Ketika Abraham mengayunkan belatinya hendak menyembelih anaknya sendiri, tiba-tiba terdengarlah suara Tuhan menghentikan dia. Tetapi berserulah Malaikat TUHAN dari langit kepadanya: “Abraham, Abraham.” Sahutnya: “Ya, Tuhan.” Kejadian 22:11. Ishak pasti terkejut lega, hampir saja! pikirnya. Sesaat itu ia sedang menahan nafasnya karena ia mengetahui bahwa ayahnya sedang menghujamkan belati kepadanya. Mungkin Abraham langsung membuang belatinya jauh-jauh juga, bukan saja karena suara Malaikat itu yang menginterupsi dia tapi justru karena horror yang ia tahu akan ia tanggung seumur hidupnya jika benar-benar ia akhirnya mempersembahkan anaknya di mezbah itu. Ia sangat mempercayai Tuhan tidak bermaksud mencelakakan Ishak dan dirinya, tapi pada saat yang sama Ia tahu benar Tuhan juga sungguh-sungguh meminta dia untuk memilih mengasihi antara Tuhan atau anaknya sendiri. Memilih mempertahankan iman percayanya atau milik pusakanya sendiri.
Ujian ini adalah ujian kita semua, maukah kita mengasihi Dia sesungguhnya melebihi apa yang Dia bisa buat untuk kita. Mengasihi Dia dan tetap mempercayai bahwa Dia sedang menuntun kita dengan benar sekalipun jalan yang dilewati adalah melalui lembah kekelaman. Seringkali kita sukar melihat Dia dengan jelas hanya karena ada banyak kepentingan kita yang kita pikir harus diperhatikan lebih dahulu. Hati kita enggan untuk melepaskan apalagi mengorbankan apa yang kita pikir adalah hak-hak kita. Pada akhirnya banyak dari kita berhenti dan mulai mempertanyakan maksud-maksud-Nya. Seakan-akan Ia tidak boleh bertindak demikian. Kita mulai protes begitu rupa, padahal kita yang ternyata telah berhenti mengasihi Dia karena protes kita ini. Hati kita rupanya tidak mau mengasihi Dia lebih dari mengasihi diri kita sendiri.
Ketika Abraham ditanya Ishak, dimanakah korban itu? Kejadian 22:7. Abraham menjawab, Tuhan akan menyediakan. Sahut Abraham: “Allah yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagi-Nya, anakku.” Demikianlah keduanya berjalan bersama-sama. Kejadian 22:8. Ini adalah kutipan pertama kali di Alkitab akan nama Tuhan yang sangat terkenal dan paling disukai oleh umat Tuhan, Jehovah Jireh. Tuhan menyediakan. Jehovah Jireh ini punya pengertian yang sama dengan El-Shaddai, Allah yang Mahakuasa. Dia yang berkuasa, dan Mahakuasa untuk menyediakan segala sesuatu yang kita perlukan. Tidak ada yang mustahil bagi-Nya.
Jehovah Jireh & El-Shaddai
Jika Jehovah Jireh berarti Tuhan yang menyediakan, El-Shaddai adalah satu-satunya attribut nama Tuhan yang punya sifat female, karena kata ini berarti payudara ibu yang menyusui. Dari mana kita mengetahui seorang bayi butuh makan atau sudah lapar? Kita biasanya akan menjawab bahwa ketika bayi itu menangis. Tapi seorang ibu yang sedang menyusui mengerti bahwa bayinya lapar dan perlu makan justru karena air susunya mulai mengalir keluar dari payudaranya, bukan ketika bayi itu mulai menangis. Demikian Tuhan sudah mengerti apa yang kita perlukan bahkan sebelum hal-hal tersebut dipanjatkan melalui doa dan permohonan kepada-Nya. Matius 6:8, Mazmur 139:4.
