Yohanes 6:16-20, Dan ketika hari sudah mulai malam, murid-murid Yesus pergi ke danau, lalu naik ke perahu dan menyeberang ke Kapernaum. Ketika hari sudah gelap Yesus belum juga datang mendapatkan mereka, sedang laut bergelora karena angin kencang. Sesudah mereka mendayung kira-kira dua tiga mil jauhnya, mereka melihat Yesus berjalan di atas air mendekati perahu itu. Maka ketakutanlah mereka. Tetapi Ia berkata kepada mereka: “Aku ini, jangan takut!” Mereka mau menaikkan Dia ke dalam perahu, dan seketika juga perahu itu sampai ke pantai yang mereka tujui.
Di Yohanes ini, kisah Yesus jalan diatas air cuma dicatat dalam 4 ayat secara singkat. Kisah ini mengikuti peristiwa mujizat 5 ribu orang banyak yang makan dari hanya 5 roti dan 2 ikan. Petrus yang juga sebenarnya ikut jalan diatas air sama sekali tidak disebutkan oleh Yohanes. Padahal Matius 14:22-33 mencatat bagaimana ia (Petrus) dengan semangatnya turun dari perahu, jalan diatas air mendatangi Tuhan walau kemudian ia tenggelam diseparuh jalan. Markus pun tidak mencatat Petrus yang ikut jalan diatas air ini, cuma Yesus yang disebutkan. Markus 6:45-52. Padahal Injil Markus seringkali dianggap sebagai Injil menurut Petrus, disebabkan karena Markus, si penginjil, adalah murid Petrus sendiri (Kisah Para Rasul 12:12) sebelum ia menjadi travel companion kepada Paulus dan Barnabas. Injil Lukas sendiri sama sekali tidak mencatat peristiwa ini.
Banyak orang berusaha menirukan peristiwa Yesus jalan diatas air ini. Entah dengan memakai trik sulap atau kuasa gelap, mereka semua berusaha membuktikan bahwa mereka juga punya kuasa yang hebat seperti Tuhan. Termasuk banyak hamba-hamba Tuhan yang mencoba berjalan diatas air. Bahkan salah satu serial terbaru Netflix, Messiah, menggambarkan bagaimana si Almasih, Payam Golshiri, bisa berjalan diatas air di Lincoln Memorial Reflecting Pool, di Washington DC. Namun hampir semuanya melakukannya dikolam air atau paling tidak di tepi pantai. Tidak ada yang berani mencobanya ditengah danau yang luas, ditengah malam, dan ditengah badai besar yang berkecamuk, yang sedang akan menenggelamkan perahu.
Ini yang banyak kali kita gagal perhatikan, bahwa Yesus bukan hanya berjalan diatas air, tapi Ia berjalan diatas badai dan ombak besar yang sedang mengamuk hebat ditengah malam. Berjalan diatas air kolam sudah cukup sulit, kemungkinan besar semua yang mencobanya tenggelam lebih dahulu berulang kali sebelum berhasil melakukannya. Apalagi kalau mencoba berjalan diatas air ditengah badai, nyawaku cuma satu! pikir mereka yang mencobanya.
Hari sudah mulai malam
Yohanes 6:16, Dan ketika hari sudah mulai malam. Perikop ini dimulai dengan pernyataan bahwa saat itu dimulai dengan malam yang sudah tiba. Ya, menurut Injil Yohanes, ini disebabkan karena peristiwa ini mengikuti mujizat 5 roti dan 2 ikan. Tuhan memerintahkan murid-murid-Nya menyebrang lebih dahulu (Matius 14:22), lalu menyuruh orang banyak itu pulang, ayat selanjutnya. Setelah itu, Ia segera menyelinap pergi, menyingkir ke gunung seorang diri untuk berdoa, Yohanes 6:15. Hampir sepanjang malam Tuhan berdoa.
Banyak dari kita tidak lagi berdoa seperti ini, acara doa semalam suntuk di gereja hampir tidak ada lagi. Acara seperti ini seringkali dianggap sudah ketinggalan jaman, gereja yang masih melakukannya dicap sebagai gereja kuno. Kita lebih menyukai gegap gempitanya kebaktian-kebaktian kesembuhan ilahi dan KKR besar. Lebih lagi, banyak dari hamba-hamba Tuhan tidak pernah duduk seorang diri lagi sepanjang malam dihadapan Tuhan. Ya, jangankan berdoa sepanjang malam, bangun subuh untuk berdoa satu jam saja sangat sulit dilakukan. Mungkin kita semua terlalu sibuk untuk Tuhan, kita lupa bahwa melayani Dia jauh lebih penting daripada melayani pekerjaan-Nya.
