Yohanes 4:46-54, Maka Yesus kembali lagi ke Kana di Galilea, di mana Ia membuat air menjadi anggur. Dan di Kapernaum ada seorang pegawai istana, anaknya sedang sakit. Ketika ia mendengar, bahwa Yesus telah datang dari Yudea ke Galilea, pergilah ia kepada-Nya lalu meminta, supaya Ia datang dan menyembuhkan anaknya, sebab anaknya itu hampir mati. Maka kata Yesus kepadanya: “Jika kamu tidak melihat tanda dan mujizat, kamu tidak percaya.” Pegawai istana itu berkata kepada-Nya: “Tuhan, datanglah sebelum anakku mati.” Kata Yesus kepadanya: “Pergilah, anakmu hidup!” Orang itu percaya akan perkataan yang dikatakan Yesus kepadanya, lalu pergi. Ketika ia masih di tengah jalan hamba-hambanya telah datang kepadanya dengan kabar, bahwa anaknya hidup. Ia bertanya kepada mereka pukul berapa anak itu mulai sembuh. Jawab mereka: “Kemarin siang pukul satu demamnya hilang.” Maka teringatlah ayah itu, bahwa pada saat itulah Yesus berkata kepadanya: “Anakmu hidup.” Lalu iapun percaya, ia dan seluruh keluarganya. Dan itulah tanda kedua yang dibuat Yesus ketika Ia pulang dari Yudea ke Galilea.
Ada 7 mujizat yang dipilih Yohanes untuk dituliskan dalam Injilnya. Sebab ia dengan sengaja hanya menuliskan mujizat-mujizat itu untuk menunjukkan ke-Tuhan-an dari Yesus Kristus. Ia mengerti bahwa tidak akan cukup semua kitab yang ada untuk menuliskan semuanya. Yohanes 21:25.
Yohanes 4 yang diatas mengisahkan mujizat ke-2 yang dibuat Tuhan ditempat yang sama di Kana, dimana mujizat pertama, air jadi anggur, Tuhan kerjakan. Dalam kisah ini, Tuhan bertemu dengan seorang pegawai Istana (terjemahan Indonesia) atau seorang bangsawan raja (a nobleman, terjemahan Inggris, KJV). Bangsawan ini datang dari Kapernaum untuk berjumpa dengan Yesus di Kana. Suatu jarak yang tidak pendek untuk ditempuh dengan berjalan kaki atau berkuda, 25-26 km. Ia datang meminta pertolongan Tuhan karena putranya yang sakit, sedang hampir mati.
Tapi respon Yesus ketika berjumpa dengan dia adalah seperti ini, Jika kamu tidak melihat tanda dan mujizat, kamu tidak percaya. Ayat 48. Banyak dari kita seperti pegawai Istana ini, sukar menjadi percaya kecuali kita melihat sendiri. Di satu sisi ini mungkin baik karena akan menolong kita tidak mudah tertipu oleh banyak orang tapi juga tidak dapat disangkali bahwa jika hal ini berurusan dengan Firman Tuhan, iman kita akan terhambat. Sebab kita tidak mau percaya kecuali kita melihatnya sendiri.
Namun tindakannya yang rela menempuh jarak yang cukup jauh demi bertemu dengan Tuhan menunjukkan bahwa bangsawan ini mempunyai persistensi, atau tekad dan kemauan yang kuat. Hal ini juga nyata dalam responnya yang seakan-akan mengacuhkan perkataan Tuhan dan tetap meminta-Nya untuk datang ke tempatnya berjumpa dengan anaknya yang hampir mati. Ayat 49, Tuhan, datanglah sebelum anakku mati.
Ayat 50 menyebutkan jawab Yesus, Pergilah, anakmu hidup! Suatu perkataan yang sederhana dan serasa mentah, bahkan sama sekali tanpa kata-kata anakmu sudah sembuh. Bangsawan ini justru percaya, dengan sepenuh hatinya, dan segera beranjak pergi. Ajaib, ia datang dalam keadaan terdesak, dengan tekad yang kuat. Dengan harapan bahwa Tuhan akan datang bersama dia ke rumahnya di Kapernaum. Tapi justru kemudian segera pulang sesaat setelah menerima perkataan Tuhan dengan penuh percaya. Mungkin ia sendiri terperanjat mendengar teguran Tuhan pertama kalinya ketika mereka berjumpa. Mungkin karena hal itu, ia tidak mau mengulang kesalahan yang sama. Sebagai seorang yang berada di istana ia mengerti akan arti otoritas, jika suatu perintah dari seorang yang diatas diberikan, tidak perlu diulangi, perintah itu harus dikerjakan dan perintah itu pasti sudah terlaksana. Apalagi jika yang memerintah bukan sekedar yang diatas, tapi sang raja sendiri penguasa istana yang dilayaninya. Rupanya si bangsawan sadar dengan Siapa ia bertemu, Sang Raja segala raja yang memberinya perintah sederhana, Pergilah, anakmu hidup!