Tapi kedua Nama ini menjadi lebih populer dan sangat disukai oleh umat Tuhan bahkan manusia pada umumnya bukan disebabkan karena dari mana ayat itu dikutip atau untuk apa Nama itu disebutkan. Tapi justru karena kedua Nama ini sangat memberi keuntungan kepada kita sebagai manusia. Ya, kita menyukainya karena kita bisa menemukan bahwa ada janji Tuhan yang akan menolong kita. Ada janji Tuhan yang akan memelihara kita, menyembuhkan kita, melepaskan kita. Kita, ya untuk kita semua, siapa lagi bukan? Pasti untuk kita! Tidakkah anda mendengar sesuatu yang ganjil disini? Sesuatu yang mengganjal?
(Bahkan waktu anda membaca paragraf diatas, hati anda dipenuhi dengan kata Amin! Amin! Amin! terus menerus. Tidakkah anda sedang mendengar kata aku lebih keras kedengarannya dihati anda sendiri, lebih dari kata Tuhan itu sendiri?!)
Untuk kita?
Seakan-akan semuanya harus dikerjakan untuk kita. Jika demikian, siapa sebenarnya yang menjadi Tuhan dihidup ini? Tuhankah atau kita? Bukankah dalam sebuah keluarga, anak-anak adalah hal yang utama tapi bukan berarti mereka yang berkuasa dikeluarga itu kan? Bukankah orang tua, ayah dan ibu yang seharusnya masih memimpin rumah itu? Seringkali justru ketika kita tahu bahwa kita adalah obyek utama kasih Tuhan yang besar itu, kita malah jatuh pada sikap yang (suka dan selalu) akan mengambil kesempatan, sikap yang (suka dan selalu) memanfaatkan dan berpikir bahwa Tuhan harus mengikuti semua kemauan kita.
Ya, sikap-sikap demikian ini yang menyebabkan kedua nama Tuhan diatas menjadi sangat populer. Bukan karena kebenaran Firman-Nya. Karena kita bisa mengambil keuntungan menurut mau kita, bukan menurut kehendak Dia. Karena kita merasa maunya kita yang pasti (bisa) jadi. Dan banyak maunya kita itu justru sebenarnya bertentangan dengan kehendak Tuhan. Maka Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus: “Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.” Matius 16:23. Tidak heran ketika kita menghadapi banyak kesulitan, bencana, bahaya atau badai, reaksi kita yang pertama (seperti Petrus) adalah mengambil kuasa Tuhan (yang kita pikir kita punya) dan langsung menghardik semuanya pergi. Pergikah semuanya itu? Kita kaget waktu menemukan bahwa badai itu justru bertiup lebih keras! Dimana Tuhan?! Kita telah gagal mengenal Dia!
Enyahlah Iblis!
Waktu Petrus mengakui bahwa Yesus adalah Mesias yang dinantikan itu, Tuhan kemudian mulai menjelaskan lebih jauh bahwa Mesias harus menderita dan mati oleh para pemimpin Israel dan baru kemudian dibangkitkan pada hari yang ketiga. Matius 16:21. Petrus dengan segera menarik Tuhan ke samping dan berkata, Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Dalam terjemahan lain, disebutkan Petrus menarik Tuhan ke samping untuk mengoreksi Ia secara pribadi. Dia mengingatkan, menegur Tuhan berulangkali! Bukan sekali saja.
Ketika Bapa di Surga menyatakan ke-Mesias-an Yesus pada Petrus, Petrus melihat ini sebagai hal yang sangat menguntungkan mereka, para murid bahkan seluruh Israel. Apa yang hanya menjadi Janji Keselamatan, Janji Mesias selama ini, sekarang nyata dihadapan mereka. Akhirnya mereka menemukan kelepasan yang mereka cari selama ini! Bagi mereka (sama seperti kita semua), keselamatan yang adalah janji Tuhan itu menemukan penggenapannya pada keselamatan mereka dari penjajahan Romawi selama ini. Di hari-hari itu, di jaman itu, kesulitan dan masalah terbesar mereka datang dari kehadiran orang asing, Kerajaan Romawi, yang menjajah dan menguasai mereka begitu rupa. Memperbudak dan menundukkan mereka sebagai suatu bangsa merdeka. Mereka mencari orang yang bisa menyelamatkan mereka, melepaskan mereka dari genggaman yang kejam Kerajaan Roma. Jadi janji akan Mesias merupakan suatu hal yang sangat populer hari-hari itu. Kehadiran Tuhan seakan-akan menjadi jawaban kebutuhan ini. Tidaklah heran murid-murid bertengkar akan siapa yang lebih besar diantara mereka. Mereka melihat Tuhan sebagai pelepas mereka dari Kerajaan Romawi, pendiri Kerajaan Israel baru. Dan karena mereka adalah orang-orang yang dekat pada-Nya, pastilah mereka akan mendapatkan posisi-posisi yang luarbiasa dalam Kerajaan-Nya itu.