Tapi bagi Yesus sendiri, ini bukan sekedar berdoa sepanjang malam. Ini moment Ia menyingkir, seorang diri, datang kepada Allah Bapa. Ia menyingkir, mengasingkan diri-Nya, datang berlindung kepada Dia yang mengutus-Nya ke dunia ini. Yohanes 6:14-15 menyebutkan bagaimana ia kesal disebabkan orang banyak yang sedang datang untuk menjadikan Ia Raja atas Israel. Tuhan tahu bahwa saat-Nya belum tiba untuk menjadi Pembebas bagi Israel, menjadi Raja yang melepaskan mereka dari jajahan Romawi. Ia tahu bahwa mereka (dan kita semua) lebih membutuhkan hati yang baru (Yohanes 3:5) daripada sekedar pemerintahan yang baru. Tuhan tahu bahwa saat-saat itu adalah saat-saat dimana Ia sedang menuju kepada Salib. Sebab Saliblah yang akan memberikan hati yang baru, kelahiran kembali bagi mereka yang percaya pada-Nya.
Ia menyingkir
“bagaimana ia kesal..” bukan bermaksud untuk menunjukkan Tuhan marah pada orang banyak, tapi kesadaran dan pengertian yang datang pada-Nya, yang membuat Ia menyadari dengan penuh hati mereka, maksud orang banyak ini yang sudah menjadi kenyang setelah makan mujizat 5 roti dan 2 ikan itu. Yohanes 6:14, menunjukkan bagi orang banyak, bahwa Yesus adalah (hanya) Nabi dan Pelepas mereka. Bukan Tuhan, Putra Allah yang Maha Tinggi. Pengakuan yang kemudian hanya datang dari murid-murid-Nya sendiri, Yohanes 6:69. Mereka hendak datang untuk menjadikan Dia sebagai Raja mereka, Yohanes 6:15. Tuhan menjadi mengerti (Yohanes 6:15 NKJV, when Jesus perceived), bahwa tujuan mereka hanyalah untuk kepentingan mereka dan bukan berdasarkan kehendak Allah. Dan mereka datang mencari-Nya begitu rupa karena mereka telah makan dan menjadi kenyang, Yohanes 6:26. Mujizat besar seringkali lebih menyatakan apa keadaan hati kita yang sebenarnya daripada mengubah diri kita mengikuti kehendak-Nya. Dalam perkara ini, mereka melihat bagaimana mereka bisa hidup lebih gampang dengan hanya selalu berharap pada Tuhan untuk memberi mereka makan, Yohanes 6:34. Mereka menolak Tuhan sebagai Mesias bagi mereka, mereka cuma mau mujizat-Nya. Begitu terpesonanya akan apa yang Tuhan bisa buat bagi mereka, mereka justru menantang Dia untuk menjadi lebih hebat dari mujizat manna yang dibuat Musa. Mereka gagal melihat bahwa yang didepan mereka adalah Roti Hidup itu sendiri, bukan sekedar roti yang turun dari langit, Yohanes 6:35. Ketika Tuhan balik menantang hati mereka untuk mengakui Diri-Nya sebagai Ia yang telah diutus Bapa, Yohanes 6:35-40, mereka justru berbalik bersungut-sungut (Yohanes 6:41) dan meninggalkan Ia, Yohanes 6:66.
Tuhan mengenal kita semua dan mengetahui apa yang ada di dalam hati kita masing-masing, Yohanes 3:24-25. Banyak kali, kita hanya mencari Dia sungguh-sungguh bukan karena kita menginginkan Dia. Tapi karena segala mujizat dan keajaiban yang sanggup Ia kerjakan. Kita tidak peduli akan siapa Dia, kita cuma mau pertolongan-Nya. Dan banyak dari kita menginginkan-Nya untuk kepentingan kita. Kita gagal melihat seperti Dia melihat, 1 Samuel 16:7. Seringkali kita berpikir telah mengandalkan Dia (Yeremia 17:7-8) tapi untuk kepentingan kita sendiri, bukan untuk kehendak Allah, ya kita harus mengakui betapa liciknya hati kita masing-masing (Yeremia 17:9), kita harus berbalik dari jalan-jalan yang jahat ini. Sebab Ia mengenal dan yang menyelidiki hati, yang menguji batin, untuk memberi balasan kepada setiap orang setimpal dengan tingkah langkahnya, setimpal dengan hasil perbuatannya. Yeremia 17:10.
