkataan Sarai tentang Tuhan belum memberikannya anak. Dia kesal. Bisa dimaklumi karena Abram dan Sarai telah menunggu selama 10 tahun sejak waktu mereka menerima janji anak ini: Kejadian 12:4, Abram berumur 75 tahun waktu Tuhan memanggilnya. Dan dalam Kejadian 16:16 disebutkan bahwa Abram telah berumur 86 tahun ketika Hagar melahirkan Ismael baginya. Jadi Abram paling tidak berumur 85 tahun dalam Kejadian 16:1-4. Ada 10 tahun berlalu.
10 tahun bukanlah 10 menit yang jauh lebih singkat. 10 menit saja bisa terasa lama apalagi jika yang ditunggu sangat mendesak. Jika 1 menit = 60 detik, maka 1 tahun (atau 365 hari) sama dengan 31.536.000 detik. Jadi 10 tahun sama dengan 310 juta detik lebih. Menghitung detik dikala menunggu bukanlah hal yang menarik. Terutama bagi kita manusia, menunggu yang dijanjikan untuk waktu yang sangat lama bisa mengubah sikap kita kepada yang berjanji.
Menantikan Tuhan
Menunggu tidaklah diukur dari seberapa lama waktu yang kuat ditahan tapi dengan bagaimana kita bereaksi selama menanti yang menentukan. 10 tahun bukanlah waktu yang ringan. Bisa dibayangkan, 1-2 tahun pertama kita semua masih bersemangat terhadap janji dan nubuatan Tuhan itu. Tahun ke-3, kita mulai bertanya-tanya. Mungkin kita kuat sampai tahun ke-5. Tahun ke-6? Banyak dari kita menyerah, apalagi dalam kasus Abram dan Sarai: mereka tidak menjadi lebih muda dan kondisi mereka telah menjadi sangat tua untuk bisa melahirkan. Khususnya Sarai, dia kesal. Hal ini terdengar jelas dari perkataannya: Tuhan tidak memberikan aku anak (Kej. 16:2).
Jika ia masih punya iman, dia mungkin seharusnya berkata: Tuhan belum memberikan aku anak. Atau bahkan dalam terjemahan King James, dia berkata seakan-akan Tuhanlah yang patut dipersalahkan dalam perkara ini. Tuhan yang menahan aku tidak mempunyai anak, kata Sarai kepada Abram.
Lagipula, disini dengan jelas Sarai berkata bahwa Tuhan tidak memberikan aku anak. Kenapa bukan tidak memberikan kita anak? Sarai sangat menekankan ke-aku-annya dalam perkataannya. Sama sekali bukan kami: ia dan suaminya Abram. Bukankah mereka adalah satu? Kejadian 2:24.
Kesalahan Sarai
Jadi dalam ayat 2 ini, kita bisa melihat dengan jelas 3 kesalahan Sarai:
- Dia tidak mempunyai iman lagi mempercayai Tuhan masih akan menepati janji-Nya. Dia lebih mempercayai situasi yang sedang mereka lewati. Dia telah sampai pada kesimpulan Tuhan tidak memberi dia anak.
- Dia mempersalahkan Tuhan, seakan-akan Dia yang telah menghalangi dirinya mempunyai anak. Kenapa Sarai tidak datang pada Tuhan dan mengintropeksi diri untuk perkara ini? Bukankah jika Tuhan menutup kandungan seorang wanita ada maksud Tuhan dibalik semuanya? Siapa tahu ada karakter yang perlu berubah.
- Dia rupanya sangat menginginkan anak untuk dirinya sendiri. Di jaman itu, tidak mempunyai anak adalah suatu aib. Sehingga punya anak tidak hanya memberi arti kepada kehidupan sebuah keluarga, tapi dapat meninggikan derajat dan harga diri seseorang. Seringkali kita lupa bahwa apa yang kita minta pada Tuhan hanya demi gengsi kehidupan. Kita lupa bahwa Tuhan adalah pemelihara kehidupan kita, bukan pemelihara gaya hidup kita! Seringkali kita meminta sesuatu hanya demi kita bisa membuktikan pada orang lain bahwa kita juga bisa. Suatu doa yang bersifat hanya untuk mementingkan diri kita sendiri. Bukan doa yang sesuai dengan kehendak Tuhan, kepentingan Tuhan.