Kitapun demikian, kita seringkali melihat Tuhan hanya sebatas pada apa yang kita pikir sebagai kebutuhan kita yang utama saat-saat sekarang ini. Waktu kita lapar, kita mau Tuhan segera menjadi Dia yang mengenyangkan kita, memenuhi kebutuhan kita. Waktu kita sakit, kita mau Dia menyembuhkan kita. Waktu kita susah, kita mau mengalami mujizat dan terobosan yang memulihkan kita. Dan kita tahu Dia sanggup melakukannya bagi kita. Waktu kita sebagai suatu bangsa diterpa badai besar seperti virus mematikan ini, kita segera menghardiknya tanpa berpikir lebih jauh karena kita pikir itu pasti kehendak Tuhan. Tidak ada yang jahat yang datang dari Dia kan, jadi pasti virus ini bukan dari Dia. Bukankah Tuhan kita lebih besar dari segala badai dan bencana ini, bukan? Dia lebih besar dari virus ini tentunya. Jadi kita mengira itu pasti kehendak Tuhan untuk dihardik segera dalam nama-Nya yang berkuasa itu. Tapi ketika Tuhan menyatakan ke-Mesias-an-Nya pada Petrus (dan kita semua), bahwa IA lah Tuhan dan Juruselamat yang selama ini mereka (dan kita semua) nantikan, Tuhan justru menunjukkan ada tujuan dan jalan berbeda yang tidak seperti kita pikir seharusnya terjadi.
Tuhan menunjukkan bahwa Mesias harus menderita, mati dan bangkit pada hari ketiga. Ya, mati karena tua-tua dan para pemimpin Israel. Menderita dan mati? 2 kata pertama ini membuat mereka tidak bisa mendengar kata ke-3, bangkit dari antara orang mati. Mereka bahkan tidak bisa melihat kenapa Tuhan harus menderita dan mati. Mereka terkejut, menderita dan mati? Tidaklah mungkin, pikir Petrus! Tidak heran, Petrus langsung menarik Tuhan kesamping dan menegur Dia, jangan! Ini tidak boleh terjadi. Mungkin ini yang juga diucapkannya: Engkau adalah penyelamat kami, Engkau punya tujuan yang harus dikerjakan disini di tanah Israel, Kerajaan-Mu harus ditegakkan sekarang. Engkau adalah Mesias kami, penyelamat kami. Raja kami! Kedengaran hebat, bukan? Bahkan Petrus memakai Dia, Allah Bapa dalam tegurannya, Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Matius 16:22. Allah Bapa yang tadinya disebutkan Tuhan sebagai yang mewahyukan ke-Mesias-an Yesus padanya, inilah yang membuat Petrus kemudian berpikir dia telah punya Allah Bapa. Bukankah Ia baru saja mendapat pewahyuan yang besar kan, pasti Allah Bapa ada dipihaknya. Dia pikir ini pun pasti dari Allah sendiri, bukankah dari Dia tidak ada yang jahat. Menderita & mati pasti bukan jalan-jalan-Nya!! Tapi nyatanya dia justru ditegur balik dengan keras oleh Yesus, bahkan dengan menyebutkan dia (Petrus) sebagai Iblis sendiri! Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia. Matius 16:23.