Itu sebabnya Ia dengan segera menyelinap pergi, menyingkir ke gunung seorang diri untuk berdoa. Yohanes 6:14-15, sepanjang malam sampai menjelang pagi, Ia sendirian disitu, Matius 14:23. Disaat yang sama, murid-murid-Nya yang sudah lebih dahulu menyeberang sedang bergumul begitu rupa menghadapi badai besar yang menerpa mereka. Kita bisa saja berpikir Ia telah meninggalkan mereka sendiri menghadapi badai besar itu, tapi ayat di Markus 6:48 menunjukkan fakta menarik bahwa Ia melihat betapa payahnya mereka mendayung karena angin sakal. Tuhan melihat, ya Tuhan tahu dan sedang memperhatikan kita senantiasa.
Tuhan melihat, Tuhan tahu
Jika Ia sedang diatas gunung seorang diri, ditengah malam, dan murid-murid sedang ditengah badai, bagaimana mungkin Ia bisa melihat mereka? Jarak pandang normal disiang hari bisa mencapai 4-5 km dihari yang cerah. Tapi jika dimalam hari dan ditengah hujan badai yang deras, bagaimana mungkin Tuhan yang ada diatas bukit bisa melihat murid-murid yang sedang ditengah danau berusaha mendayung dengan kuatnya menerobos badai yang menerpa mereka? Apakah Ia melihat lewat suatu penglihatan dalam doa-Nya? Atau suatu penampakan oleh kuasa Roh atas-Nya? Kata yang dipakai dalam bahasa asli Perjanjian Baru ini menunjukkan hal yang menarik, horaō, berarti menatap, memperhatikan dengan jelas dan bisa membedakan. Tapi kata ini juga berarti Ia melihat karena Ia hadir disitu, lebih jauh ini berarti Ia ikut mengalami dan secara pasif Ia hadir disitu bersama dengan murid-murid-Nya yang sedang mengalami badai besar tersebut. Ya, Tuhan bukan hanya tahu apa yang kita lalui, Ia hadir bersama kita. Ia rasa apa yang kita rasa, Ia lihat semua yang sedang terjadi. Tidak ada satupun yang lepas dari pengawasan-Nya.
Tuhan kemudian datang kepada mereka, berjalan diatas air, diatas ombak dan badai besar tersebut. Ia tidak jalan diatas kolam renang yang airnya cuma beriak-riak tenang dan dalamnya hanya 1-2 meter, Ia jalan menyeberangi danau. Tidak hanya untuk sesaat atau untuk dipamerkan kepada orang banyak, ditengah malam menjelang pagi Ia berjalan sendiri. Ia bahkan tidak berusaha menenangkan badai tersebut lebih dahulu. Ia berjalan menerobos badai itu dan dalam Markus 6:48 ini disebutkan Ia hendak mendahului mereka. Seakan-akan Ia sedang menantang para murid bahwa Ia bisa lebih cepat sampai diseberang hanya dengan berjalan kaki, bagaimana kalian? Murid-murid saat itu sedang berusaha mati-matian mendayung melawan badai yang menerpa mereka (melawan, mendorong mereka ke arah berlawanan), Yohanes 6:19, Matius 14:24. Kalian ramai-ramai kan, bahkan lebih dulu start dari saya?!
Yang terjadi berikutnya sangat mengejutkan sebab murid-murid mulai berteriak ketakutan, itu hantu! Yohanes 6:19, Matius 14:26, Markus 6:49. Murid-murid sedang mati-matian berusaha mendayung supaya perahu mereka bisa segera keluar dari kepungan badai ditengah danau. Mungkin banyak diantara mereka juga sedang sibuk berusaha menimba air keluar dari perahu pada saat yang bersamaan. Yang lain sibuk berkomat-kamit mengucapkan doa sambil mendayung, berharap seandainya Yesus ada disitu seperti sebelumnya, Markus 4:38. Tidak apa-apa jika Ia tertidur, yang penting Ia ada dengan kita, guman salah satu diantara mereka. Tapi tiba-tiba seseorang diantara mereka terperanjat meloncat kebelakang sambil berteriak, hantu! Yang lain menoleh kepadanya dan menyaksikan wajah yang basah dan lelah itu berubah pucat, putih seperti semua darahnya berlari sembunyi kebelakang kepalanya. Waktu mereka berbalik melihat ke arah mana ia terperanjat, semuanya ikut terkejut! Tidak bisa dibayangkan betapa paniknya mereka menyaksikan ada suatu penampakan disalah-satu sisi perahu mereka, penampakan yang mendekati mereka, berwujud seperti seorang manusia yang sedang berjalan diatas air! Itu pasti hantu! Sekarang semua berteriak-teriak.
