Kita semua berbahagia, bersukaria, bersorak penuh gegap gempita, ketika kita berada di puncak gunung. Ketika kita berhasil meraih prestasi yang gilang gemilang, ketika kita akhirnya menjadi kaya raya dalam hal materi dan harta, ketika kita berhasil sampai pada posisi tertinggi. Kita pasti merayakan keberhasilan ini, berbangga atas pencapaian yang luarbiasa. Apalagi karena kita tahu bagaimana beratnya untuk mencapai semua kesuksesan itu, betapa banyaknya pengorbanan yang kita buat karenanya. Kita semua sangat menginginkan mencapai puncak kehidupan!
Tapi tahukah anda bahwa ada pengalaman yang jauh lebih berharga daripada berada di puncak? Ada pengalaman yang jauh lebih mengesankan daripada semuanya itu. Dalam Mazmur 23 yang terkenal itu, Daud tidak menyinggung sama sekali tentang berada di puncak gunung. Dalam ayat 4, ia justru menyebutkan tentang berjalan dalam “lembah kekelaman.” Suatu pengalaman yang bukan berada di puncak gunung, tapi justru dalam lembah.
1 Raja-raja 20:23-34
Dalam kitab 1 Raja-raja 20:23-34, ayat 28 berkata demikian,
Maka tampillah abdi Allah dan berkata kepada raja Israel: ”Beginilah firman TUHAN: Oleh karena orang Aram itu telah berkata: TUHAN ialah allah gunung dan bukan allah dataran, maka Aku akan menyerahkan seluruh tentara yang besar itu ke dalam tanganmu, supaya kamu tahu, bahwa Akulah TUHAN.”
Dalam terjemahan yang berbeda diayat ini, kata allah dataran, disebutkan sebagai allah atas lembah-lembah. Perkataan orang Aram yang dikutip oleh si abdi Allah, hamba TUHAN dalam ayat 28 tersebut terambil dari ayat 23,
Pegawai-pegawai raja Aram berkata kepadanya: ”Allah mereka ialah allah gunung; itulah sebabnya mereka lebih kuat dari pada kita. Tetapi apabila kita berperang melawan mereka di tanah rata, pastilah kita lebih kuat dari pada mereka.
Ayat-ayat berikutnya membuktikan perkataan si hamba TUHAN ini, ayat 29 dan 30,
Tujuh hari lamanya mereka berkemah berhadap-hadapan. Tetapi pada hari yang ketujuh mulailah pertempuran, dan pada SATU hari orang Israel menewaskan 100.000 orang berjalan kaki dari orang Aram itu. Orang-orang yang masih tinggal melarikan diri ke Afek, ke dalam kota, tetapi temboknya roboh menimpa 27.000 orang yang masih tinggal itu.
Kerajaan Aram sekarang mengalami kekalahan dari Kerajaan Israel ketika mereka berperang di tanah datar (ayat 29 & 30) bukan hanya ketika mereka dikalahkan di bukit-bukit tinggi (ayat 1 sampai 22). Mereka mengalami dahsyatnya TUHAN yang melawan mereka, baik di tanah tinggi, di gunung-gunung, maupun di tanah rendah, di dataran atau di lembah-lembah. Karena Dia adalah TUHAN atas gunung-gunung dan TUHAN atas dataran dan lembah-lembah.
TUHAN atas Gunung-gunung dan TUHAN atas Lembah
Lembah adalah tanah dikaki gunung, atau lebih tepatnya cekukan tanah diantara gunung-gunung. Jika cuma ada satu gunung di satu area yang luas, biasanya tanah dikaki gunung itu akan sangat luas dan disebut sebagai dataran, atau tanah datar. Namun jika ada banyak gunung atau bukit-bukit di satu area yang luas, maka area diantara gunung-gunung atau bukit-bukit itu akan berbentuk suatu cekukan dalam yang gelap. Ini adalah lembah atau lebih dikenal sebagai jurang.
