Yohanes 4:24, Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran.”
Ayat ini sangat terkenal sebagai ayat tentang penyembahan dalam dunia Ke-Kristen-an. Khususnya bagi aliran pentakosta yang mengklaim ayat ini sebagai petunjuk bahwa doa harus dikerjakan dengan berbahasa roh. Bahasa lidah yang diberikan Roh Tuhan ketika kita mengalami baptisan Roh Kudus, pertama kalinya. Tapi penyembahan itu sendiri punya arti lebih dalam dari sekedar bagaimana melakukannya secara teknis. Kita takut membahasnya lebih jauh karena tidak mau menyinggung banyak orang yang sebenarnya tidak menyembah Tuhan sungguh-sungguh.
Yesus berkata dalam Matius 15:8, Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Tuhan mengutip perkataan Nabi Yesaya dalam pasal 29:13, Dan Tuhan telah berfirman: “Oleh karena bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku, dan ibadahnya kepada-Ku hanyalah perintah manusia yang dihafalkan. Persis seperti yang kita mengerti dengan benar bahwa ibadah dan penyembahan kita sama sekali tidak berarti jika hati kita jauh dari pada-Nya. Tapi kita tetap melakukannya dengan berpikir bahwa Tuhan seperti manusia bisa dibohongi dengan tindakan lahiriah kita.
Penyembahan dari hati.
Penyembahan harus berasal dari hati. Dari dalam roh kita sendiri, dari manusia batin kita penyembahan itu harus keluar. Bukan sekedar mulut kita yang bernyanyi dan badan kita yang bergoyang untuk Dia. Cuma karena yang tahu bagaimana hati kita adalah kita sendiri dan Tuhan, tidak ada yang lain, maka kita dengan mudahnya berbohong kepada yang lain lewat tindakan kita diluar. Penyembahan harus berasal dari hati, Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran. Ini yang seharusnya ditekankan pertama kali ketika membahas ayat ini, Yohanes 4:24, bukan secara teknis bagaimana dengan bahasa roh kita menyembah Dia. Dalam roh dan kebenaran, bahwa dari hati kita penyembahan itu harus lahir.
Apakah kita mengasihi Tuhan, sungguh-sungguh? Coba pikirkan pertanyaan ini. Pikirkan tentang hubungan kita dengan sesama kita, apakah itu telah merefleksikan kasih kita kepada Tuhan? Jika tidak, bagaimana mungkin kita bisa datang kepada Dia dan berkata, aku mengasihi Engkau, padahal hati kita penuh kemarahan dan kebencian kepada orang lain. Tuhan, itu semua gara-gara dia! Ada kepahitan dan hati yang tidak mau mengampuni. Ada kekesalan, bahkan cemburu yang bersembunyi di hati kita.
Di jaman Covid seperti sekarang, banyak yang keberatan beribadah online. Padahal ketika kita semua beribadah bersama secara live, banyak yang sibuk main hp, sibuk online. Lihat, betapa munafiknya diri kita. Kita selalu protes, seakan-akan kita lebih tahu padahal banyak dari kita hanya mencari dalih dan alasan. Protes kita hanya supaya yang lain tidak melihat kesalahan kita sendiri. Ketika gereja mulai buka kembali, kita justru malas kembali beribadah bersama. Tidakkah kita memahami kondisi hati kita yang jahat seperti ini? Bagaimana mungkin kemudian kita masih bisa menyembah Dia dalam roh dan kebenaran? Kalau kita pun masih melakukannya, kita sedang menyembah Dia dalam kemunafikan belaka. Kita harus berbalik kepada-Nya dan bertobat dari jalan-jalan kita yang salah.
Hanya untuk dilihat orang lain
Ada juga banyak yang beribadah hanya untuk dilihat orang lain. Di gereja, kita menjadi yang bernyanyi paling keras, mengangkat tangan paling tinggi, bahkan berseru Amin! paling keras ketika Firman Allah diberitakan. Tindakan yang seringkali lebih kedengaran sarkastik dan mengganggu ibadah yang berjalan, dari pada sungguh-sungguh menyatakan dukungan kepada kebenaran Firman Tuhan. Kita mau sekali orang tahu hey, lihat saya yang rohani ini! Padahal dirumah kita sendiri, dikala kita sendiri, kita tidak pernah mengambil waktu untuk mau berdoa sendiri. Kita lebih sibuk bermain hp, check FB dan Instagram, chat sana sini, dari pada mau duduk dikaki Tuhan sendiri. Ah, malas deh! Pikir kita. Tidak pernah kita bernyanyi begitu kerasnya seorang diri untuk Dia, apalagi mengangkat tangan tinggi-tinggi sendirian bagi Dia. Parahnya lagi, kita selalu meragukan Firman Tuhan dihidup kita sehari-hari. Apalagi ketika kesusahan menimpa kita, kita malah marah dan kesal kepada-Nya. Kita tidak bisa bersyukur pada-Nya dalam keadaan itu, dimana Amin! itu di gereja tadi? Pertanyaannya, itukah penyembahan yang kita sebut lahir dari roh dan kebenaran?
