Yohanes 5:1-9, Sesudah itu ada hari raya orang Yahudi, dan Yesus berangkat ke Yerusalem. Di Yerusalem dekat Pintu Gerbang Domba ada sebuah kolam, yang dalam bahasa Ibrani disebut Betesda; ada lima serambinya dan di serambi-serambi itu berbaring sejumlah besar orang sakit: orang-orang buta, orang-orang timpang dan orang-orang lumpuh, yang menantikan goncangan air kolam itu. Sebab sewaktu-waktu turun malaikat Tuhan ke kolam itu dan menggoncangkan air itu; barangsiapa yang terdahulu masuk ke dalamnya sesudah goncangan air itu, menjadi sembuh, apapun juga penyakitnya. Di situ ada seorang yang sudah tiga puluh delapan tahun lamanya sakit. Ketika Yesus melihat orang itu berbaring di situ dan karena Ia tahu, bahwa ia telah lama dalam keadaan itu, berkatalah Ia kepadanya: “Maukah engkau sembuh?” Jawab orang sakit itu kepada-Nya: “Tuhan, tidak ada orang yang menurunkan aku ke dalam kolam itu apabila airnya mulai goncang, dan sementara aku menuju ke kolam itu, orang lain sudah turun mendahului aku.” Kata Yesus kepadanya: “Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah.” Dan pada saat itu juga sembuhlah orang itu lalu ia mengangkat tilamnya dan berjalan. Tetapi hari itu hari Sabat.
Tidak semua mujizat Tuhan punya happy ending. Kisah di kolam Betesda ini salah satunya. Bahkan ini yang menjadi alasan kenapa orang Yahudi menganiaya (ayat 16) dan menyalibkan Tuhan pada akhirnya. Mereka tidak menyukai aturan dan adat istiadat mereka dilanggar sekalipun itu berarti ada orang yang ditolong dan disembuhkan Tuhan. Ya, kasih pada Tuhan bisa salah kaprah jika kasih pada sesama tidak nyata.
Pertanyaan Tuhan pada si sakit, maukah engkau sembuh? lahir dari hati yang penuh belas kasih padanya. Tuhan tahu ia telah menderita lama, ayat 6. 38 tahun (ayat 5), tepat se-lama orang Israel berputar-putar di padang gurun setelah mereka meninggalkan Kadesh-Barnea sampai di seberang sungai Zered, Ulangan 2:14. Sampai seluruh angkatan itu, yakni prajurit, habis binasa dari perkemahan.., kita tidak tahu apa yang telah mati dalam orang sakit ini dalam 38 tahun itu. Tidak bisa bergerak bebas, tidak bisa berjalan, lumpuh. Tubuhnya telah kaku. Ia hanya bisa merangkak dengan sikunya, perlahan. Kata yang dipakai dalam banyak terjemahan berbeda bukanlah sekedar lumpuh atau cacat, tapi invalid. Tubuhnya telah kaku, tidak bisa digerakkan.
Jawaban si sakit adalah tidak ada orang yang menolong dia untuk segera turun ke kolam itu ketika airnya mulai goncang. Dan jika ia mulai merangka kesitu, orang lain telah lebih dahulu loncat mendahului dia. Mungkin air kolam itu memang pernah digoncangkan oleh malaikat di waktu-waktu dulu yang sudah sangat lama berlalu, itu sebabnya ia berkata bahwa ada orang yang mendahului dia. Tapi karena banyaknya orang sakit yang berkumpul disitu, pastilah air kolam itu sudah lama tidak tergoncangkan lagi. Sekarang goncangan air kolam itu hanya tinggal cerita atau mungkin bahkan hanya menjadi suatu takhayul. 38 tahun lamanya si sakit terbaring disitu, ia pasti udah melihat segala macam yang terjadi disitu. Dan saking lamanya menunggu, matanya gagal melihat bahwa Tuhan si Penyembuh itu sekarang berdiri dihadapannya langsung. Banyak dari kita yang berharap sembuh gagal bertemu Tuhan hanya karena kita sangat ingin sembuh begitu rupa. Fokus kita hanyalah menjadi sembuh dan bukan lagi bertemu Tuhan (baru kemudian mengalami kesembuhan karena-Nya). Sakit penyakit adalah hamba Tuhan yang baik, karena merekalah kita seharusnya berbalik kepada Tuhan, bertobat dari segala kesalahan kita dan kembali kepada-Nya. Atau karena sakit penyakit, kita kemudian mengalami perjumpaan ilahi dengan-Nya yang sedang merendahkan kita dan menguji hati kita. Tapi kalau kemudian kita hanya berfokus pada menjadi sembuh, dan tidak perduli apa perlu kita berbalik kepada Tuhan, apa perlu kita merendahkan diri dan membiarkan Tuhan menguji kita, kita pasti akan kehilangan fokus yang sebenarnya. Kita akan kehilangan lawatan Tuhan karena sakit penyakit itu. Pada akhirnya kita justru akan rela berbuat apa saja demi menjadi sembuh, sekalipun itu berarti mengkhianati iman kita dan meninggalkan Tuhan pada akhirnya. Jika demikian pentingnya kesembuhan itu, siapakah yang sebenarnya disebut Tuhan dalam diri kita, Tuhan itu atau diri kita?