Tujuan dan jalan yang berbeda
Perhatikan disini, ayat 23 bagian akhir, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia. 2 hal tersebut adalah 2 hal yang sangat berbeda. Banyak kali kita berpikir dalam kemanusiaan kita bahwa ini sudah pasti kehendak Tuhan. Seperti Petrus, dia berpikir jika Yesus ini Mesias seperti yang Allah Bapa sendiri telah wahyukan kepada dia, tidaklah mungkin jika sang Mesias ini akan menderita dan mati! Kerajaan-Nya harus ditegakkan dan tujuan-Nya harus digenapi, bukan? Tapi apakah memang itu tujuan Tuhan? Atau tujuan Petrus sendiri (kalau Petrus mau jujur)? Apakah itu maksud kedatangan Tuhan ataukah murid-murid sedang mengambil kesempatan, memanfaatkan kehadiran Tuhan yang adalah Juruselamat untuk melepaskan mereka dari Kerajaan Romawi? Teguran Petrus dalam ayat 22 ini secara manusia sangatlah benar, sudah seharusnya demikian dan merupakan tindakan yang kelihatan mulia. Karena jika teguran Petrus ini benar, ia akan dipuji sebagai yang bukan saja menerima pewahyuan ke-Mesias-an Tuhan tapi juga sebagai orang yang lebih mengenal jalan-jalan Tuhan lebih baik. Ya, banyak dari kita mau diakui karena kita kira kita lebih tahu jalan-jalan kehidupan (orang lain) ini.
Tapi bukan itu yang dipikirkan Allah Bapa, Allah yang mewahyukan ke-Mesias-an Yesus pada Petrus itu sendiri. Jika kita mau jujur, banyak hal yang kita pikir sebagai kehendak Tuhan ternyata hanyalah kehendak kita sendiri. Banyak perkara rohani yang kita pikirkan sebagai maunya Tuhan, ternyata hanyalah kita sendiri yang mengambil kesempatan untuk mengerjakan rencana dan maksud kita. Banyak tindakan kita yang sebenarnya hanya berusaha meninggikan diri kita sendiri dan bukan mengerjakan kehendak Allah sejujurnya. Serohani-rohaninya kita boleh kelihatan, Tuhan tidak bisa ditipu. Galatia 6:7. Ia yang melihat sampai ke kedalaman hati kita dan Firman-Nya sanggup memisahkan jiwa dan roh kita bahkan pertimbangan dan pikiran hati kita. Ibrani 4:12. Jika ternyata yang kita pikirkan adalah jalan-jalan manusia semata-mata dan bukan jalan-jalan Tuhan, Enyahlah Iblis!
Keselamatan dari Dia
Ketika Tuhan menjelaskan bahwa Mesias (Ia sendiri) harus menderita dan mati dan bangkit pada hari ke-3, Tuhan sedang menjelaskan bahwa Ia akan mengerjakan keselamatan kita dari perbudakan dosa selama ini dengan memberi diri-Nya sendiri menjadi korban pendamaian, korban penebusan. Keselamatan yang akan membawa hidup kekal bagi kita dan jiwa kita tidak akan binasa dalam api kebinasaan kekal. Seperti murid-murid, banyak dari kita sukar melihat ini sebagai perkara yang sangat kita perlukan. Sebab kita tidak pernah melihat diri kita sebagai orang berdosa yang butuh pengampunan dan penebusan jiwa. Kita hanya selalu melihat diri kita sebagai yang lemah (butuh ditolong), yang sakit (butuh disembuhkan), yang susah dan miskin (butuh diperkaya). Kita tidak pernah merasa berdosa, kita melihat ada banyak hal yang baik didalam kita. Itu sebabnya kita perlu ditolong, disembuhkan, diperkaya. Tidak heran banyak dari kita tidak bisa mengasihi Tuhan lebih. Seperti yang Yesus katakan, orang yang merasa cuma perlu diampuni sedikit, karena dosa nya sedikit, akan menemukan hanya bisa mengasihi Tuhan sedikit juga. Lukas 7:47. Kita lupa bahwa semua kesusahan kita, kelemahan, sakit-penyakit, dan kemiskinan kita datang karena ada dosa yang tidak terselesaikan dalam diri kita.
