Matius 4:19-20, Yesus berkata kepada mereka: “Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia.” Lalu merekapun segera meninggalkan jalanya dan mengikuti Dia.
Photo above is courtesy of the Museum of Church History and Art, Walter Rane: "In Remembrance of Me"
Panggilan ini pertama kali diberikan kepada Simon dan Andreas, 2 nelayan yang lagi menebarkan jala mereka di danau (ayat 18). Mereka meninggalkan jala itu dan datang mengikut Tuhan. Demikian pula dengan Yakobus dan Yohanes yang meninggalkan perahu dan ayah mereka (ayat 22), Zebedeus, setelah merekapun dipanggil Tuhan kemudian dalam ayat 21. Menemukan panggilan Tuhan dihidup ini merupakan suatu hal yang sangat berharga, sebab melayani Dia adalah hal yang paling mulia yang bisa dikerjakan seorang manusia.
Tidak terbayang betapa terkejutnya mereka, 4 murid pertama yang dipanggil Tuhan, merasa senang dan sekaligus was-was. Senang karena menemukan Tuhan mau memilih mereka sekalipun mereka hanyalah nelayan biasa, masyarakat kecil. Tapi juga was-was melihat kepada ayah mereka yang harus mereka tinggalkan saat itu juga untuk menjawab panggilan Tuhan ini.
Menjadi murid Tuhan adalah suatu kehormatan besar, bisa mengikut Rabi muda ini yang penuh potensi kemana saja. Tapi baik Simon dan Andreas, maupun Yakobus dan Yohanes sadar sepenuhnya bahwa ada harga yang harus mereka bayar untuk mengikut Dia. Meninggalkan pekerjaan mereka, jala dan perahu mereka, bahkan ayah mereka. Harga yang tidak murah sebab mereka bukan sekedar anak kepada ayah mereka, tapi juga adalah suami serta ayah bagi keluarga mereka sendiri. Mereka harus meninggalkan jala dan perahu mereka, sumber pendapatan (keluarga) mereka untuk mengikut Tuhan dan mempercayakan kepada Tuhan untuk menolong mereka menyediakan bagi keluarga mereka. Alkitab menunjukkan mereka, tanpa ragu, meninggalkan semuanya mengikut Yesus yang kemudian jalan berkeliling di seluruh Galilea, ayat 23. Tidak lama setelah itu, orang banyak juga berbondong-bondong mengikuti Dia, ayat 25.
μαθητής dan תלמידים
Dalam bahasa asli Alkitab, murid atau disciple diterjemahkan dari kata ini, mathētḗs (μαθητής). Jangan salah diartikan dengan student, kata bahasa Inggris yang juga berarti murid dalam bahasa Indonesia, student adalah seseorang yang belajar dalam sebuah sekolah, seorang pelajar atau learner, pupil. Mathētḗs punya pengertian seperti ini, orang yang secara konstan diasosiasikan (atau dihubungkan, dikoneksikan) dengan seseorang yang memiliki reputasi pedagogis, jenis pembelajaran kehidupan (bukan gaya belajar didalam kelas), seorang murid atau penganut suatu aliran.
Mathētḗs sendiri dalam bahasa Ibrani disebut dengan kata ini, talmidim, תלמידים. Talmidim punya pengertian murid atau pengikut seorang guru agama, yang secara aktif bukan hanya mengikuti dan mempelajari ajaran sang guru, tapi juga terutama meniru kehidupannya. Jadi seorang murid, talmidim akan mengikuti gurunya kemana saja (yang disebut rabbi), hidup dengannya setiap hari.Karena ia seharusnya mencontoh, mengimitasi gaya hidup sang guru. Sehingga satu waktu, murid ini pun bisa punya talmidim sendiri dan meneruskan apa yang telah dipelajari sebelumnya, ajaran dan hidup gurunya. Karena itu menjadi murid Yesus punya pengertian bahwa kita tidak hanya akan mendengar, mempelajari ajaran-Nya tapi mengikuti, meniru dan mencontoh hidup Yesus didalam hidup kita juga.
Tapi dijaman sekarang ini, menjadi murid Yesus punya pengertian yang sama sekali berbeda. Kata murid yang kita mengerti adalah student, punya pengertian sebagai seorang pelajar yang duduk belajar dari seorang guru. Gaya ini menyebabkan banyak kali proses belajar menjadi sekadar perpindahan informasi. Ini menyebabkan kita lebih melihat contoh dari Maria, yang duduk dikaki Yesus untuk situasi kita sekarang dari pada semua murid yang lain. Menjadi murid Yesus dijaman sekarangpun, sangat diasosiasikan sebagai murid disuatu sekolah Alkitab, atau bahkan sesederhana murid disuatu sekolah pelayanan (school of ministry). Sepertinya harus ada meja, kursi, papan tulis, buku dan pena bahkan komputer notebook dengan guru yang mengajar didepan kelas, baru kemudian seseorang bisa disebutkan sebagai murid.