Seandainya dia berkata Tuhan belum memberikan kita anak, kisah ini mungkin berbeda. Dia masih punya iman dan harap pada Tuhan, dan sungguh menaruh dirinya bersama suaminya terhadap janji Tuhan ini (tidak menganggap dirinya lebih penting). Bukankah Abram dalam satu pasal sebelumnya baru saja menerima peneguhan kembali janji Tuhan. Bahkan dalam Kejadian 15:5, coba hitung bintang di langit? Demikian banyaknya keturunanmu nantinya. Suatu ilustrasi akan jumlah keturunan yang akan dimiliki Abram suatu waktu. Abram pun mempercayai janji Tuhan ini. Kejadian 15:6, dan hal itu diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran.
Yang menarik disini adalah Tuhan rupanya hanya berbicara kepada Abram akan janji-janji-Nya selama ini. Tidak kepada Sarai juga. Atau bahkan tidak kepada Abram dan Sarai bersama-sama sebagai satu pasangan suami-istri. Hanya kepada Abram sendiri. Bukan karena Tuhan tidak menganggap seorang wanita. Tapi karena Tuhan sangat menghormati hukum didalam sebuah keluarga, istri haruslah tunduk kepada suaminya (Efesus 5:22-23). Suami adalah kepala istri, Tuhan adalah kepala suami (1 Korintus 11:3). Jadi jelas Tuhan berbicara pada Abram, bukan kepada Sarai. Tuhan berbicara kepada Adam, bukan kepada Hawa. Kepada Abram dan kepada Adam, Tuhan memberikan Firman-Nya. Dari suami mereka masing-masing, Sarai dan Hawa menerima Firman Tuhan dan harus tunduk kepada suami mereka sebagai imam yang menerima dan meneruskan janji itu. Masalahnya, dalam realita kehidupan suami istri, kita semua memahami dengan benar bahwa yang terjadi kebanyakan adalah sebaliknya. Demikian dalam kehidupan keluarga Abram bahkan Adam. Mereka berdua jatuh dalam dosa karena mendengarkan istri mereka, menuruti keinginan istri yang bertentangan dengan Firman Tuhan. Abram, Kejadian 16:4, mengikuti usulan Sarai dengan menerima Hagar dan menghamilinya. Adam, Kejadian 3:6, menerima buah terlarang itu dan ikut memakannya.
Yang menjadi tanggung jawab suami bukan hanya menerima dan meneruskan Firman Tuhan kepada istri tapi lebih dari itu, setiap suami harus berdiri teguh dalam iman mereka terhadap Firman Tuhan terserah bagaimana sikap dan perkataan istri melawan hal itu. Seandainya Adam berkata tidak, aku tidak akan ikut memakan buah yang dilarang Tuhan bagi kita untuk memakannya. Seandainya Abram berkata tidak, aku tidak akan menerima Hagar sebab Tuhan telah berjanji dan barusan saja Ia meneguhkannya kembali. Apa yang terjadi di dunia ini bisa berbeda sama sekali. Mungkin tidak akan pernah ada keturunan Abram dari sisi Ismael. Tapi fakta yang terjadi adalah sebaliknya.
Kembali pada arti nama Sarai yang adalah putri raja, tidaklah mengherankan untuk menyaksikan bagaimana Sarai menjadi kesal dalam situasi ini seperti yang dijelaskan diatas. Bahkan ketika Ismael lahir dan Hagar memandang rendah dia, Sarai menjadi lebih marah dalam ayat 5 Kejadian 16 kepada Abram. Dia mengakui bahwa dialah yang salah karena memberikan Hagar kepada Abram, tapi penghinaan yang kuterima ini adalah tanggung jawab Abram? Jelas keinginan Sarai untuk mendapatkan anak bukan karena ingin melihat kehendak Tuhan yang jadi atas anak itu, tapi demi gengsi kehidupannya. Dan sekarang ia merasa terhina karena menemukan budaknya Hagar hendak menggantikan posisinya sebagai istri sah Abram. Karakternya sebagai putri raja yang manja dan kepala batu justru melempar tanggung jawab akan kesalahannya sendiri kepada Abram lagi. Bahkan sekarang Tuhan diharuskan menjadi hakim atas mereka berdua. Sekiranya memang Tuhan turun dan menjadi hakim diantara mereka berdua, siapakah yang kira-kira paling menderita dalam perkara ini? Bukankah Sarai sendiri? Bisa dipahami bahwa wanita berpikir dengan perasaannya dan bukan seperti laki-laki yang berpikir dengan logika mereka. Tapi setiap kita, entah laki-laki atau perempuan hendaknya berpikir sematang-matangnya sebelum mengeluarkan perkataan-perkataan seperti Sarai. Sarai sedang menunjukkan keburukan karakternya dihadapan suaminya dan Tuhan.