Dosa? Bagaimana bisa? Bukankah saya tidak pernah merampok, membunuh, memperkosa, mencuri atau merugikan orang lain? Kita cuma melihat dosa dan kesalahan dari sisi ini. Kita tidak mengerti bahwa dosa adalah sesederhana kita tidak mencapai tujuan Tuhan yang sempurna. Pengertian akan dosa adalah seperti seseorang yang seharusnya berjalan 10 langkah, ia berhenti pada langkah ke-9. Fall short! Tidak sampai. Salah satu dosa paling buruk adalah kebenaran diri sendiri (ego, egois). Sebab semua kita berdosa (Roma 3:23) dan upah dosa adalah maut (Roma 6:23). Tapi tidakkah itu tidak adil sama sekali kalau Ia menghukum saya karena dosa kecil saya dengan api kebinasaan kekal? Well, jika anda bisa melihat betapa suci dan kudus Ia, Alkitab bahkan mengatakan tidak ada pertukaran atau bayangan pada-Nya (Yakobus 1:17), anda pasti akan mengerti dengan jelas bahwa dihadapan Dia tidak boleh ada satu titik hitam (dosa) sama sekali, semuanya akan habis hangus terbakar karena kekudusan-Nya.
Untuk menebus dosa yang ada didalam diri kita, diperlukan suatu korban yang lebih bernilai dari semua korban binatang. Sesuatu yang punya nilai sama seperti manusia tapi tidak bercacat seperti manusia. Tuhan kita menjadi manusia dan hidup tanpa dosa untuk menjadi korban dosa yang sempurna bagi kita. Kemudian pada-Nya ditimpakan semua murka Tuhan yang hebat itu akan dosa, sekali untuk semuanya. Makanya Ia harus menderita dan mati! Supaya Ia menjadi keselamatan bagi kita semua, menjadi korban pengampunan dosa dimana segala keadilan Tuhan dilimpahkan pada-Nya. Bukan pada kita, supaya kita jangan binasa. Ia menggantikan kita! Ia menjadi korban yang disediakan Tuhan bagi kita! Ini jalan Tuhan, ini kehendak Tuhan! Mengertikah kita akan hal ini? Tuhan menyediakan.
Tidak ada yang mustahil
Petrus gagal mengenal kehendak Tuhan saat itu, semoga kita juga tidak gagal mengenal jalan-jalan Tuhan. Pengenalan kita akan Tuhan selalu melibatkan kerelaan kita melepaskan kepentingan kita walau sekalipun itu nyawa kita. Tuhan melanjutkan dalam ayat 24-25 (Matius 16), Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.
Dalam Matius 19:16, ada seorang muda dan kaya datang pada Tuhan dan bertanya, Guru, perbuatan baik apakah yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal? Dari kisah ini kita memperoleh perkataan Tuhan, bagi manusia hal ini tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala sesuatu mungkin. Matius 19:26. Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan juga adalah pernyataan seperti 2 Nama Tuhan diatas yang sangat terkenal, Jehovah Jireh dan El-Shaddai. Dan kita pun menyukainya karena ini adalah janji Tuhan yang akan sangat menolong kita memenuhi kepentingan kita sendiri! Kita tidak bisa melihat bahwa seperti Jehovah Jireh, pernyataan tidak ada yang mustahil juga dimaksudkan Tuhan untuk keselamatan kita.
Matius 19:25, Ketika murid-murid mendengar itu, sangat gemparlah mereka dan berkata: “Jika demikian, siapakah yang dapat diselamatkan?” Yesus memandang mereka dan berkata: “Bagi manusia hal ini tidak mungkin, …”
Siapakah yang dapat diselamatkan? Tanya murid-murid. Pertanyaan yang disebabkan karena dalam percakapan Tuhan dengan orang muda kaya ini, mulai dari ayat 16, para murid menemukan bahwa jika si muda dan kaya ini saja tidak bisa memenuhi persyaratan keselamatan yang disebutkan Yesus disitu, bagaimana mungkin mereka bisa diselamatkan. Dibandingkan dengan orang muda dan kaya ini, mereka sudah tua dan tidak punya apa-apa. Jika si muda dan kaya ini yang sejak kecilnya hidup melakukan hukum Taurat tapi gagal karena satu perkara akhirnya, bagaimana dengan mereka yang sejak kecilnya hidup dalam dosa? Makanya Tuhan kemudian menyebutkan, “Bagi manusia hal ini tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala sesuatu mungkin.”