Ayat 51 menyebutkan bahwa ditengah jalan ia ditemui hambanya yang menyebutkan bahwa anaknya sudah sembuh. Sepertinya bangsawan ini tidak terkejut dengan berita baik tersebut, ia malah menanyakan jam berapa anaknya menjadi sembuh. Jam 1 siang kemarin, kata hambanya di ayat 52. Yang menarik adalah dia bergegas pergi menjumpai Tuhan di Kana dari Kapernaum, tapi ketika ia pulang ia tidak tergesa-gesa lagi. Dari kisah ini, ia rupanya mengambil waktu beristirahat semalaman sebelum melanjutkan perjalanannya. Kisah ini kemudian berakhir dengan iman yang tercipta didalam dirinya dan seluruh keluarganya.
Kisah Para Rasul 16:31, Jawab mereka: “Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu.”
Iman itu adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Ibrani 11:1. Dan iman itu bukan sekedar dimulut, tapi dari hati. Mulut hanya memberi pengakuan, tapi jika tindakan kita berbeda dengan perkataan mulut kita, ini menunjukkan kita tidak percaya. Mulut kita hanya berbohong, menyatakan suatu pengakuan yang bukan dari hati tapi untuk menyenangkan yang mendengarkan.
Lanjut baca...
Roma 10:10, Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan.
Yakobus 2:26b, iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati.
Kita semua harus belajar sungguh-sungguh untuk menjadi percaya, dari hati, keluar dalam pengakuan mulut kita dan nyata dalam tindakan kita. Itu iman. Sekalipun, kita belum melihat hasilnya! Banyak kali kita menuntut hasil lebih dulu, atau paling tidak jawaban untuk semua pertanyaan kita. Mungkin memang tidak salah untuk bertanya-tanya akan apa maksud dan rencana Tuhan, tapi jangan membiarkan pertanyaan kita justru menghentikan tindakan iman kita. Karena jika demikian, nyata bahwa pertanyaan-pertanyaan kita lahir dari hati yang tidak percaya, bukan sekedar ingin tahu. Tuhan pasti mau menjawab semua pertanyaan kita, namun seringkali Ia hanya akan menjawab disepanjang perjalanan iman kita, bukan sebelum memulai perjalanan itu. Atau bahkan mungkin Ia baru akan membuat kita mengerti diakhir perjalanan iman itu. Lakukan dulu, biar Tuhan menuntun kita!
Si bangsawan datang dengan hati yang tidak percaya, ia mau Tuhan balik bersama dengan dia. Tapi ketika ia ditegur Tuhan, ia pun sadar akan hatinya yang kurang atau bahkan tidak percaya. Namun karena tekad yang kuat, ia menerima apa yang diperlukannya: Suara Tuhan. Atau Firman yang keluar dari mulut Yesus sendiri. Bagi dia ini sudah cukup untuk melihat kuasa Tuhan yang akan dan pasti bekerja menyembuhkan anaknya. Ia pun berangkat pulang tanpa bertanya-tanya lagi, tanpa meragukan perkataan Firman ini. Dan perkataan Tuhan terbukti dengan jawaban hambanya yang menemui dia bahwa anaknya sembuh di jam yang sama ketika Tuhan berfirman baginya, Pergilah, anakmu hidup!
Namun iman itu tidaklah sesederhana mempercayai Tuhan sanggup. Iman juga mengerti waktu Tuhan akan kapan Ia bertindak. Dalam terjemahan KJV, terjemahan yang sangat mirip dengan bahasa asli Alkitab, jam 1 siang kemarin dituliskan sebagai jam ketujuh di hari kemarin. Dalam tradisi Yahudi di jaman Tuhan, jam 1 mulai dihitung dari jam 6 pagi waktu sekarang ini. Jadi jam 7 bagi orang Yahudi dijaman Tuhan adalah jam 1 siang. Tapi seperti yang kita tahu, 7 punya pengertian sempurna, suatu angka yang menunjukkan Tuhan dan kehadiran-Nya. Anaknya sembuh di jam yang ke-7. Anaknya sembuh diwaktu yang sempurna, diwaktunya Tuhan.
Menemukan waktu Tuhan bukanlah hal yang mudah. Pengkhotbah 3 berkata bahwa untuk segala sesuatu ada waktunya, tapi jelas dalam ayat 11 dikatakan bahwa manusia tidak dapat menyelami hal itu. Tidak dapat mengerti pekerjaan Tuhan dari awal sampai akhir. Tapi ayat yang lebih baik untuk hal ini, justru didapat pada Pengkhotbah 9:11, ..waktu dan nasib dialami mereka semua. Terjemahan yang lebih tepat bukanlah kata nasib, tapi kesempatan (KJV).