Ismael, Tuhan berdiam diri
Ketika Ismael lahir, Kejadian 16:5, 15-16, Abram berumur 86 tahun. 11 tahun telah berlalu sejak dia menerima janji akan anak dalam Kejadian 12:2. Kejadian 17:1 kemudian dimulai dengan perkataan ini, ketika Abram berumur sembilan puluh sembilan tahun, maka TUHAN menampakkan diri kepada Abram dan berfirman kepadanya: “Akulah Tuhan Yang Mahakuasa, hiduplah di hadapan-Ku dengan tidak bercela.
Pertanyaannya disini, dimanakah Tuhan ketika Ismael lahir (ketika Abraham berumur 86 tahun) sampai saat Ia kembali berbicara pada Abram (ketika Abraham telah berumur 99 tahun)? Ada 13-14 tahun berlalu tanpa Tuhan berfirman, bahkan sampai 15 tahun lebih panjang sampai Ishak anak perjanjian itu lahir. Kejadian 17 ini bercerita bagaimana Tuhan kembali mengulang janji-Nya kepada Abram untuk seorang anak. Satu tahun terakhir sebelum Ishak lahir ketika Abraham berumur 100 tahun, Kejadian 21:2.
Tuhan rupanya berdiam diri dan tidak bicara sama sekali kepada Abram sejak Ismael lahir, sejak ia menuruti istrinya dan menerima Hagar untuk melahirkan keturunan baginya. Dengan kata lain, Dia ngambek! Lucu kedengarannya, karena pernahkah Tuhan bersikap seperti ini? Tapi fakta bahwa tidak ada satu ayatpun menuliskan kisah Abram dari berumur 86 sampai 99 tahun menunjukkan bahwa Tuhan sama sekali tidak bicara kepadanya. Tuhan tidak berfirman pada-Nya sama sekali dan bahkan tidak ada satu ayat Alkitab yang mencatat kehidupannya dari umur 86 sampai 99 tahun! Mengapa demikian? Bukankah ada 5 pasal, Kejadian 12-16 akan 5 tahun hidup Abraham? Sejak janji itu sampai Ismael lahir? Dan bukankah ada 5 pasal lagi dalam 1 tahun terakhir sebelum Ishak lahir, Kejadian 17-21? Mengapa tidak ada satu ayatpun dari Kejadian 16:16 ke Kejadian 17:1? Ada 13-14 tahun masa sunyi, masa Tuhan tidak berbicara pada Abram: ada dosa.
Seringkali kita tidak menyukai saat dimana istri kita tidak berbicara kepada kita, apalagi setelah pertengkaran. Hal itu menunjukkan masih ada yang tidak selesai dipihak sang istri. Bagaimanapun jika seorang istri mengamuk, kemarahan dalam bentuk berdiam diri lebih memberi hasil yang diinginkan oleh istri. Biasanya suaminya menjadi tidak tahan dan melunak mengikuti mau si istri. Tapi pernahkah kita memikirkan bahwa lebih berbahaya jika Tuhan berdiam diri pada kita hanya karena kita menuruti keinginan istri kita yang berlawanan dengan Firman Tuhan? Tidak menerima suara Tuhan menunjukkan kita kehilangan tuntunan Tuhan dalam kehidupan ini. Waktu Tuhan berhenti berbicara, hadirat-Nya hilang dari kita. Ini bahaya yang sangat besar. Lebih mudah membujuk istri yang ngambek daripada membujuk Tuhan yang berdiam diri.
Lanjut baca...
Apa yang dimaksudkan disini bukanlah ketika Tuhan tidak berbicara dalam masa-masa sulit bagi kita. Atau ketika kita mengalami masalah dan Tuhan seakan-akan tidak berbicara. Ya, kita harus segera mengintropeksi diri dengan jujur dan bertobat jika ada dosa dalam kita. Tapi jika memang tidak ada, perhatikan yang berikut ini: bukankah tidak ada guru yang berbicara ketika murid-muridnya sedang melewati ujian? Guru itu hanya akan berharap murid-muridnya menjawab dengan tepat setiap pertanyaan ujian seperti yang telah diajarkan guru kepada mereka. Banyak kali demikian juga Tuhan tidak berbicara kepada kita ketika melewati masa-masa sulit, karena semuanya itu adalah ujian yang harus kita lalui. Dan seperti seorang guru, Tuhan akan berharap kita memberi jawaban, reaksi dan respon yang tepat seperti yang telah Ia ajarkan kepada kita sebelumnya.