Sekali lagi, si sakit ini sekarang justru gagal melihat Tuhan yang menyembuhkan itu telah berdiri didepannya. Seharusnya ia membalas tatapan Tuhan yang penuh belas kasihan padanya dan berkata, ya aku ingin sembuh Tuhan! Bukan menunjuk kepada kolam dan berusaha menjelaskan apa yang telah terjadi padanya selama 38 tahun ini.
Perkataan Tuhan selanjutnya sesederhana, bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah! Seperti Ia memberi perintah bukan hanya kepada si sakit ini, tapi kepada tubuhnya untuk bangun kembali. Untuk bergerak, menjadi hidup kembali. Dan Alkitab bercerita kepada kita, seketika itu juga ia sembuh! Ia bangkit berdiri, membungkuk kembali, menggulung tikarnya dan berjalan. Suatu gerakan penuh, dari tidur-bangun-berdiri-jongkok diatas kedua tumitnya-menggulung tikar sambil maju sementara tetap jongkok-bangun kembali-dan berjalan! Gerakan dari orang sepertinya tidak pernah sakit dan lumpuh sebelumnya. Ia sekarang telah menjadi sembuh total.
Firman yang keluar dari mulut Yesus, melepaskan kuasa kesembuhan dan pemulihan atas tubuh yang telah invalid itu, yang telah lumpuh 38 tahun lamanya. Sekarang sembuh dan pulih, kembali sempurna.
Dalam ayat selanjutnya, ayat 14, Tuhan berkata, engkau telah sembuh; jangan berbuat dosa lagi, supaya padamu jangan terjadi yang lebih buruk. Tuhan memberi peringatan bahwa apa yang telah terjadi padanya, terjadi karena ada dosa yang pernah diperbuat orang ini. Tuhan mau dia tidak mengulang kesalahan yang sama lagi hanya karena tubuhnya sudah pulih kembali. Tuhan memperingatkan, supaya padamu jangan terjadi yang lebih buruk. Pertanyaannya, apa yang lebih buruk daripada menjadi lumpuh tidak bisa bergerak selama 38 tahun? Kematian kekal di api neraka? Ya, banyak dari kita tidak menyadari ini. Kematian tanpa Yesus adalah hal yang paling mengerikan yang bisa terjadi. Bukan karena virus. Kita akan terhilang untuk selamanya dalam api neraka yang sebenarnya tidak dipersiapkan untuk kita. Ya, untuk selamanya. Tuhan kejam? Mungkin justru kita yang tidak menghargai panggilan-Nya untuk kembali pada-Nya. Mari kita berbalik dari jalan-jalan kita yang jahat, kembali pada-Nya.
Lanjut baca...
Betesda atau juga disebut Bethesda, (dalam Ibrani, Beit-Hesed, atau Bethsaida, atau Bethsatha, atau Belzetha artinya Rumah Zaitun) dalam ayat 2, berarti Rumah Kemurahan, Rumah Kebaikan Kasih. Namun kata ini juga bisa berarti malu atau dipermalukan dalam bahasa Ibrani. Tepat untuk menggambarkan apa yang menjadi pemandangan ditempat ini. Tempat dimana orang seharusnya menerima kesembuhan jika ada malaikat yang turun menggoncangkan air kolam itu, ayat 4. Bagian ini ditambahkan dalam banyak manuscript Alkitab berbeda yang ada, dengan tujuan untuk menjelaskan apa yang dimaksudkan si sakit dalam ayat 7. Tapi karena malaikat itu (mungkin) sudah tidak pernah turun dalam waktu yang lama, maka rumah yang sebenarnya penuh kemurahan memberi pemandangan yang sangat tidak penuh dengan kemurahan. Betesda ini sekarang (saat itu) penuh dengan orang sakit: orang-orang buta, orang-orang timpang dan orang-orang lumpuh. Suatu pemandangan yang penuh kontradiksi. Kasihan.
Uniknya, Tuhan datang dan memilih hanya satu orang sakit untuk disembuhkan. Tidak kepada semua orang sakit ditempat itu, hanya kepada satu orang saja. Mengapa demikian? Mengapa Tuhan tidak menyembuhkan yang lain atau bahkan semuanya? Jawaban yang tepat mungkin tidak akan pernah ada, karena apa yang ditunjukkan Alkitab pada kita sebagai jawaban, banyak kali tidak bisa memuaskan kita. Ya, Tuhan itu berdaulat. Tuhan berhak memilih siapa yang akan dikasihi-Nya. Mazmur 4:3 berkata, TUHAN telah memilih bagi-Nya seorang yang dikasihi-Nya. Ayat ini menunjuk pada Daud, seseorang yang berkenan dihati Tuhan. Tuhan memilih dia menggantikan Raja Saul. Dalam Roma 9:13 dan Maleakhi 1:2-3 jelas Alkitab menunjukkan bahwa Tuhan memilih Yakub dan bukan Esau. Bahkan lebih jauh dalam Roma 9:15, Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah hati. Ya, hal ini tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati Allah. Roma 9:16.