Ya, dijaman sekarang ini tidak bisa dipungkiri bahwa sistem belajar akan sangat melibatkan proses membaca (Alkitab), menyelidiki dan merenungkan Firman Tuhan. Tapi kita seharusnya juga memahami bahwa menjadi murid Yesus bukanlah sekedar duduk di bangku suatu sekolah Alkitab, tapi bagaimana kita bisa mengikuti, meniru dan mencontoh hidup Yesus didalam hidup kita. Sumber utama yang kita punya untuk meneladani hidup Yesus ini adalah Firman Tuhan (Alkitab) itu sendiri ditambah dengan contoh nyata kehidupan hamba-hamba Tuhan disekitar kita yang telah dipakai Tuhan memperkenalkan hidup Tuhan Yesus bagi kita. Memang banyak yang tidak sempurna dari mereka, tapi paling tidak ada Firman Tuhan yang bisa menjadi acuan kita.
Apa arti menjadi murid Tuhan?
Satu hal yang pasti dalam menjadi murid Tuhan disini adalah mereka yang dipanggil selalu harus meninggalkan situasi atau keadaan mereka saat menerima panggilan itu. Simon dan Andreas meninggalkan jala mereka (Matius 4:20), Yakobus dan Yohanes meninggalkan ayah dan perahu mereka (Matius 4:22). Matius meninggalkan posnya sebagai pemungut cukai, atau pajak (Matius 9:9). Alkitab tidak menyebutkan dengan lebih jelas dari mana situasi atau keadaan 7 murid lainnya yang dipanggil, Matius 10:1-4 dan Lukas 6:12-16. Yang jelas mereka semua meninggalkan sesuatu untuk mengikut Tuhan. Tapi kata meninggalkan dalam bahasa asli Matius 4:20 & 22 bukan hanya punya pengertian meninggalkan dibelakang atau mengesampingkan sesuatu tapi juga diutus, dikirim pergi kepada. Jadi kita yang dipanggil mengikut Dia seharusnya mengerti bahwa kita dipanggil bukan hanya untuk meninggalkan situasi lama kita tapi dipanggil untuk diutus membawa kabar baik.
Banyak mereka yang mengartikan kata meninggalkan sebagai meninggalkan pekerjaan mereka. Bukankah Simon dan Andreas, Yakobus dan Yohanes meninggalkan jala dan perahu mereka, Matius 4:20 & 22. Ya, jika kita pergi sekolah Alkitab secara penuh waktu memang biasanya kita harus meninggalkan pekerjaan kita. Apalagi jika kita diutus ke kota yang berbeda untuk melayani pekerjaan Tuhan disana, atau diutus ke daerah terkebelakang untuk merintis jemaat baru. Tapi sekarang ada banyak sekolah Alkitab malam, atau sekolah online, yang mana kita tidak perlu meninggalkan pekerjaan kita disiang hari. Bukankah Simon juga disuruh kembali memancing ikan demi membayar bea atau pajak Bait Suci? Matius 17:27, itu adalah suatu pekerjaan. Sekalipun itu hanya satu kali dan kerjaannya juga ringan, hanyalah memancing ikan. Paulus juga adalah seorang pembuat tenda disela-sela tugasnya menjadi pemberita Injil, Kisah Para Rasul 18:1-3; 20:33-35; Filipi 4:14-16.
Paruh waktu
Dijaman modern seperti sekarang, ada banyak pekerjaan yang tidak menyita semua waktu kita. Pekerjaan yang bisa dikerjakan disela-sela waktu pelayanan kita, pekerjaan paruh waktu. Juga mengerjakan suatu usaha, berbisnis sendiri dimana kita tidak bekerja sebagai pegawai untuk orang lain. Di pekerjaan-pekerjaan seperti ini, kita sendiri yang adalah bosnya.
Yang menjadi persoalan adalah tidak banyak dari kita yang bisa mengatur waktu dengan baik. Kurangnya fokus dan tidak punya prioritas seringkali menyebabkan Tuhan yang seharusnya menjadi nomor satu, kemudian turun menjadi nomor kesekian. Pekerjaan akhirnya tetap mendominasi semuanya. Juga disiplin merasa cukup bukanlah hal yang dimiliki semua orang. Banyak dari kita, ketika mulai merasakan enaknya apa yang uang bisa berikan untuk kita mulai mengurangi waktu-waktu pelayanan kita untuk Tuhan. Kita menganggap itu sebagai berkat dan kesempatan dari Tuhan, kita lupa bahwa semuanya itu adalah ujian apakah kita tetap memprioritaskan Tuhan diatas semuanya. Ujian berkat dan kelimpahan jauh lebih sukar dilalui dari pada ujian kesukaran dan kemiskinan.
Bukankah Paulus berkata, aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan. Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan. Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku. Filipi 4:11-13.