Menantikan lebih lama
Tapi dalam kasus Abram, ada 13 tahun berlalu Tuhan tidak bicara. Dan ketika Ia berbicara kembali, yang pertama Ia ucapkan adalah, Akulah Allah Yang Mahakuasa, hiduplah di hadapan-Ku dengan tidak bercela. Aku yang berkuasa disini, bukan kamu Abram. Kamu harus hidup benar, tidak bercela, jangan berdosa lagi. Apa dosa Abram? Dia menuruti kata Sarai sehingga Ismael lahir. Jika kita perhatikan rentang waktu yang ada, 10 tahun pertama adalah ujian kesabaran penuh terhadap iman Abram dan Sarai. Di akhir 10 tahun ini, Ismael lahir. Ini adalah tanda kegagalan Abram menantikan Tuhan menggenapi janjinya. Dan akhirnya dia dan Sarai harus menanti 10 tahun kedua + 5 tahun extra lebih lama karenanya. Seandainya Abram tidak mendengarkan Sarai, sehingga Ismael tidak pernah lahir, mungkinkah mereka akan menanti 15 tahun lebih lama? Mungkin saja tidak. Mungkin cuma 2-3 tahun lagi. Bukankah semakin cepat kita menyerah kepada-Nya, semakin mudah jalan-Nya terbuka bagi kita? Namun penyerahan kita kepada-Nya harus dengan kesungguhan hati yang penuh, bukan dengan kepura-puraan. Sebab Ia tahu hati kita, Yeremia 17:9. Setiap dari kita akan diuji sebenar-benarnya. Ujian waktulah yang paling berat. Dan yang jelas, 15 tahun lebih lama dalam hidup Abram dan Sarai telah membunuh sesuatu dalam hidup mereka. Sarai menemukan dirinya telah mati haid. Sarai telah menjadi begitu tua sampai kandungannya pun mati. Demikian juga dengan her strong will. Keinginannya sendiri atau yang kita kenal sebagai kehendak bebas itu, yang sangat kuat akhirnya mati. Dia sadar dengan penuh bahwa kekuatannya tidak ada lagi dan sekarang jika bukan Tuhan, tidak akan mungkin bisa lagi. Dia akhirnya menyerah.
Waktu Tuhan
Banyak dari kita gagal memahami waktu Tuhan bagi kita. Waktu Tuhan bukan waktu kita, jalan Tuhan bukan jalan kita. Seperti tingginya langit dari bumi, Yesaya 55:8-9, perbedaan jalan dan waktu kita dari yang Tuhan punya. Tuhan tidak mengukur panjangnya kehidupan kita dengan waktu manusia, Dia kekal dan Dia ada diluar waktu itu. Tapi bukan berarti Dia tidak perduli dengan kebutuhan kita. Yang harus kita pahami adalah cuma Dia yang bisa mengerti gambar lebih besar dari hidup kita ini. Bahkan cuma Dia yang mengerti gambaran seluruh kehidupan manusia sepanjang sejarah dari awal sampai selesai, bagaimana Dia bisa menghubungkan semuanya dan menjalin satu dengan yang lain begitu rupa. Sehingga dengan demikian Dia tahu dengan tepat kapan waktu yang lebih baik bagi kita untuk Dia menunjukkan kasih karunia dan anugerah-Nya. Bukan hanya sekedar berdasarkan apa yang kita lihat sekarang ini saat kita memerlukan sesuatu. Kita harus berani melepaskan bahkan mengorbankan apa yang tidak diinginkan Tuhan dalam hidup kita jika Ia belum menjawab doa kita sesuai dengan waktu kita. Ketika kita menemukan sesuatu yang tidak dijawab, sesuatu yang tertutup, seringkali karena ada pintu dan kesempatan yang lebih baik yang akan datang. Jangan marah pada-Nya jika Ia dengan sengaja tidak menjawab sesuai waktu kita. Belajar percaya bahwa Tuhan punya jawaban yang lebih baik dalam waktu-Nya bagi kita.