Lanjut baca...
Ego eimi
Tetapi Ia berkata kepada mereka: “Aku ini, jangan takut!” Yohanes 6:20. Di Matius dan Markus, ada penambahan kata Tenanglah! Diterjemahan yang lain bahkan disebutkan, Bergembiralah! Terhiburlah! Jangan takut, Aku ini. Bukan, ini Aku. Kata Aku ini, merujuk pada Ego eimi, kata Yunani Koinonia yang dipakai untuk menerjemahkan perkataan Ibrani yang berarti Aku adalah Aku, pernyataan akan SIAPA Tuhan yang diberikan kepada Musa, Keluaran 3:14. Bukan ini Aku, yang menunjuk kepada kehadiran Yesus saja (hanyalah seperti penyertaan seorang kawan) yang telah muncul ditengah-tengah kesulitan mereka. Tapi Aku ini, Ego eimi, menunjuk kepada TUHAN, YHWH, itu sendiri sekarang HADIR ditengah-tengah mereka. Bukan sekedar TUHAN hadir bersama dengan kehadiran Yesus sendiri, tapi Yesus itulah TUHAN yang sendiri hadir disitu! Guru mereka ini, adalah TUHAN atas Israel yang telah dipilih-Nya berabad-abad sebelumnya, TUHAN yang adalah Pencipta langit dan bumi sekarang hadir disitu dengan mereka.
Jika ada orang yang mengklaim bahwa Yesus tidak pernah menyebut diri-Nya Tuhan, apalagi dengan memakai ayat di Matius 19:17, orang itu sebenarnya mengucapkan hal yang benar. Sebab baik dalam terjemahan Indonesia maupun Inggris, Yesus tidak pernah menyebutkan Diri-Nya adalah Tuhan. Aku adalah Tuhan, atau I am God, tidak pernah muncul. Tapi pada saat yang sama, orang tersebut hanya menunjukkan kebodohannya sebab ia seharusnya mengerti bahwa Alkitab tidaklah dituliskan dalam bahasa Inggris, dan tidak dituliskan kepada mereka yang berbudaya bahasa Inggris (ataupun bahasa Indonesia), jadi penyataan Aku (Yesus) adalah Tuhan memang tidak ada. Alkitab ditulis dalam bahasa Ibrani, Yunani dan Aram (Ibrani kuno, Ibrani sehari-hari). Dan ditulis untuk mereka orang Ibrani ini. Bagi orang Ibrani, AKU ADALAH AKU, atau Ego eimi dalam bahasa Yunani, bahasa asli Perjanjian Baru, punya pengertian sama dengan Aku adalah Tuhan dalam bahasa Indonesia atau Inggris (I am God). Dan justru karena klaim Yesus sebagai Ego eimi inilah, AKU ADALAH AKU, Ia kemudian disalibkan oleh bangsa-Nya sendiri, orang Yahudi. Menurut orang Yahudi siapapun yang mengklaim dirinya Tuhan atau setara dengan Tuhan (Anak Tuhan, Putra Tuhan, Son of God) adalah suatu penghujatan besar. Jika memang Tuhan tidak mengklaim Diri-Nya Tuhan, seperti kata mereka-mereka itu, kenapa kemudian orang Yahudi justru menyalibkan Dia?
Dalam Yohanes ini sendiri, Yesus menyebut dirinya sebagai Ego eimi ini lebih dari 7x paling sedikit. Semua pernyataan Aku ini, diambil dari perkataan Ego eimi itu sendiri.
- Akulah Roti Hidup (Yohanes 6:35)
- Akulah Terang Dunia (Yohanes 8:12)
- Akulah Pintu (Yohanes 10:9)
- Akulah Gembala Baik (Yohanes 10:11,14)
- Akulah Kebangkitan dan Hidup (Yohanes 11:25)
- Akulah Jalan, Kebenaran dan Hidup (Yohanes 14:6)
- Akulah Anggur (Yohanes 15:1,5)
Jika benar itu Engkau
Petrus dengan segera berkata, Matius 14:28, Jika benar itu Engkau, TUHAN, perintahkan aku datang pada-Mu. Datanglah! Jawab Tuhan, Ayat 29. Petrus turun dari perahu dan berjalan di atas air mendapatkan Yesus. Nekat, pikir murid-murid lainnya. Kita yang dalam perahu saja hampir tenggelam, dia ini mau saja turun ke atas air dan berusaha meniru apa yang Guru sedang lakukan!