Lembah sangatlah berbeda dengan puncak gunung. Puncak gunung, karena berada diatas, biasanya menerima semua cahaya matahari, terang benderang. Lembah, karena berada dibawah, didalam cekukan diantara dua sisi gunung, menerima cahaya matahari yang sangat sedikit. Gelap, bahkan sering serasa kelam. Tidak menarik dan tidak populer untuk dikunjungi. Puncak berada diatas, kita semua biasanya bergegas naik dan berjalan keatas. Kita tidak mau jatuh. Tapi lembah ada dibawah, kita harus jalan turun. Untuk mencapainya, kita “harus jatuh”, turun kebawah!
Puncak selalu dikonotasikan sebagai keberhasilan, kesuksesan. Lembah, sebaliknya adalah penderitaan, kerugian, bahkan kematian. Lembah kekelaman dalam Mazmur 23:4 adalah pengalaman kematian, atau paling tidak suatu pengalaman kehidupan yang serasa “hampir mati.” Ya, Mazmur 23 tidak menuliskan puncak keberhasilan Daud, Mazmur 23 justru menceritakan pengalaman Daud yang berjalan dalam lembah bersama TUHAN.
Daud
Daud adalah salah satu contoh yang luarbiasa dari karakter-karakter Alkitab yang mengalami “TUHAN atas lembah.” Mulai dari ketika dia ditolak orang tuanya (Mazmur 27:10), dibuang ke ladang ketika dia masih ingusan (anak-anak) untuk menggembalakan hanya 2-3 ekor domba dan lembu (1 Samuel 16:11, 17:28), bahkan saat itu dia sudah harus berhadapan dengan Singa dan Beruang (1 Samuel 17:34-36). Justru disinilah, ketika ia mengalami pengalaman lembah, dia menemukan TUHAN sebagai Gembala yang baik, Mazmur 23:1. Dia menuliskan aku tidak kekurangan apapun, karena Tuhan adalah Gembalaku. Seperti dia menjadi gembala kecil atas 2-3 ekor domba-dombanya, TUHAN sanggup memelihara dia dengan baik dalam kesendiriannya. Daud juga menemukan bahwa dalam usahanya menjaga keselamatan domba-dombanya yang sedikit itu dari terkaman Singa dan cakar Beruang, Tuhan telah menjadi keselamatan bagi dia, Tuhan telah memberi kemenangan atas lawan-lawannya ini yang jauh lebih besar dari dia.
Suatu pengalaman yang luarbiasa Daud pelajari dari TUHAN atas Lembah! Diterjemahan yang lain, bagian takkan kekurangan aku, punya arti aku tidak menginginkan yang lain lagi. Daud menemukan bahwa Tuhan sebagai Gembalanya telah menjadi segala yang diperlukannya. Tuhan CUKUP bagi Daud. Pengenalan Daud akan TUHAN dari pengalaman ketika dia “berada di lembah” membawa dia mengenal satu perkara ini, bahwa semua yang diperlukannya adalah TUHAN semata. Bukan yang lain, TUHAN cukup untuknya, Dia telah menjadi segalanya bagi Daud.
Yesus
Dalam hidup Tuhan Yesus ketika didunia selama 30-an tahun, ada hal-hal menarik yang seringkali kita gagal lihat dengan tepat. Yesus yang dikenal sebagai Hikmat Tuhan tidaklah mengejar semua gelar pendidikan pada jamannya. Yesus yang dikenal sebagai Anak Tuhan, tidak mengejar posisi yang tinggi dalam kekuasaan-Nya, juga tidak mengejar menjadi kaya sekalipun Bapa-Nya yang punya segalanya. Dia tidak berusaha menjadi berhasil atau mengejar kesuksesan seperti yang dikejar semua manusia. Bahkan jika kita membaca 4 Injil dengan seksama, kita bisa melihat bahwa yang Dia kejar adalah Salib itu. Salib yang Dia klaim sebagai kehendak Allah bagi-Nya.