Kita semua perlu mati terhadap waktu kita sendiri, terhadap agenda kita sendiri. Biar Tuhan yang mengatur jalan hidup kita, waktu Dia lebih baik untuk segala hal bagi kita. Dan ya, kisah Kejadian 16 adalah ujian waktu bukan hanya bagi Abram dan Sarai tapi jelas untuk kita semua. Lamanya waktu menunggu akan menguji setiap hati sampai murni dihadapan Tuhan.
Ketika waktu Tuhan akhirnya tiba, Abram telah berumur 99 tahun. Sarai sendiri berumur 89 tahun. Kejadian 17:17, jelas menunjukkan bahwa ketika mereka akhirnya punya anak Abram telah berumur 100 tahun dan Sarai 90 tahun. Waktu Tuhan adalah misteri bagi setiap kita, yang jelas setiap kita harus belajar berserah dan tidak terburu-buru. Tapi itu pasti lebih baik bagi kita. Bukan hanya untuk perbaikan karakter kita, tapi untuk masa depan setiap kita yang tidak seorang pun yang tahu dengan jelas bagaimana sebenarnya akan jadi. Lukas 12:16-21 bercerita tentang seorang kaya yang membangun lumbung-lumbung yang lebih besar dan berpikir bahwa besok atau masa depannya telah terjamin begitu rupa. Ia sedang bersiap untuk beristirahat dan menikmati semuanya. Ia sedang akan pensiun! Ia lupa bahwa bukan kekayaannya yang menentukan apakah ia masih bisa bangun keesokan harinya. Ia lupa memperhatikan waktu Tuhan telah tiba baginya.
Nama yang diubah
Ada satu perkara yang perlu diperhatikan dengan seksama dalam Kejadian 17. Terutama sebelum Ishak lahir. Nama Abram dan Sarai dirubah Tuhan menjadi Abraham dan Sarah. Abram berarti bapa yang ditinggikan atau dimuliakan. Dia memang seorang boss hebat dijamannya dengan segala macam kekayaan dan budak yang dimilikinya. Dia rupanya harus belajar rendah hati selama ini sampai dia menemukan Tuhan mengubah namanya menjadi Abraham, bapa segala bangsa. Kejadian 17:4.
Sarai sendiri berarti putri raja, sekarang diubah menjadi Sarah, wanita bijak (atau anggun). Kejadian 17:15. Yang menarik bahwa dalam terjemahan Indonesia, nama Sarah tidak memiliki akhiran H seperti dalam terjemahan Inggris. Sehingga seakan-akan Tuhan harus menghapus i (Bahasa Inggris: I adalah aku) dalam diri Sarai sebelum Tuhan mengijinkannya mengandung seorang anak. Mungkinkah yang Tuhan maksudkan disini adalah ia tidak akan mendapatkan janji Tuhan kecuali ia mati terhadap dirinya sendiri? Lagi pula dalam urutan alfabet, setelah I adalah J. Karena hanya jika kita mau mati terhadap diri kita sendiri (I, saya), barulah disitulah Yesus (J, Jesus) akan nyata dalam hidup kita.
Mati haid
Ketika waktu Tuhan tiba, Abraham dan Sara menghadapi suatu persoalan yang tidak kalah pelik. Mereka berdua telah menjadi sangat tua. Abraham tertawa, Kejadian 17:17. Demikian pula Sara tertawa mendengarkan janji ini diulangi kembali, Kejadian 18:12. “Akan berahikah aku, setelah aku sudah layu, sedangkan tuanku sudah tua?” Kondisi Sara sudah tidak memungkinkan lagi untuk mempunyai anak, tapi bagi Tuhan tidak ada yang mustahil. Dia berkata, Adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk TUHAN? Pada waktu yang telah ditetapkan itu, tahun depan, Aku akan kembali mendapatkan engkau, pada waktu itulah Sara mempunyai seorang anak laki-laki. Kejadian 18:14.
Dan benar, Kejadian 21:2, Ishak dilahirkan Sara bagi Abraham di masa tua mereka. Persis seperti yang di Firmankan Tuhan pada waktu yang telah ditetapkan.
Yang menarik adalah ini, ada kisah Abraham dan Abimelekh raja orang Filistin dalam Kejadian 20. Kisah yang serupa seperti ketika Abraham lari ke Mesir karena kelaparan di tanah Kanaan. Dan sekali lagi karena kecantikan Sara, Abraham harus berbohong bahwa ia adalah saudaranya supaya Abraham jangan dibunuh karena Sara. Namun terlepas dari dosa Abraham yang berbohong tentang siapa Sara sebenarnya baginya, kisah ini ada untuk menunjukkan pada kita semua bahwa ketika waktu Tuhan tiba, tidak akan ada yang mustahil bagi-Nya.