Nasib itu takdir, a fate. Bahkan bukan berarti destiny. Jangan dibingungkan walau dua kata ini, fate dan destiny punya pengertian yang hampir sama. Ya, dua-duanya berarti tujuan akhir kehidupan, tapi fate diterima orang yang sudah pasif menghadapi pahitnya kenyataan hidup. Destiny adalah mereka yang percaya ada Tuhan yang campur tangan bagi tujuan dan rencana hidup mereka, dan Tuhan itu tidak meninggalkan mereka sendiri.
Kata nasib dalam Pengkhotbah 9:11, seharusnya diterjemahkan dengan kata kesempatan seperti dalam King James Version. Ya, kita semua punya waktu, 24 jam sehari 7 hari seminggu. Tidak ada yang punya kurang dan tidak ada yang punya lebih. Demikian juga dengan kesempatan, pasti dialami oleh kita semua. Pertanyaannya adalah bagaimana kita mempergunakan waktu 24 jam itu sebaik mungkin, mengadakan segala macam persiapan yang perlu, supaya ketika kesempatan pun datang, kita siap menghadapinya. Tapi jika kita tidak siap, jangan berkata kesempatannya tidak pernah muncul! Kesempatannya pasti datang, tapi tidak semua orang bersiap diri untuk itu.
Waktu Tuhan memang adalah sesuatu yang tidak terduga. Iman yang besar dapat menangkap waktu-Nya dengan tepat. Iman yang kecil sanggup membawa kita ke Surga, tapi iman yang besar bisa mendatangkan Surga kepada kita saat ini juga. Iman yang besar bisa memindahkan gunung, namun keraguan yang besar pasti akan menciptakan gunung tidak percaya yang tidak bisa dipindahkan lagi. Perhatikan bagaimana kita meresponi Firman Tuhan. Respon kita menentukan masa depan kita. Jangan bercerita akan masa depan jika kita tidak belajar berubah hari ini. Masa depan anda adalah hari ini yang anda sedang anda lalui sekarang.
Hanya Tuhan yang sanggup membuat kita bertemu dengan orang yang tepat, ditempat yang tepat dalam waktu yang tepat. Tapi bagaimana kita siap menerima kesempatan ini menentukan terobosan yang akan kita alami. Kesiapan kita mulai dibangun dari hati yang percaya, tanpa bertanya-tanya, akan Firman-Nya yang kita dengar. Bukankah iman itu timbul dari mendengarkan Firman Tuhan? Roma 10:17.
Disini pentingnya kita harus membaca Alkitab dengan suara cukup keras untuk didengar oleh telinga kita sendiri. Karena ini akan membangkitkan iman didalam kita. Jadi jangan sekedar membaca dalam hati, atau tanpa suara. Firman Tuhan perlu diucapkan untuk bekerja, menciptakan sesuatu dari tidak ada menjadi ada!
Orang yang percaya akan Firman-Nya, pertama-tama akan bisa menjadi tenang. Ibrani 4:3 berkata siapa yang percaya akan masuk masa perhentian. Seperti pegawai istana dalam Yohanes 4 ini, ketika ia telah menerima Firman Yesus ia tidak lagi tergesa-gesa seperti ketika ia datang kali pertama. Ia bisa pulang dengan tenang, lebih santai menuju rumahnya. Ia tidak menjadi terkejut dengan berita baik anaknya yang telah sembuh tapi penuh rasa ingin tahu akan kapan anak itu sembuh. Ia rupanya ingin membuktikan imannya nyata ketika Firman Tuhan dilepaskan baginya. Ini kemudian menjadi kesaksian yang membawa ia dan seluruh keluarganya menjadi percaya.
Pertanyaannya bukanlah kapan waktu Tuhan itu, tapi apakah kita percaya pada Firman-Nya itu saat dilepaskannya bagi kita. Sebab ketika Tuhan berfirman, Firman-Nya itu tidak akan kembali dengan sia-sia, tetapi akan terlaksana seperti apa yang telah di-Firmankan-Nya, dan akan berhasil dalam mengerjakan apa diucapkan-Nya. Yesaya 55:11.
Jadi kapan saat dilepaskannya Firman-Nya bagi kita?
Kapan kita terakhir duduk mendengarkan Dia berbicara pada kita? Kapan kita terakhir duduk dengan tenang membaca Firman-Nya. Jangan tunggu hamba-hamba-Nya menyampaikan Suara-Nya pada anda, ditangan anda ada buku Alkitab, (ada app Bible atau Alkitab di smartphone anda), Firman Tuhan yang selalu tersedia bagi kita 24 jam sehari dan 7 hari seminggu. Itu suara Tuhan bagi anda dan saya, bacalah!
Leave a Reply