Dengan mudahnya kita bersaksi dengan mengutip ayat ini bahwa kita bisa menanggung segala perkara jika yang kita lalui adalah kekurangan dan kelaparan. Tapi jika yang dilalui adalah kelimpahan dan kekenyangan, maka kita pun dengan mudahnya jatuh dan meninggalkan Tuhan. Artinya, kita sebenarnya tidak bisa menanggung segala perkara. Kita tidak tahu bagaimana tetap setia jika semuanya baik, lancar dan melimpah. Kita tidak bisa tetap memprioritaskan Tuhan dan pelayanan kepada-Nya, sebagai nomor satu dan yang utama dalam hidup kita. Apalagi jika dalam pelayanan itu ada banyak kekecewaan yang harus kita alami, dengan mudahnya kita berpaling dari Dia. Patutkah kita disebut murid Tuhan, jika pekerjaan kita telah mengambil tempat-Nya sebagai yang utama dalam hidup kita?
Ya, jika pekerjaan itu menyebabkan kita meninggalkan Tuhan, meninggalkan waktu-waktu ibadah kita, menyebabkan kita tidak bisa lagi punya energi yang cukup untuk belajar Firman atau ikut sekolah malam, membuat kita tidak bisa lagi berkonsentrasi mengemban tugas dan tanggung jawab kita dalam mengerjakan pelayanan bagi Kerajaan Tuhan, maka pekerjaan itu seharusnya ditinggalkan.
Apa prioritas kita?
Tapi seringkali ujian menjadi murid Tuhan bukanlah sekedar bahwa kita harus meninggalkan pekerjaan kita. Ujian menjadi murid Tuhan justru datang ketika kita diperhadapkan dengan datangnya suatu kesempatan dalam pekerjaan kita yang mana kita tahu bisa menghasilkan uang banyak tapi bertabrakan dengan kesempatan melayani Tuhan yang sama sekali tidak menghasilkan apa-apa (apalagi jika ditambah dengan harusnya kita pergi melayani dengan orang yang tidak kita sukai). Akankah kita mencari pengganti kita bagi pelayanan itu? Ataukah kita dengan berani menolak berkat besar itu dalam pekerjaan kita? Keputusan kita akan menunjukkan apakah kita adalah murid-Nya atau bukan.
Meninggalkan sesuatu dibelakang, entah itu pekerjaan atau masa lalu, bukanlah sesuatu peristiwa yang akan terjadi cuma sekali. Meninggalkan adalah proses yang berulang seumur hidup kita. Kita mungkin bisa meninggalkan sesuatu satu kali waktu, tapi dilain kesempatan akan ada perkara lebih besar yang harus kita tinggalkan lagi demi membuktikan kepada-Nya bahwa kita akan tetap setia mengikut Dia dan panggilan-Nya. Ini akan terus berulang dan kita akan terus diuji dengan perkara yang lebih besar lagi. Keputusan dan kesetiaan kita akan menunjukkan seberapa besar pengikutan kita kepada-Nya, seberapa layak kita disebut murid-Nya.
Menjadi produktif
Tapi tidak bekerja menghasilkan uang bukanlah berarti saya pasti murid Tuhan. Meninggalkan pekerjaan untuk Yesus bukan berarti menjadi pengangguran, karena meninggalkan pekerjaan untuk Dia berarti kita harus pergi melayani menjadi berkat, diutus untuk Dia. Jadi jika ada banyak waktu luang, tidak melakukan apa-apa, kenapa kemudian anda tidak pergi bekerja? Bukankah Paulus juga bekerja sebagai pembuat tenda, tent-maker? Kisah Para Rasul 18:1-3; 20:33-35; Filipi 4:14-16. Kata full-time dan part-time, bukanlah sepenuhnya konsep Alkitab yang benar. Di jaman Perjanjian Lama, suku Lewi tidak boleh punya tanah untuk diolah, dikerjakan seperti 11 suku lainnya. Ini disebabkan karena seluruh waktu mereka didedikasikan untuk mengurusi Kemah Suci Musa, Kemah Puji-pujian Daud, Bait Suci Salomo. Pertanyaannya untuk kita adalah seperti ini, apakah urusan dan pekerjaan pelayanan kita dijaman sekarang ini telah menyita seluruh waktu kita sejak bangun pagi sampai larut malam? Telah menyita hari-hari kita begitu rupa? Jika iya, silahkan anda melayani Dia penuh waktu. Jika tidak, jika ada banyak waktu yang masih bisa dipakai untuk sesuatu yang produktif, seperti bekerja mencari uang, kenapa tidak?
Banyak dari kita yang cuma sibuk Sabtu dan Minggu untuk Tuhan. Kita praktis tidak berbuat apa-apa disiang hari sejak Senin sampai Jumat. Mengapa kita tidak pergi bekerja, memanfaatkan waktu luang kita untuk sesuatu yang berguna. Pekerjaan seperti driver untuk transportasi online, agen real-estate dan asuransi, pekerjaan multi-level. Bahkan dijaman sekarang ada banyak pekerjaan internet dan komputer yang bisa menghasilkan banyak uang tanpa menghabiskan banyak waktu. Atau punya usaha, bisnis sendiri. Ini bisa mengurangi beban tanggungan gereja atau jemaat terhadap kita. Kita pun akan lebih dihormati karena semuanya akan tahu bahwa kita mau bertanggung jawab menyediakan kebutuhan kita sendiri dan tidak sekedar meminta-minta.