Belum lagi kita sering terjebak melihat ibadah dan penyembahan kita sebagai sekedar ritual yang harus dilakukan. Tidak peduli bagaimana keadaan hati kita dan banyaknya hal yang tidak beres dihidup kita, yang penting tadi saya sudah ke gereja. Kita pikir kita sudah write off (menghapus) semua dosa kita! Banyak dari kita yang tidak memahami apa arti ibadah, penyembahan dan bagaimana mengasihi Dia dengan sungguh-sungguh.
Perempuan Samaria
Dalam Yohanes 4, Tuhan tidak mengatakan ayat 24 ini kepada seorang yang suka ke gereja, atau bahkan seorang teologiawan seperti dalam satu pasal sebelumnya, kepada Nikodemus, seorang Farisi (Yohanes 3:1). Yesus mengucapkan perkataan-Nya (ayat 24) ini kepada seorang perempuan tidak baik-baik. Perempuan yang sedang hidup bersama, kumpul kebo, dengan laki-laki ke-6 setelah lima perkawinan sebelumnya gagal. Mungkin kita masih bisa mengerti jika ada orang yang menikah lagi, tapi jika sampai 5 kali bahkan 6 kali, kita akan sangat meragukan perempuan itu. Karena itu perempuan ini hanya berani keluar ke sumur itu disiang bolong (Yohanes 4:6) ketika tidak ada lagi orang mau kesitu. Lucunya, setelah beberapa percakapan dengan Tuhan lebih dahulu, dalam Yohanes 4:17 perempuan ini masih berusaha menggoda Tuhan dengan genitnya dengan berkata, aku tidak mempunyai suami. Seperti dia masih tetap mau membuka diri pada Laki-laki ke-7 yang sedang berdiri dihadapannya. Mungkin ia sedang terpesona dengan tawaran Tuhan akan air hidup, ayat 14. Tawaran yang bisa menolong dia untuk tidak repot lagi keluar rumah di siang bolong karena malu ketemu orang-orang lain, Yohanes 4:15.
Samaria
Seorang Yahudi biasanya tidak akan melintasi daerah Samaria (ayat 3) atau bahkan berbicara kepada seorang Samaria (ayat 9). Sebab Samaria telah menjadi bagian terpisah (ketika Rehobeam, anak Salomo, berkuasa) dari Kerajaan Israel bersatu dibawah pemerintahan raja Daud dan Salomo. Melalui Yerobeam (1 Raja-raja 12:20), raja pertama Kerajaan Israel (Utara) menjadikan Samaria sebagai salah satu kota pusat pemerintahannya, selain Sikhem dan Tirza.
Kerajaan Israel (Utara) yang terdiri dari 10 suku ini dikenal sebagai Rumah Yusuf. Efraim adalah suku Israel terbesar saat itu. Awalnya ia hanyalah anak ke-2 Yusuf tapi oleh Yakub ia diberkati menjadi lebih besar dari kakaknya Manasye, Kejadian 48:8-20. Kerajaan Yehuda (Israel selatan) hanya tinggal suku Yehuda bersama (suku) Benyamin sendiri. Keluarga Rahel, istri yang dicintai Yakub, akhirnya benar-benar terpecah. Yusuf dan Benyamin, 2 bersaudara kandung yang saling mengasihi, yang awalnya terpisah oleh drama keluarga dalam Kejadian 37 ketika Yusuf dibuang ke sumur dan dijual sebagai budak, sekarang terpecah menjadi 2 kerajaan yang bermusuhan. Suku Benyamin yang melahirkan Raja Saul berpihak pada keluarga dinasti Raja Daud, dari suku Yehuda.
