Ibrani 11:5, Karena iman Henokh terangkat, supaya ia tidak mengalami kematian, dan ia tidak ditemukan, karena Allah telah mengangkatnya. Sebab sebelum ia terangkat, ia memperoleh kesaksian, bahwa ia berkenan kepada Allah.
Pahlawan iman yang kedua adalah Henokh, atau Enoch.
Henokh adalah salah satu dari 2 manusia yang sampai sekarang belum mengalami kematian menurut Alkitab. Henokh dan Elia, dua-duanya diangkat ketika masih hidup. Menariknya bahwa jika Elia diangkat ke Surga dengan kereta berapi, Henokh disebutkan terangkat. Kata yang dipakai dalam bahasa Yunani Koinonia menyebutkan ia mengalami perpindahan, menyeberang ke sisi yang lain, atau dipindahkan ke pihak yang diseberang (berlawanan). Seakan-akan ketika ia sedang berjalan-jalan dengan Tuhan, ia kemudian sepertinya makin lama makin berjalan naik, naik keatas dan menghilang dari pandangan yang lain. Dalam sekejap mata, ia sudah tidak ada lagi, tidak bisa diketemukan lagi kembali. Orang tahu bahwa ia sedang keluar dengan Tuhan Allah, tapi kemudian mereka tidak menemukan ia pernah kembali lagi. Sebab ia sudah diangkat, diambil atau dibawa pergi, oleh Tuhan. Kejadian 5:24.
Ibrani 11:5 menyebutkan ia terangkat karena imannya, ia terangkat supaya ia tidak mengalami kematian. Dia skipped death completely! Ya, Henokh melewatkan kematiannya sendiri sepenuhnya! Sebab imannya telah memberikan kesaksian padanya bahwa Tuhan berkenan kepadanya. Ayat 6 berbunyi seperti ini, tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia.
Banyak kali kita telah berusaha banyak, berbuat banyak, untuk berkenan kepada-Nya. Untuk berkenan, diterima dan disenangi oleh Tuhan. Kita melayani Dia, aktif di gereja, ikut singers, paduan suara. Kita hadir disetiap ibadah, dan khusuk mengikutinya dari awal sampai akhir karena kita berusaha berkenan dihadapan-Nya. Padahal ibadah yang berkenan itu bukanlah aktivitas fisik yang nyata dalam tindakan kita saat mengikuti kebaktian gerejawi. Kita sering terjebak dengan pemikiran bahwa ibadah adalah mengerjakan atau menjalankan ritual fisik agamawi yang bagi orang Kristen adalah datang beribadah ke Gereja setiap hari Minggu. Ibadah yang sesungguhnya itu adalah bagaimana kita menghidupi kehidupan kita setiap hari, bagaimana tindak laku kita setiap saat yang seringkali mencerminkan apa yang nyata didalam hati kita.
Roma 12:1-2, Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.
Apakah hati kita mempercayai Dia dan setiap janji Firman-Nya? Menyerahkan diri kita pada-Nya, mau berubah dan tidak menjadi serupa dengan dunia ini. Ini biasanya nyata dari kelakuan kita setiap hari, bukan sekedar ketika tangan kita terangkat di ibadah hari Minggu. Kita tahu bahwa kita harus terus mengerjakan ini setiap hari: punya iman, bukan hanya pada hari Minggu. Dalam kesehari-harian kita itulah, bagaimana hati kita nyata berkenan kepada Dia atau tidak.
Jika kita hanya melakukannya pada hari Minggu di jam ibadah kita, kita sedang menipu diri kita sendiri. Sebab banyak dari kita akan melakukannya karena kita dilihat oleh orang lain, diperhatikan oleh pendeta kita.
Mempercayai Dia dan setiap janji Firman-Nya bukanlah hal yang mudah dikerjakan hati kita. Biasanya mulut kitalah yang cepat memberi respon dengan berseru, aku percaya pada-Mu! Masalahnya perkataan kita itu lebih sering keluar bukan dari hati kita yang sebenarnya. Perkataan itu lebih sering keluar karena sifat kita sebagai manusia yang suka menyenangkan lawan bicara kita. Bukan karena apa yang sebenarnya hati kita percaya! Apalagi ketika mata kita tidak bisa melihat dengan jelas jalan keluar yang kita perlukan terhadap apa yang sedang kita hadapi, saat semuanya gelap! Kita berpikir bahwa dengan berkata, aku percaya! pasti semua langsung beres, sekalipun hati kita masih ragu. Ini bukan iman dan Tuhan tahu dengan jelas apa yang nyata dihati kita, bukan apa yang diucapkan mulut kita. Kita harus bertobat lebih dahulu dari ketidak percayaan hati kita, minta ampun pada-Nya! Dan berseru dengan jujur, Tuhan tolong aku yang tidak percaya pada-Mu! Baca Markus 9:24. Ini lebih mendatangkan pertolongan Tuhan bagi kita daripada berusaha menipu Dia dengan perkataan manis tapi hati kita tetap ragu. Ya, mempercayai Dia ketika semuanya terang dan jelas bukanlah iman. Iman adalah mempercayai Dia saat semuanya masih gelap.
Bukankah iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat?
Leave a Reply