Ya, banyak dari kita tidak menyukai badai kehidupan. Dengan segera kita akan menengking semua badai yang kita hadapi jika kita tidak bisa lagi menghindarinya. Kita lupa bahwa badai tidak akan datang kecuali atas seijin Tuhan, dan jika badai itu datang, badai datang bukan untuk menghancurkan kita. Tapi datang atas kehendak Tuhan dengan tujuan untuk membawa kita kembali dekat dengan Dia. Bukankah banyak dari kita yang baru mulai berdoa jika menghadapi badai? Juga, badai datang untuk menguji kita, merendahkan kita, supaya kita bisa belajar dan naik tingkat. Tidak ada murid sekolah yang bisa naik tingkat kecuali dia lulus ujian naik kelas kan. Perhatikan ayat-ayat ini, Mazmur 37:23, Tuhan mengatur langkah-langkah kita, termasuk semua kesulitan kita. Ia tidak merencanakan yang jahat atas kita, tidak merancangkan kecelakaan kepada kita, Yeremia 29:11. Tapi Ia bekerja melalui segala sesuatu, Roma 8:28, untuk mendatangkan kebaikan kepada kita. Untuk mendidik kita sebagai anak-anak-Nya, Ibrani 12. Dan jelas, iblispun bisa dipakai Tuhan untuk mengajar jalan-jalan-Nya kepada kita, Ayub 1-2. Bagi Tuhan, Ia sangat tertarik melihat kita mengenal-Nya dekat, Ayub 42:1-6. Tuhan mau kita berubah menjadi serupa dengan Dia, Roma 12:1-2. Karena hanya dengan demikian, semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat, Kejadian 12:3.
Badai
Memang benar, ada paling tidak 3 macam reaksi manusia menghadapi badai. Menghindar, berani menghadapi, dan menantang badai. Mungkin banyak dari kita berani menghadapi badai, jika sama sekali tidak terhindarkan lagi. Tapi hampir tidak ada yang mau menantang badai itu sendiri. Petrus keluar dari perahu yang adalah jaminan keselamatannya, keluar dari zona amannya, turun ke atas air, menantang badai untuk jalan kepada Yesus. Jika anda adalah Petrus, beranikah? Banyak dari kita lebih seperti murid yang lain, yang hanya berani kritik, rumour and gossip behind, bahkan menyebut diri lebih berhikmat (alasan klasik rohani yang menutupi hati yang kecut) daripada mati-matian mengikut Dia sekalipun nyawa adalah taruhannya.
Ya, Petrus pun hampir tenggelam. Untung ada Tuhan yang menolongnya. Memang tidak ada yang sempurna mengerjakan kehendak Allah, apalagi jika itu baru pertama kali dilakukan. Tapi lebih baik (hampir) tenggelam, dari pada kita gagal mengenal Tuhan. Bukankah Dia pasti menolong kita?
Ketika Petrus berseru, Tuhan, tolonglah aku! Matius 14:30, ayat 31 menunjukkan Tuhan segera mengulurkan tangan-Nya menolong dia. Di ayat 30 ini, kata yang diterjemahkan sebagai ketika dirasanya tiupan angin, dalam terjemahan aslinya punya pengertian bahwa ketika Petrus datang pada akal budinya, ketika Petrus menjadi mengerti, memahami apa yang sedang terjadi disekelilingnya, ia kemudian menjadi takut dan mulai tenggelam! Ya, saat kita fokus pada Tuhan, mata yang memandang kepada Yesus, jangan dialihkan melihat sekitar dan berusaha memahami apa yang sedang terjadi. Pemahaman pikiran kita tidak akan menolong iman kita naik, justru akan menarik turun, membuat kita ketakutan menemukan fakta yang nyata akan kerasnya angin yang bertiup dan besarnya ombak yang menerpa. Kita pasti mulai tenggelam. Benar, jika disebutkan bahwa mengikut Tuhan adalah menjadi bodoh dan tidak berakal budi. Tapi justru mereka yang berpengertian, berhikmat dan berpengetahuan, tidak pernah mengalami Tuhan dalam kapasitas yang seharusnya. Lucunya, mereka yang seperti ini suka menganggap diri mereka lebih dewasa dalam mengenal Tuhan. Tapi nyatanya, pikiran dan pengetahuan merekalah yang menghalangi iman mereka bertumbuh benar kepada Tuhan. Tidak heran jika Tuhan berkata, Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga. Matius 19:14. Ya, jangan halangi mereka yang datang seperti anak kecil kepada Tuhan!