Raja Yerobeam, raja pertama Kerajaan Israel (Utara) ini lalu membangun 2 pusat penyembahan baru bagi 10 suku Israel (1 Raja-raja 12:26-33) demi mencegah mereka datang ke Yerusalem untuk beribadah kepada Tuhan (YHWH). Penyembahan Kerajaan Israel (Utara) ini adalah penyembahan kepada lembu emas (1 Raja-raja 12:28), sama seperti yang dibuat Harun (Keluaran 32) ketika Musa ada diatas gunung Sinai selama 40 hari menerima 10 Perintah Allah. Dalam perkembangannya kemudian, ini menjadi agama Samaria sendiri. Mereka lalu memiliki kitab suci mereka, terjemahan dari 5 kitab Musa, dikenal sebagai Samaritan Pentateukh. Atau Kitab Taurat orang Samaria, yang beberapa bagiannya disesuaikan dengan kondisi mereka yang terpisah dari Yerusalem. Mereka bahkan memilih gunung Gerizim sebagai pusat penyembahan mereka, gunung berkat dalam Ulangan 28. Nenek moyang kami menyembah di atas gunung ini, Yohanes 4:20, kata perempuan ini.
Itu sebabnya secara politis, seorang Yahudi sama sekali tidak akan melintasi daerah Samaria ini. Mereka dengan sengaja akan mengambil jalan putar sekalipun jauh demi tidak melintasi daerah ini. Tapi Yesus, seorang Yahudi yang berbeda ini dengan sengaja melewatinya ketika Ia hendak kembali ke daerah Galilea. Tuhan hendak bertemu dan menyelamatkan bukan saja perempuan ini tapi banyak orang Samaria, Yohanes 4:39-42.
Dalam roh dan kebenaran
Yohanes 4:21-24, Kata Yesus kepadanya: “Percayalah kepada-Ku, hai perempuan, saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem. Kamu menyembah apa yang tidak kamu kenal, kami menyembah apa yang kami kenal, sebab keselamatan datang dari bangsa Yahudi. Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian. Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran.”
Dalam roh dan kebenaran sebenarnya punya pengertian sangat sederhana, dari hati kita, dari hati yang benar, tulus dan jujur. Dan ini dimulai dengan pertobatan, berbalik kepada-Nya dan menjadi percaya.
Diterjemahan Amplified, Yesus berkata bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan (hanya) di gunung ini dan bukan (hanya) juga di Yerusalem. Tuhan sedang berkata kepada perempuan ini bahwa saatnya akan tiba bahwa penyembahan kita akan ditentukan bukan oleh dari mana atau dimana kita menyembah. Penyembahan akan dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja. Tidak akan ada tempat ataupun waktu yang bisa membatasi penyembahan kita. Dan saat itu telah tiba, telah datang karena apa yang Tuhan Yesus telah kerjakan diatas kayu Salib bagi kita. Lewat kematian dan kebangkitan-Nya, Ia telah membuka jalan bagi kita, Matius 27:51.
Karena Tuhan itu Roh, pnuema, kata yang punya arti nafas, aliran udara, angin yang bertiup sepoi-sepoi, kita pun hanya bisa menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran. Menyembah Tuhan dalam roh dan kebenaran punya pengertian bahwa hidup kita harus dilahirkan kembali, Yohanes 3:5, dikuasai dan dipimpin oleh Roh Tuhan sendiri, Galatia 5:25.
Kita tidak akan bisa menyembah-Nya jika kita belum lahir baru sebab roh kita masih mati, belum dibangkitkan. Namun jika kita mau berbalik dan percaya pada-Nya, Yohanes 1:12-13, Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya; orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah. Mereka yang menerima-Nya, punya pengertian yang membuka hati untuk percaya, yang memberi tangan menyambut uluran tangan Tuhan, yang dengan rendah hati memberi diri dikuasai, dimiliki oleh Tuhan Yesus. Diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, punya pengertian mendapatkan hak, kuasa, kebebasan, menjadi tuan yang berkuasa penuh (tidak dibawah perhambaan lagi), dilahirkan kembali, lahir atau keluar dari pada-Nya, mengambil bagian daripada-Nya, mewarisi bagian Tuhan sendiri. Dengan kata lain, roh kita dilahirkan kembali, nafas Tuhan mengalir kembali dalam diri kita.
Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan. Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan. Roma 10:9-10.
Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya, Ibrani 4:16.