Keselamatan adalah hal yang mustahil bagi manusia
Artinya, keselamatan adalah hal yang mustahil bagi kita manusia. Tapi bagi Tuhan itu mungkin, karena Ia telah menjadi jalan, kebenaran dan hidup bagi kita. Dia telah memberi diri-Nya sebagai yang disediakan Tuhan bagi kita semua. Dia mau dan rela menjadi korban bagi kita, menderita dan mati ketika semua murka Tuhan dilimpahkan atas diri-Nya seperti kepada dosa itu sendiri. Dia menggantikan kita supaya kita jangan binasa! Suatu korban yang sempurna untuk penebusan jiwa kita yang penuh cacat dosa ini. Coba pikirkan jika Tuhan tidak bersedia mati bagi kita? Jika Ia tidak mau? Karena pertanyaannya, adakah manusia yang bisa menebus yang lain? Jikalaupun ada, maukah orang itu melakukannya? Mungkin ada yang mau mati bagi orang baik, tapi siapa yang mau gantikan orang yang bersalah.
Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan bukanlah diberikan lebih dahulu atau terutama untuk mengenyangkan perut yang lapar, atau bahkan untuk menolong mereka yang susah. Bahkan bukan untuk mendatangkan barang-barang mahal yang tidak mungkin itu bagi kita. Demikian nama Tuhan, Jehovah Jireh dan El-Shaddai, keduanya diberikan bukan untuk memenuhi kebutuhan kita atau bahkan memuaskan keinginan daging akan segala perkara materi dan dunia ini. Kita menjadi sangat naif dan dengan pongahnya kita selalu berseru bahwa bagi Tuhan tidak ada yang mustahil. Kita bahkan klaim bahwa Dia adalah Jehovah Jireh ketika kita meminta rumah yang lebih besar, mobil yang lebih bagus! Kita memakai Tuhan hanya untuk kepentingan pribadi kita untuk memuaskan keinginan-keinginan daging semata dan bukan Tuhan! Nama Tuhan kita serukan untuk yang sia-sia!
Tuhan menyediakan
Coba bayangkan waktu Ishak bertanya pada Abraham ayahnya, dimana korban itu? Abraham menjawab, Tuhan akan menyediakan. Kejadian 22:7-8. Mungkin Ishak juga bertanya, jika demikian gimana? Dari mana binatang korban itu akan datang, siapa yang akan bawa? Abraham juga mungkin membalasnya, percaya saja, bagi Tuhan tidak ada yang mustahil. Namun ketika segala sesuatu sudah siap: mereka sudah diatas gunung Moria, mezbah sudah berdiri, kayu api telah diletakkan dengan baik dan rapi diatas mezbah, apinya sudah siap, pisau sembelihan itu telah tersedia. Ishak mungkin bertanya sekali lagi, Bapa, semua sudah siap. Tapi mana hewan kurban itu? Belum ada yang datang membawanya. Abraham berbalik padanya dan meminta kedua tangan Ishak untuk diikat. Seperti hewan korban Ishak pun menemukan dirinya diikat oleh ayahnya sendiri dan dibaringkan diatas mezbah. Sekarang ia sadar sepenuhnya, ialah hewan korban hari itu. Tidak heran tidak ada binatang yang dibawa ayahnya ke atas gunung ini kecuali dirinya. Yang menarik dalam Kejadian pasal 22 ini, tidak ada satupun ayat yang menyebutkan bahwa Ishak menangis lalu berontak, bahkan lari dari Abraham. Seakan-akan ia dengan pasrah memberi dirinya saja, taat pada kehendak ayahnya dan Allah Bapa di Surga. Ia memberi diri sebagai korban yang disediakan Tuhan!
Bagi Ishak, Matius 16:24-25 digenapi. Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.
