Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus. Yohanes 17:3. Ayat ini menjadi pokok doa yang pertama Yesus naikkan kepada Allah Bapa dalam Yohanes 17. Tuhan mau kita mengenal Allah Bapa sebagai satu-satunya Allah yang benar dan mengenal Yesus Kristus yang Ia telah utus.
Dan ini adalah hidup yang kekal: [itu berarti] untuk mengetahui (memahami, mengenali, menjadi kenal siapa, dan mengerti) Engkau, satu-satunya Allah yang benar dan nyata, dan [demikian pula, sama seperti itu juga] untuk mengenal Dia, Yesus [sebagai] Kristus (Yang Diurapi, Mesias), kepada Engkau telah utus. Yohanes 17:3 Amplified.
Di terjemahan diatas, disimpulkan bahwa mengenal Dia bukan sekedar pada mengetahui Siapa Dia tapi lebih pada mengalami Dia sendiri. Mengenal dengan sekedar mengetahui hanya melibatkan informasi dan pengetahuan yang sampai pada otak kita. Tapi mengalami Dia menunjukkan bahwa kita mengenal Dia dari hati kita, bergaul karib dengan Dia dalam keseharian kita, dekat pada-Nya senantiasa. Bahkan mengenal dan mengalami Dia menunjukkan bahwa kita bukan hanya tahu siapa Dia, tapi berubah menjadi serupa dengan Dia. Suatu pengenalan yang dialami begitu rupa hingga menyebabkan kepribadian dan karakter kita menjadi sangat mirip dengan Dia. Ya, mengenal Dia tidak bisa dipisahkan dari menunjukkan Siapa Dia lewat hidup kita kepada orang lain. Mengenal Dia memiliki pengertian yang mengharuskan kita menjadi serupa dengan Dia. Coba perhatikan, apakah anda dan hidup anda seperti Dia, Yesus? Jika tidak, mungkin anda tidak mengenal Dia sama sekali.
Murid
Kata murid sendiri telah mengalami banyak perubahan. Murid sekarang lebih berarti sebagai seorang yang duduk dikelas belajar dari seorang guru yang mengajar didepan. Pengertian ini berasal dari filosofi Yunani akan apa arti proses belajar mengajar. Tapi dalam pengertian Ibrani, murid berarti seorang yang bukan hanya akan mempelajari semua pengetahuan dan informasi dari gurunya, tapi berubah menjadi seperti gurunya. Ya, talmidim punya pengertian bahwa seorang murid harus menjadi seperti gurunya dalam segala hal.
Ini kerepotan yang terjadi dijaman milenial seperti sekarang. Masyarakat modern sangat menghargai space atau ruang pribadi setiap orang. Kita tidak lagi hidup bercampur satu dengan yang lain. Tidak banyak lagi yang menerapkan hidup bersama. Kelas pemuridan di gereja lebih sangat mirip dengan kelas disekolah-sekolah sekuler. Bukan lagi mempelajari dan mengerjakan Firman Tuhan bersama-sama. Ya, masih bersama-sama tapi hanya seminggu sekali, satu-dua jam saja. Padahal pemuridan yang dikerjakan Yesus adalah mereka selalu bersama-sama, setiap saat. Dari bangun pagi sampai tidur kembali, hampir selama 3,5 tahun paling tidak. Mereka mengalami suka duka, senang susah bersama. Menghadapi tantangan dan tawa bersama. Murid-murid belajar langsung dari Yesus bukan sekedar mendengarkan pengajaran-Nya tapi melihat contoh hidup siapa Dia dalam keseharian mereka.
Jaman sekarang? Pemimpin mana yang mau dimonitori setiap saat? Setiap hari aja mereka nggak mau. Ya, kita sebagai pemimpin sangat merasa tidak nyaman kalau banyak orang-orang selalu ada disekitar kita. Entah mengapa, tapi banyak dari kita tidak menyukainya. Alasan kita: privacy, atau waktu keluarga itu penting. Ya disatu sisi mungkin itu benar. Tapi banyak kali lebih mungkin disebabkan oleh banyaknya ketidaksiapan kita sebagai pemimpin untuk terbuka begitu rupa, dilihat selalu dan senantiasa menjadi contoh dan teladan kepada banyak orang. Kenapa tidak siap? Mungkin banyak yang tersembunyi, tapi biar kita menjawabnya masing-masing.
Allah yang benar
Yang pertama dikenali disini dalam doa Yesus bagi kita semua adalah mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar. Mengenal Tuhan, Allah Bapa, satu-satunya Allah yang benar. Dia adalah yang benar, diterjemahan lainnya disebutkan mengenal Dia, Tuhan Kebenaran itu, The God of Truth.