Penyembahan karena Salib
Jadi penyembahan itu adalah hati dan diri umat-Nya yang sujud menyembah dengan penuh ucapan syukur dan puji-pujian kepada Dia yang telah menebus kita semua dengan darah-Nya sendiri. Penyembahan adalah ucapan syukur atas segala karya Tuhan dikayu Salib bagi kita, Dia telah mati ganti kita dan bangkit menjadi kebenaran bagi kita. Coba pikirkan jika Ia menolak melakukan semuanya itu bagi kita. Bukankah kita semua ada sekarang karena karya Salib-Nya ini?
Satu hal sederhana, coba perhatikan kemajuan kehidupan manusia didunia ini. Dengan semua yang ada dan kita nikmati sekarang ini, bahkan tahun-tahun yang dihitung saat ini. Dikenal dalam singkatan AD dan BC atau CE atau BCE, di Indonesia dikenal sebagai SM dan M. AD atau Anno Domino punya arti In the Year of Our Lord, pada tahun Tuhan kita (lahir). Sekarang digantikan dengan CE dalam dunia sekuler, atau Common Era, jaman yang masuk akal, jaman yang logis dan benar, atau Masehi (M) di Indonesia. Demikian juga dan BC atau Before Christ, sebelum Kristus. Atau BCE, Before Common Era, sebelum jaman yang masuk akal, sebelum jaman yang logis dan benar, atau Sebelum Masehi (SM) di Indonesia. Jadi sekalipun istilahnya berbeda sekarang, tahun-tahun yang kita miliki mulai dihitung setelah kelahiran Kristus. Tahun sekarang ini harus tulis seperti ini, 2020 AD, atau 2020 CE, atau 2020 M di Indonesia.
Penyembahan adalah sepakat, setuju
Penyembahan itu juga punya pengertian bahwa kita mau dengan rendah kita setuju dengan apa yang Tuhan ijinkan terjadi dalam hidup kita. Ada banyak hal yang tidak bisa kita pilih didunia ini. Bukan sekedar dari keluarga mana kita lahir, tapi juga apa yang menimpa kita seringkali tidak bisa kita pilih. Tapi kita mengerti bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. Roma 8:28.
Setuju dalam perkara ini punya pengertian bahwa kita mau tetap mengucap syukur kepada Dia, tetap mau menaikkan puji-pujian dan penyembahan kita kepadanya terserah bagaimana keadaan dan situasi yang kita sedang lewati sekarang ini. Kita mengerti bahwa ini semua untuk kebaikan kita, for greater good, dan Tuhan kita bekerja melalui segala sesuatu. Dia tidak meninggalkan kita sendirian menghadapi semuanya. Jadi kita tidak memberontak, marah dan menolak Dia. Kita tidak menggerutu dan mengeluh lagi, tapi kita terus menyembah Dia.
Matius 7:7 bagian akhir berbunyi demikian, ketoklah maka pintu akan dibukakan. Mereka yang mengetok pintu yang tertutup biasanya paham akan perkara ini, mereka mau dan bisa menunggu. Doa itu seperti mengetok pintu, mereka yang dewasa didalam Tuhan tahu arti menunggu, tidak berusaha memburu-burui Tuhan. Mengerti bahwa waktu Tuhan lebih baik, saat-Nya lebih tepat bagi kita. Penyembahan adalah ucapan syukur dan puji-pujian yang terus naik kepada-Nya ketika kita menunggu ini, sebab kita tahu dan percaya bahwa waktu dan jalan-jalan-Nya lebih baik dari waktu dan jalan-jalan kita.
Penyembahan di kesendirian kita
Penyembahan juga adalah waktu-waktu dimana ketika kita sendirian ditempat-tempat tertentu, kita mau untuk datang kepada-Nya menaikkan ucapan syukur dan puji-pujian serta penyembahan kita untuk Dia. Ditengah-tengah segala kesibukan kita, kita mau meluangkan waktu untuk bisa berada bersama Dia. Seperti ketika kita sedang menyetir sendirian, pergi ke suatu tempat yang cukup jauh. Jangan sekedar memutar musik dikendaraan kita, tapi ambil waktu itu menyembah Tuhan disaat yang sama. Tentu kita tidak perlu tutup mata sebab kita sedang menyetir, kan. Bukankah penyembahan itu bukan masalah ritual fisik, tutup mata – lipat tangan – tunduk kepala? Penyembahan itu harus lahir dari hati yang menyembah Dia, mengucap syukur untuk segala sesuatu, dimana saja dan kapan saja.