Ya, terbalik dari semua yang diklaim anak-anak Tuhan dan pendeta-pendeta jaman sekarang ini. Kita mengklaim rumah besar dan mewah, mobil yang mahal, pesawat pribadi, harta yang berlimpah. Kita bahkan mengukur kerohanian kita dengan banyaknya harta kita. Makin banyak yang kita punya, kita merasa Tuhan makin berkenan dengan kita. “Saya yang diberkati adalah bukti karena saya telah menjadi rohani dan baik dihadapan-Nya”. Benarkah demikian? Mungkin kita gagal mengenal DIA sebagai TUHAN atas Lembah.
Filipi 2:5-6,
Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,
Yesus yang adalah TUHAN, setara dengan ALLAH BAPA, tidak menganggap kesetaraan-Nya ini sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Ayat 7. Kenapa kita yang hanyalah manusia biasa justru terbalik? Kita justru berusaha begitu rupa menjadi setara dengan DIA dalam kuasa, kekayaan dan hikmat?! Bukankah menjadi sama seperti Yesus adalah menjadi sama dalam karakter-Nya yang rendah hati dan lemah lembut itu? Mengapa kita sukar untuk merendahkan diri, mau mengambil “jalan turun, menuju lembah,” seperti Yesus yang menuju ke Salib?! Mengapa kita menolak jalan ini? Dan justru ketika Ia merendahkan kita, menguji hati kita, kita selalu berseru, kenapa Tuhan? Kenapa tidak, kan.
Bukankah menjadi serupa dengan Yesus, berarti kita harus belajar meninggalkan gengsi, harga diri, bahkan kesetaraan kita (dengan orang-orang “diatas” dimana Tuhan telah mengangkat kita), tidak memegang semua hal-hal itu dengan erat, tapi mau melepaskan semuanya, mengosongkan diri (merendahkan diri), belajar menjadi hamba, dan setia sampai akhir, paling tidak sampai tugas yang menuntut kerendahan hati itu selesai. Bukankah ini alasan mengapa Tuhan lebih memilih memproses kehidupan kita dari pada terburu-buru menjawab doa kita? Itu sebabnya kita menerima jawaban tidak dalam doa kita, atau paling tidak: tunggu!
Bunga bakung
Yang lebih menarik adalah perkataan Yesus sendiri dalam Matius 6:28-30,
Dan mengapa kamu kuatir akan pakaian? Perhatikanlah bunga bakung di ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal, namun Aku berkata kepadamu: Salomo dalam segala kemegahannya pun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu. Jadi jika demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya?
Coba perhatikan perkataan Tuhan ini, Perhatikanlah bunga bakung di ladang.. keindahan bunga ini mengalahkan Salomo dengan segala kemegahannya. Bunga dan rumput yang cuma ada dan hidup dalam sehari, besoknya sudah dibuang. Bunga bakung ini adalah bunga yang sama yang dimaksud dalam Kidung Agung 2:1-2,
Bunga mawar dari Saron aku, bunga bakung di lembah-lembah.
– Seperti bunga bakung di antara duri-duri, demikianlah manisku di antara gadis-gadis.
Ya, bunga bakung ini hanya ada di lembah! Bukan di puncak gunung. Tuhan rupanya menyimpan yang paling indah, yang jauh lebih bagus bahkan dari semua kemegahan Salomo, di dalam lembah. Di tempat yang gelap, kelam, dingin, bahkan cenderung menyeramkan, ada perkara yang paling indah disitu. Tuhan tidak menaruh yang paling indah ini, bunga bakung itu, di puncak gunung. Tidak untuk dipamerkan, dipertontonkan, diagung-agungkan pada semua orang. Tapi disembunyikan dan hanya ditunjukkan kepada mereka yang mau turun ke lembah.