Abimelekh adalah raja Filistin yang hidup pada 2 generasi: Abraham dan Ishak. Pada Abraham, namanya muncul dalam Kejadian 20:2 ini. Pada Ishak, ada di Kejadian 26:1. Jadi raja ini hidup dalam rentang waktu yang cukup lama. Pada generasi Ishak, ia seharusnya sudah berumur namun masih suka melirik pada perempuan sekalipun mereka mungkin telah bersuami. Ya, di jaman ini tidak ada nilai-nilai moral yang dihormati oleh siapapun. Yang ada adalah siapa yang berkuasa, ia bisa berbuat sekehendak hatinya saja. Dia mengintip kamar Ishak dalam Kej. 26:7-8. Coba dibayangkan bagaimana nafsu dan keinginannya ketika masih muda di jaman Abraham. Dia ini seorang raja dengan banyak istri dan gundik, Kej. 20:17. Dan ia pun mengambil Sara menjadi istrinya, Kej. 20:2.
Bukankah Sara telah mati haid? Dan Abimelekh adalah raja yang masih muda saat itu? Dimanakah ada seorang raja yang masih muda dengan nafsu yang besar tertarik kepada seorang perempuan tua yang telah mati haid? Apakah nenek Sara memang begitu cantik ataukah raja Abimelekh yang menderita mata katarak?
Sayap baru burung rajawali
Yang terjadi adalah kuasa Tuhan (Kej. 18:14) yang turun atas Sara tidak hanya memberi kekuatan kembali kepada kandungan Sara tapi lebih dari itu: seluruh kondisi fisik Sara: wajah, otot, tubuh, kulit dan semuanya dihidupkan (disegarkan) kembali menjadi seperti Sara yang masih muda dulunya. Tujuan Tuhan sederhana, supaya Sara mampu dan bisa mengandung kembali di masa tuanya. Mereka yang menantikan Tuhan, mendapat kekuatan baru. Yesaya 40:31. Sekalipun lama rasanya, tapi ketika waktu Tuhan tiba tidak akan ada yang sanggup menahan kuasa Tuhan untuk bekerja dengan sempurna menggenapi janji-Nya bagi kita semua. Firman Tuhan tidak akan pernah gagal, Yesaya 55:11.
Seperti pada burung rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayap yang baru, Yesaya 40:31. Ketika burung rajawali datang pada fase memperbaharui kehidupannya, ia mengalami proses transformasi yang sangat menyakitkan selama beberapa saat. Ia adalah burung yang dapat hidup hingga 70 tahun. Tapi di pertengahan umur itu, ketika ia mencapai 40-an tahun ia harus memutuskan untuk mengalami proses transformasi yang sakit ini atau mati segera. Sebab di umur 40 ini, paruhnya telah menjadi sangat panjang dan bengkok sehingga sukar untuk makan dan menelan mangsanya lagi. Kuku-kukunya telah tebal dan tumpul, bulu-bulunya telah menjadi sangat panjang dan terlalu lebat. Jadi ia harus naik ke puncak gunung yang tinggi, membangun sarang yang baru. Disitu ia akan mematuk-matuk paruhnya ke tebing gunung sampai patah, lalu menunggu sampai paruh baru muncul. Dengan paruh baru itu, ia akan mencabut semua kuku-kuku tuanya. Dan setelah kuku-kuku baru muncul, ia akan mencabuti seluruh bulu-bulu sayapnya supaya tumbuh yang baru. Setelah semuanya ini dilalui, suatu proses yang panjang dan lama, serta menyakitkan seekor elang praktis memiliki tubuh baru yang telah muda kembali!
Jadi Kejadian 20 ini dicatat untuk kita mengerti bahwa Sara telah sungguh-sungguh berubah menjadi kuat kembali dan siap untuk mengandung Ishak. Abimelekh datang dalam cerita ini hanya untuk menunjukkan bahwa Sara sekarang karena mujizat Tuhan sama menariknya 24 tahun yang lalu ketika janji Tuhan pertama kali diberikan kepada Abram dan Sarai. Perbedaannya sekarang adalah Sarai telah siap sebagai Sara menjadi ibu bagi segala bangsa, wanita yang membawa penggenapan janji Tuhan bagi Abraham!
Tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah. Yesaya 40:31.
Leave a Reply