Atau ketika kita sendirian dirumah, pasangan kita lagi sibuk bekerja (entah diluar atau online), anak-anak juga sedang sibuk belajar (entah disekolah atau online), mengapa kita tidak mengambil waktu duduk menyembah Dia? Bukankah dalam penyembahan itu, kita juga menyisipkan doa supaya pasangan kita diberkati dalam pekerjaannya dan anak-anak kita tertolong dalam study mereka? Di kala sendiri seperti ini, kita bisa belajar mengangkat tangan kita tinggi untuk Tuhan saja. Bukan lagi untuk dilihat orang lain, tapi lahir dari hati yang bersyukur, penuh kekaguman pada-Nya. Moment-moment seperti ini bisa menolong kita untuk fokus kepada-Nya ditengah-tengah penyembahan korporat (bersama) di ibadah-ibadah gereja. Mereka yang terbiasa sendiri dengan Dia ditempat tersembunyi, akan kuat untuk berdiri teguh ditengah dunia yang berkecamuk. Lagipula, siapa yang suka tinggal di kediaman rahasia Yang Maha Tinggi akan otomatis selalu ada dalam perlindungan Yang Maha Kuasa, Mazmur 91:1 (NIV).
Mazmur 91
Perhatikan Mazmur 91 ini, dijaman Covid seperti sekarang ini, pasal ini sangat terkenal. Khususnya ayat 6, terhadap penyakit sampar yang berjalan di dalam gelap, terhadap penyakit menular yang mengamuk di waktu petang. Masalahnya sekarang bagi mereka yang suka mengutip ayat ini, forward ke semua orang di WA, post di FB dan IG, adalah apakah dengan melakukan semuanya ini, mereka juga ikut terlindungi oleh Yang Maha Kuasa seperti yang disebutkan dalam ayat 1 itu? Apakah dengan ikut me-Like di FB dan IG atau forward kembali lagi di WA, kita semua bisa ikut mewarisi janji Tuhan yang melindungi itu atau tidak? Ayatnya berbunyi siapa yang mau berdiam sendirian ditempat rahasia Yang Maha Tinggi, ini punya pengertian mereka yang suka berdoa sendiri, suka meluangkan waktu dihadirat Tuhan sendirian. Media Sosial sama sekali jauh dari pengertian sendirian. Dan mereka yang suka nge-post di Medsos lebih punya sifat kepingin diketahui sama semua yang lain. Mengapa kita sukar untuk dikenal oleh Tuhan saja? Mengapa kita harus repot untuk selalu memperkenalkan diri kita ke semua orang? Why do we always busy to seek approval of others instead of God’s alone?
Penyembahan adalah doa yang naik dikala kita sendiri dengan Dia. Bukan tanpa maksud apa-apa ketika Tuhan Yesus berkata, Matius 6:6, Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu. Jika kita selalu harus ada di Media Sosial, mungkin kita punya masalah kejiwaan dengan identitas kita. Mungkin kita kekurangan kasih dari orang tua, dari ayah kita, kita selalu harus mencari perhatian (dan pengakuan) dari orang lain. Yang bisa menyembuhkan ini hanyalah hadirat Tuhan ditempat tersembunyi.
Penyembahan adalah mempelajari Firman Tuhan
Penyembahan adalah mempelajari Firman Tuhan. Mereka yang suka dengan Firman Tuhan, Yosua 1:8 dan Mazmur 1:2, akan menemukan diri mereka berbuah pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil (Mazmur 1:3). Orang Yunani belajar untuk menerima pengetahuan dan informasi, tapi orang Ibrani belajar untuk keubahan hidup. Dan mereka yang suka mempelajari Firman Tuhan akan mengalami ini. Pada akhirnya nama Tuhan akan dipermuliakan karena buah-buah kehidupan orang benar ini. Dengan demikian mempelajari Firman Tuhan, merenungkannya siang dan malam, adalah penyembahan kepada Dia.
Penyembahan adalah seluruh kehidupan kita yang penuh ucapan syukur dan puji-pujian kepada-Nya, senantiasa dinaikkan kepada-Nya pada segala waktu. Mazmur 150. Untuk segala perkara, PUJILAH DIA! Untuk karya-Nya dikayu salib, untuk kematian dan kebangkitan-Nya, dalam senang maupun duka, di puncak gunung ataupun dalam lembah, dalam segala perkara, SEMBAHLAH DIA!