Yusuf
Tidak mengherankan bahwa jalan yang dilalui oleh Yusuf sebelum naik menjadi orang kedua di Mesir, adalah selalu turun ke bawah. Sejak ia bermimpi, mendapatkan visi besar, hidupnya justru langsung dibuang ke dalam sumur. Secara fisik, dia menemukan dirinya dibawah tanah! Kejadian 37:23-24. Episode berikutnya, dia dijual kepada pedagang-pedagang Midian yang membawanya ke Mesir untuk diperjualbelikan sebagai budak. Statusnya berubah, bukan lagi orang bebas, bukan lagi anak emas, tapi justru budak!
Episode selanjutnya, dia difitnah oleh istri Potifar yang sebelumnya berusaha tidur dengan dia. Fitnah ini membuat dia menemukan dirinya sekali lagi dibawah tanah secara fisik, didalam penjara. Penjara dijaman itu ada dibawah tanah. Mungkin dia berpikir, ah seandainya saja saya mengikuti maunya perempuan itu? Atau, ah seandainya saja saya tidak menceritakan mimpi saya kepada saudara-saudara saya? Ah, seandainya begini.. , ah seandainya begitu.. .
Mungkin itu sebabnya begitu ada kesempatan “menyelamatkan diri”, atau kembali “naik keatas”, dia langsung memanfaatkannya. Kejadian 40:14-15,
Tetapi, ingatlah kepadaku, apabila keadaanmu telah baik nanti, tunjukkanlah terima kasihmu kepadaku dengan menceritakan hal ihwalku kepada Firaun dan tolonglah keluarkan aku dari rumah ini. Sebab aku dicuri diculik begitu saja dari negeri orang Ibrani dan di sini pun aku tidak pernah melakukan apa-apa yang menyebabkan aku layak dimasukkan ke dalam liang tutupan ini.”
Pertemuannya dengan Juru Minuman Firaun, Kejadian 40:3, sepertinya menjanjikan “jalan keatas” bagi Yusuf. Tapi seperti kebanyakan politikus yang kita kenal yang selalu suka lupa dengan janji-janji muluk mereka, Yusuf pun dilupakan bahkan sampai 2 tahun lamanya. Kejadian 40:23 & 41:1. Sekali lagi, Yusuf turun ke lembah!
Hanya ketika Firaun bermimpi, hidup Yusuf berubah dalam semalam.
Kalau kita perhatikan dengan seksama, tidak ada satu bagian dari usaha Yusuf yang berhasil untuk bisa membuat dirinya naik ke atas. Dia menjadi orang nomor 2 di Mesir, hanya 1 tingkat di bawah Firaun, bukan sama sekali karena usahanya sendiri. Cuma karena mimpi si Firaun, dia bukan hanya terlepas dari kesengsaraannya, tapi sekarang justru meroket naik begitu tinggi dimana dia mendapati dirinya pada posisi yang sangat tinggi diseluruh dunia saat itu! Ya, mimpi membuat dia terbuang, mimpi juga yang mengangkat dia.
Penyertaan Tuhan
Apa yang ditemukan Yusuf selama ini ketika ia berada “dibawah”, didalam lembah? Kejadian 39:2,
Tetapi TUHAN menyertai Yusuf, sehingga ia menjadi seorang yang selalu berhasil dalam pekerjaannya;
Penyertaan Tuhan, bunga bakung pertama bagi Yusuf. Karena penyertaan Tuhan ini, TUHAN membuat berhasil segala sesuatu yang dikerjakannya, ayat 3. Potifar menyaksikan perkara ini, Yusuf pun mendapat kasih tuannya, dan ia boleh melayani dia; kepada Yusuf diberikannya kuasa atas rumahnya dan segala miliknya diserahkannya pada kekuasaan Yusuf, ayat 4. Bahkan ketika Yusuf dipercaya begitu rupa oleh si Potifar, TUHAN memberkati rumah orang Mesir itu karena Yusuf, sehingga berkat TUHAN ada atas segala miliknya, baik yang di rumah maupun yang di ladang. Ayat 5.