Jadi apakah Tuhan pilih kasih? Ungkapan pilih kasih diberikan pada mereka yang memilih karena keuntungan-keuntungan balik yang diterima karena pilihan yang dibuat. Tapi tidak dengan Tuhan, sebab pilihan yang Dia buat seringkali tidak masuk akal kita manusia. Tuhan memilih Yakub namun seumur hidup Yakub hidupnya penuh dengan penderitaan, Kejadian 47:9. Mengapa demikian? Pilihan Tuhan padanya tidak membuat dia memilih dengan benar dalam banyak perkara. Yakub dikenal sebagai pembohong dan penipu, sebagian besar hidupnya penuh dengan pelarian, banyak penderitaan yang dialaminya karena pilihan-pilihan salah yang dibuatnya. Kejadian 27 dan 31, Daud pun demikian. Dia disebut sebagai yang hatinya berkenan di hadapan Tuhan, tapi dosanya sendiri lebih besar dari Raja Saul. Daud berzinah dengan Batsyeba dan membunuh Uria, 2 Samuel 11. Saul cuma tidak taat sepenuhnya kepada perintah Tuhan melalui Samuel ketika ia berperang melawan Raja Agag, 1 Samuel 15.
Kita memang selalu melihat dan menilai sekedar dari apa yang bisa kita lihat di mata kita, kita tidak bisa melihat lebih dalam atau lebih jauh bahkan. Dosa Saul yang kecil, cuma sedikit tidak taat dalam 1 Samuel 15 itu, punya implikasi atau ending yang sangat-sangat berbahaya dikemudian hari. Dalam kisah Ester, musuh Modekhai adalah Haman bin Hamedata, orang Agag. Ester 3:1. Haman ini adalah turunan dari Raja Agag itu. Seandainya Saul memang membunuh semuanya, seperti yang diperintahkan Samuel, mungkin keberadaan orang Yahudi di jaman Raja Ahasyweros tidak akan pernah terancam dan kitab Ester tidak pernah ada, dan juga perayaan Purim orang Yahudi tidak pernah dirayakan. Jadi memang tidak salah, jika Tuhan dalam keMaha-tahu-an-Nya memilih Daud dan bukan Saul.
Jadi mengapa Tuhan menyembuhkan hanya si sakit ini di Yohanes 5? Alkitab tidak mencatat apa yang terjadi padanya di masa depan. Tapi yang jelas kemudian kesembuhannya menjadi pertentangan kepada orang-orang Yahudi yang menganggapnya salah karena mengangkat atau memikul tilamnya, ya hari itu pas hari Sabat. Suatu hari dimana lampu pun tidak boleh dinyalakan, tindakan menyalakan lilin atau menekan tombol on listrik dianggap sebagai kerja. Tetapi Yesus berkata kepada mereka: “Jika seorang dari antara kamu mempunyai seekor domba dan domba itu terjatuh ke dalam lobang pada hari Sabat, tidakkah ia akan menangkapnya dan mengeluarkannya? Bukankah manusia jauh lebih berharga dari pada domba? Karena itu boleh berbuat baik pada hari Sabat.” Matius 11:11-12. Ya, kedatangan Tuhan tidak selamanya akan membawa damai. Ia akan membawa banyak pertentangan, ia akan membuat mereka yang buta melihat dan pada saat yang sama akan membutakan mereka yang melihat. Yohanes 9:1-7. Pertanyaannya, anda disisi yang mana?
Sama seperti air jadi anggur, mujizat anak si bangsawan, mujizat ini pun menunjukkan kuasa Yesus sebagai si Pencipta. Dengan Firman-Nya, jadilah terang. Lalu terang itu jadi, Kejadian 1:3. Dan dengan Firman-Nya, bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah, Yohanes 5:8. Tubuh si sakit yang sudah lumpuh, sudah invalid, dapat bergerak kembali sekarang. Menjadi hidup seperti sedia kala walau sudah lama mati, tidak bergerak, selama 38 tahun. Yohanes menyebutkan bahwa Ia lah Firman itu, Ia bersama-sama dengan Allah (Bapa) sejak awal mula dan Ia sendiri juga adalah Tuhan. Yohanes 1:1-2. Ayat 3 berbunyi, segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan. Termasuk oleh Dia, tubuh si sakit menjadi sembuh, hidup kembali. Ayat 4, karena dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia. Hidup-Nya itu nyata dalam si sakit.
Bagi Tuhan tidak ada yang mustahil, sebab Yesus tetap sama, kemarin, hari ini dan besok. Ibrani 13:8. Dia tetap Tuhan. Ucapkan Firman-Nya dalam hidup kita, biar kuasa-Nya dilepaskan dengan iman untuk menciptakan apa yang tidak ada menjadi ada.
Leave a Reply