Penyembahan adalah memprioritaskan Tuhan
Penyembahan adalah mendahulukan Dia dalam segala perkara. Tuhan menjadi nomor satu di hidup ini, bahkan menjadi yang utama dan satu-satunya. Kadang tanpa sengaja kita lebih mengidolakan yang lain dari pada Dia. Kita lebih punya waktu untuk yang lain, kita lebih memilih yang lain dari Dia. Pekerjaan seringkali mendapatkan tempat lebih utama daripada Dia. Ya, memang pekerjaan akan menghasilkan duit. Mereka yang suka berdoa suka diejek sebagai pengangguran, tidak berbuat apa-apa. Tapi mereka yang bekerja juga tahu bahwa tanpa doa, pekerjaan mereka tidak akan diberkati. Ataupun setelah pulang bekerja, kantong mereka bocor. Kenapa? Tuhan tidak menjadi nomor satu. Sangat berbahaya jika kita menjadi terlalu sibuk untuk tidak punya waktu bersekutu dengan Dia.
Kejadian 26:25 menyebutkan, sesudah itu Ishak mendirikan mezbah di situ dan memanggil nama TUHAN. Ia memasang kemahnya di situ, lalu hamba-hambanya menggali sumur di situ. Ada pola yang menarik dalam hidup Ishak disini, mezbahnya ada terlebih dahulu sebelum kemahnya disebut. Bahkan menggali sumur menjadi hal yang terakhir di ayat ini. Demikian seharusnya dihidup kita, mezbah – kemah – sumur, ibadah (penyembahan dan doa) adalah yang nomor satu, setelah itu keluarga kita (kemah, rumah) dan pekerjaan kita (menggali sumur). Jangan dibolak-balik, Tuhan harus nomor satu, baru keluarga kita dan pekerjaan adalah hal yang terakhir. Jangan menomorsatukan pekerjaan, mengorbankan Tuhan dan keluarga. Jangan berpikir, jika ada waktu baru saya cari Tuhan. Sebab jika seseorang mulai jatuh sakit karena pekerjaannya, waktu akan menjadi hal yang sangat langka bahkan untuk bekerja itu sendiri. Lagipula, penyesalan adalah sesuatu yang selalu sangat terlambat.
Kata penyembahan berhala, atau idolatry, berasal dari kata idol. Mengidolakan, punya pengertian menyukai, mengagumi bahkan menyembah. Dan apapun yang diidolakan melebihi Tuhan adalah penyembahan berhala. Salah satu kata idol ini sendiri dalam bahasa Ibrani ‘atsavim עצבימ yang berarti membawa duka, penderitaan dan rasa sakit hati. Ada kata Ibrani yang suka dipakai untuk memperingatkan orang Israel akan penyembahan berhala, kata itu adalah galilim, atau gilulim (galal dalam bentuk tunggal) yang berarti kotoran (fetish, tai) tapi juga sering diartikan sebagai idol. Kata ini suka dihubungkan dengan Beelzebub, dewa lalat. Karena kita semua mengerti bahwa lalat suka berkerumun di sampah dan kotoran. Tuhan harus nomor satu, jika ada yang lain itu hanya akan membawa duka, penderitaan dan rasa sakit. Seperti membawa kotoran masuk dalam rumah kita.
Di gereja
Jika kita berpikir bahwa puji-pujian dan penyembahan kita di gereja pada hari Minggu akan diterima-Nya dan menyenangkan Dia TAPI selama Senin sampai Sabtu, hati kita jauh dari Dia, tidak pernah punya waktu sendiri dengan Dia, tidak bisa bersyukur dalam keadaan down, tidak mau membaca dan merenungkan Firman-Nya, coba pikirkan kembali. Mungkin semuanya yang dihari Minggu itu hanyalah ritual agamawi yang membuat kita merasa benar dan rohani kembali saja. Kita tidak pernah sungguh-sungguh beribadah, menyembah Dia.
Matius 15:7-9, Hai orang-orang munafik! Benarlah nubuat Yesaya (29:13) tentang kamu: Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia.”
Mari kita berbalik dan bertobat kepada Dia dari segala jalan kita yang salah, dan mulai menyembah Dia yang adalah Roh dalam roh dan kebenaran.
Amin.
Leave a Reply