Ketika Yusuf difitnah sampai dia dipenjara, penyertaan Tuhan ini makin luarbiasa! Pengalaman bunga bakung yang dilembah makin nyata bagi Yusuf. Kejadian 39:21,
Tetapi TUHAN menyertai Yusuf dan melimpahkan kasih setia-Nya kepadanya, dan membuat Yusuf kesayangan bagi kepala penjara itu.
Sekarang bukan sekedar bunga bakung penyertaan Tuhan, tapi bunga bakung kasih setia Tuhan melimpah atas Yusuf! Hal-hal ini yang ditemukan oleh Yusuf dalam perjalanannya melewati lembah, penyertaan Tuhan dan kasih setia-Nya yang nyata. Banyak kali kita perlu belajar untuk melepaskan segala sesuatunya dan berpegang hanya pada Tuhan satu-satunya. Dia adalah bunga bakung dari Saron, Kidung Agung 2:1.
Seperti Daud yang menemukan bahwa TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku!
Demikian Yesus juga, yang walaupun adalah TUHAN Anak sendiri, tidak menganggap kesetaraan-Nya dengan TUHAN Bapa sebagai sesuatu yang perlu dipertahankan, melainkan dilepaskan-Nya, dan mengosongkan diri-Nya sendiri menjadi manusia seperti yang lain, bahkan Ia turun sebagai seorang budak, bukan raja atau kaum bangsawan. Dan sebagai manusia rendah ini, Ia sekali lagi merendahkan diri-Nya dan taat kepada kehendak TUHAN Bapa sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib!
Ketika Dia sedang mengalami penyaliban-Nya, Dia tidak menyesali-Nya. Dia tidak mundur atau berubah pikiran sekalipun dalam ke-Tuhan-an-Nya, Dia mengetahui tidak semua manusia akan mau menerima pengorbanan-Nya. Dia tidak menyerah dengan “cepat mati saja”, Dia bertahan begitu rupa dan mau bertekun merasakan semua sakit yang harus diderita-Nya, mulai dengan penghinaan, dipukuli, diludahi, dicemeti, ditendang, ditelanjangi, dimahkotai duri, terus Dia masih mau disuruh memikul salib yang berat. Simon Kirene datang menolong Dia supaya Dia masih tetap bisa punya sisa tenaga disalib pada akhirnya. Ya, Dia tetap bertahan untuk merasakan paku-paku besar yang menembus tangan dan kakinya. Paku-paku yang menggantungnya tinggi di Salib itu.
Di puncak penyaliban-Nya ini, yang paling parah diderita-Nya bukanlah bahwa Ia harus mengalami semuanya sendirian karena semua murid-murid-Nya telah lari meninggalkan Dia. Tapi justru ketika Allah Bapa sendiri juga memalingkan wajah-Nya daripada-Nya. Ini satu level lebih rendah daripada apa yang dialami Yusuf dan Daud. Di kayu Salib itu, Yesus terpisah dari Bapa-Nya untuk sesaat. Itu sebabnya Ia berseru, Eli, Eli, lama sabakhtani? Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? Matius 27:46. Berkat yang sesungguhnya adalah ketika wajah TUHAN diarahkan, bersinar kepada kita, Bilangan 6:24-26. Jadi mengapa Bapa memalingkan Wajah-Nya dari Yesus di Salib? Karena Yesus yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.2 Korintus 5:21.
Ya, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat kepada kehendak TUHAN Bapa sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib! Dia mengambil jalan lembah, supaya Dia menjadi bunga bakung keselamatan, bunga bakung penebusan, bunga bakung pengampunan dosa semua manusia yang mau berbalik dan percaya pada-Nya, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.
Yesus adalah Bunga Mawar dari Saron dan TUHAN atas Lembah!
Jason
A very Great Story that brought from Bible that help US build our mindset