Just do it!
Mereka yang mau turun, berani menantang kemustahilan, seperti Petrus turun ke air ini belajar satu hal. Bahwa tidak ada satupun yang bisa membatasi kuasa Tuhan. Tidak akan ada batasan sama sekali untuk melihat berapa besar kuasa Tuhan bisa jadi. Dalam mujizat 5 roti dan 2 ikan, kita mengerti bahwa makin sedikit roti itu, makin besar kuasa Tuhan. Disini, kuasa Tuhan malah menjadi lebih tidak terhentikan. Luasnya air danau itu (danau Galilea, kurang lebih 13 km jarak terpendeknya) dan besarnya badai serta tidak adanya perahu lagi (sebab murid-murid sudah lebih dahulu menyeberang), tidak membuat Tuhan tidak dapat menyeberangi danau itu. Jika Ia harus berjalan kaki, Ia akan berjalan kaki. Dan jika Ia harus berjalan menerobos badai, Ia akan melakukannya, berjalan diatas air menembus badai dalam gelapnya malam. Tidak ada batas dalam iman kita untuk bertumbuh kepada Dia, kuasa-Nya tidak akan berkurang hanya karena tantangannya semakin besar. Yang jadi pertanyaan sekarang, maukah kita keluar dari perahu kita dan turun keatas air, berjalan diatas badai kepada Dia. Just do it! Seperti iklan Nike. Jangan berusaha dimengerti atau dipahami, sekali lagi akal budi kita tidak akan menolong. Iman kita ditentukan pada berapa besar kita berserah kepada Dia dan itu nyata hanya lewat tindakan, bukan sekedar perkataan.
2 hasil yang berbeda
Ketika mereka naik ke perahu bersama-sama, Alkitab berkata anginpun redalah, Matius 16:32, Markus 6:51. Ya, tidak semua badai harus ditengking. Tidak seperti badai yang pertama, Markus 4:39, di badai kedua ini Tuhan cukup naik ke perahu itu, anginpun redalah. Badai itu diam dengan sedirinya begitu Tuhan menjejakkan kakinya diatas perahu.
Tapi dalam Yohanes 6 ada hasil yang berbeda begitu Tuhan naik ke perahu. Ayat 21 berkata bahwa perahu mereka langsung sampai ke tujuan kemana mereka mau datang seketika itu juga. Rupanya ada kuasa Roh Kudus yang mengangkat mereka dari tengah danau, dari dalam badai, dipindahkan dalam sekejap sampai ke pantai dimana mereka mau datang. Suatu kuasa luarbiasa yang sampai sekarang tidak ada yang menyamainya. Keajaiban yang hanya bisa dilihat di film-film modern seperti Star Wars atau Star Trek, ketika tokoh-tokoh film itu diteleportasi dari satu tempat ke tempat yang lain.
Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan. Sekali lagi dalam peristiwa ini, Yesus menunjukkan ke-Tuhan-an-Nya yang luarbiasa. Dia bukan hanya si Pencipta Creatio ex nihilo, yang menciptakan sesuatu menjadi ada dari tidak ada. Tapi juga, dalam mujizat ke-5 di Injil Yohanes ini, Ia sekali lagi menunjukkan bahwa Ia berkuasa atas air dan angin, atas segala sesuatu. Bahkan bukan cuma berkuasa tapi mengatasi semuanya itu. Jika Musa membelah air laut merah untuk membuka jalan bagi Israel untuk lolos dari kejaran Firaun dan tentaranya, Tuhan justru tidak membelah air danau ini tapi membiarkan badai itu terus mengamuk dan berjalan diatasnya untuk sampai ke murid-murid-Nya yang ada ditengah-tengah danau, didalam badai.
Seperti Roh Tuhan yang melayang-layang diatas kedalaman air besar dalam Kejadian 1:2, Yesus yang adalah Firman itu sekarang berjalan diatas ombak, air yang ditiup kencang oleh badai besar. Dia Tuhan!
Bambang Wiedyo
Pas … ini tepat waktu! Kami sedang belajar kelas Leadership sesi 4, Pemimpin dan DOA.
Trimakasih untuk tulisannya
Dick
Thanks yah pak Pendeta untuk renungannya.. Lebih memperlengkapi lagi..