Dalam kisah Abraham di Kejadian 22 ini, banyak dari kita hanya melihat pengorbanan seorang ayah dan ketaatan seorang hamba Tuhan kepada Allah. Jarang kita bisa melihat kerelaan dan pengorbanan Ishak sendiri diatas mezbah ini. Sebuah ketaatan sejati sebagai anak, seperti Yesus yang taat sampai mati di kayu Salib. Filipi 2:8. Dalam kisah Yesus yang menderita dan mati, disini kita kemudian melihat keseimbangan kisah Abraham ini. Pengorbanan Yesus (sebagai Anak) begitu nyata sampai kita (hampir) tidak melihat pengorbanan Bapa di Surga. Ya, bukan cuma Abraham yang berkorban, Ishak juga. Bukan cuma Yesus sebagai Tuhan Anak, tapi Allah Bapa pun rela berkorban memberi Anak-Nya yang tunggal untuk kita semua. Coba bayangkan jika salah satu dari mereka tidak mau, tidak rela.
Tapi tidak bagi Tuhan, Dia (pasti) menyediakan
Itu sebabnya Tuhan berkata, bagi manusia ini mustahil tapi tidak bagi Tuhan. Karena Dia adalah Tuhan yang (pasti) menyediakan bagi kita, korban keselamatan yaitu Diri-Nya sendiri.
Ketika kita memahami semuanya ini, kita akan menemukan hal-hal berikut ini. Pertama kita bisa melihat bagaimana Tuhan menyelesaikan dosa-dosa kita diatas kayu Salib. Ia mati menjadi korban bagi kita, dan bangkit menjadi kebenaran bagi kita. Ketika dosa diselesaikan: diampuni dengan korban Diri-Nya, jiwa kita ditebus oleh-Nya dalam kematian dan kebangkitan-Nya, kita akan menemukan bahwa semua masalah-masalah berikut: kesusahan, sakit-penyakit, kemiskinan, bencana dan segala macam yang lain akan ikut terselesaikan sebab asal usul dan akar permasalahan semuanya itu telah diselesaikan Tuhan dikayu salib.
Kedua, segala macam kesusahan, sakit-penyakit, kemiskinan, bencana didunia ini akan diubah Tuhan menjadi hamba-hamba-Nya yang akan membawa kita lebih dekat pada-Nya. Bukankah setiap langkah kita kita diatur oleh-Nya? Mazmur 37:23. Dan Dia adalah Tuhan bekerja melalui segala sesuatu, Roma 8:28. Ya, Tuhan mengatur semua-Nya bukan untuk mendatangkan kecelakaan tapi untuk membawa masa depan yang penuh harapan, masa depan yang gilang-gemilang, Yeremia 29:11. Semuanya akan dipakai Tuhan dalam cara-Nya yang ajaib untuk membawa kita mengenal Dia dan menyatakan Kerajaan-Nya yang tidak tergoyahkan dibumi ini. Tidak tergoyahkan karena iman kita yang teguh berdiri ditengah-tengah badai yang hebat berkecamuk disekitar kita. Bukankah hidup kita didalam Dia adalah kesaksian yang mengalahkan si jahat dalam Wahyu 12:11. Disini kita akan melihat bagaimana Ia yang telah menyediakan itu, Jehovah Jireh, menjadi nyata, menjadi kesaksian hidup bagaimana Tuhan akan dan telah menyediakan. Kita akan melihat bagaimana umat yang mengenal Allahnya akan tetap kuat dan akan bertindak, Daniel 11:32b. Sebab tidak ada yang mustahil bagi mereka yang percaya pada-Nya, Markus 9:23.
21 April 2020,
Arnold Sigik.
ARIS PRASETYO
Inspiratif dan membangun iman supaya saling menguhkan lewat kisah bapa Abraham dan Ishak (anak mempercayai bapak, bapak mpercayai anak dan elohim),,,,,mungkin bisa diperbanyak dg kisah yg lain dan bisa di-share ke orang yg beriman kepada Tuhan Yesus Kristus,,, Tdk lupa terima kasih.
ALe
Selama kita tidak me-muarakan diri kita pada Tuhan Yesus maka apapun akan selalu kita lihat berdasarkan kepentingan kita. Memang betul bahwa kisah Abraham mengorbankan Ishak tidak hanya tentang kerelaan Abraham tapi juga kerelaan Ishak. Luar biasa! Terimakasih untuk membagi hal ini.