Dia yang benar, Tuhan Kebenaran. Mengenal Dia sebagai yang benar, bahkan satu-satunya yang benar harus dimulai dengan mengenal bahwa kita semua berdosa dihadapan-Nya, Roma 3:23. Sukar melihat Dia sebagai yang benar, atau bahkan satu-satunya jika kita masih dan selalu merasa benar (sendiri). Dan ini sangat nyata biasanya ketika kita mengalami badai kehidupan. Kebanyakan dari kita akan berdoa dan berseru, kenapa Tuhan?! Seruan doa seperti ini lahir dari rasa benar didalam diri kita. Kita merasa sudah baik, paling tidak cukup baik untuk tidak pantas menerima penderitaan dan kesusahan dihidup ini. Orang baik biasanya dengan mudah menjadi orang sombong, kebaikan yang kita bangun dalam diri kita seringkali punya tujuan supaya kita terhindar dari bencana, masalah dan malapetaka. Hukum Karma dan Tabur Tuai, kan? Tapi ini telah menunjukkan banyak dari kita punya tujuan salah dalam hidup ini. Itu sebabnya, kenapa Tuhan?! selalu menjadi jeritan hati kita pertama-tama dalam menghadapi badai kehidupan. Kita merasa Tuhan tidak pantas memperlakukan kita seperti ini! Saya sudah jadi orang baikkan?! Nah, ini lahir dari keegoisan kita, merasa diri (paling) benar.
Merendahkan diri
Jika memang ada dosa dalam diri kita, mari kita akui jujur, mari kita berbalik dari jalan-jalan kita yang jahat. Berbalik kepada Tuhan, mengakui dosa kita dan Tuhan yang adil itu akan mengampuni kita. 1 Yohanes 1:9.
Namun jika kita menemukan bahwa memang tidak ada salah dalam diri kita, ya setelah evaluasi dan inspeksi yang benar dan jujur, mari kita tetap merendahkan diri kita dihadapan Dia. Tidak usah melawan, protes atau marah kepada Dia dengan berdoa, kenapa Tuhan?! Tapi seperti Ayub, TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN! Ayub 1:21. Bukankah Yesus sendiri telah berdoa supaya kita semua mengenal Engkau? Yohanes 17:3.
Ingatlah kepada seluruh perjalanan yang kaulakukan atas kehendak TUHAN, Allahmu, di padang gurun selama empat puluh tahun ini dengan maksud merendahkan hatimu dan mencobai engkau untuk mengetahui apa yang ada dalam hatimu, yakni, apakah engkau berpegang pada perintah-Nya atau tidak. Ulangan 8:2. Merendahkan hatimu, kata Firman Tuhan dalam Ulangan 8:2. Tapi kenapa lewat badai, badai yang menghancurkan begitu banyak dalam hidup kita. Tahukan anda bahwa siapa anda sebenarnya hanya akan nyata jika kita berada dalam tekanan kehidupan? Berapa banyak yang bisa menyadari siapa kita dari text-book? Tidak ada, harus melalui pengalaman kehidupan baru kemudian hati kita menjadi nyata bahkan kepada diri kita sendiri. Perhatikan ini, dengan maksud merendahkan hatimu dan mencobai engkau untuk mengetahui apa yang ada dalam hatimu, maukah kita?
Text-book
Tuhan sendiri sudah memberikan kita suatu text-book. Buku manual, buku pelajaran, buku petunjuk, buku acuan. Alkitab. Berapa dari kita telah membuka dan membacanya? Selesai? Atau hanya kita baca beberapa ayat, atau bahkan ayat-ayat yang kita sukai saja. Jangan-jangan pengakuan kita membaca Firman Tuhan hanya datang dari melihat dan membaca postingan orang lain di Facebook, Twitter dan Instagram. Kita berubah karenanya, kita alami Tuhan karenanya? Paling banyak kita memberi jempol icon saja. Itu bukan yang disebut tinggal didalam Firman-Nya, Yohanes 15:7. Atau bahkan mengalami Dia.
Jadi suka atau tidak, kita semua memerlukan badai menjadi kawan kita yang menolong kita dekat dengan Dia. Badai ini akan menolong kita mengenal Dia, mengenal Dia yang tidak akan pernah meninggalkan kita dan selalu menyertai kita. Tuhan akan berjalan bersama kita sampai badai itu kita lewati. Mari kita merendahkan diri kita, membiarkan Dia mengatur semuanya. Membiarkan Dia menuntun kita berjalan pada jalan-jalan-Nya. Sekalipun itu melewati jalan turun, jalan lembah. Lewat jalan lembah bayang-bayang maut sekalipun. Merendahkan diri punya pengertian bahwa kita setuju dan menerima dengan hati terbuka apa yang Dia putuskan kita hadapi, mempunyai hati yang ikhlas, sekalipun itu berarti ada banyak yang harus kita lepaskan dan ubah dalam hidup kita. Bukankah mengenal Dia berarti menjadi seperti Dia? Bahkan Paulus berkata, yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya, supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati. Filipi 3:10-11.
Hati yang setuju dengan Tuhan nyata dalam puji-pujian, penyembahan dan ucapan syukur. Mengeluh selalu menunjukkan perlawanan, pemberontakan. Bahkan mengeluh adalah pernyataan kepada Dia bahwa kita lebih tahu jalan hidup kita dari Dia yang adalah khalik langit dan bumi! Mengeluh adalah hati yang menolak merendahkan diri, bentuk terselubung dari kebenaran diri sendiri. Keangkuhan diri.
Tujuan hidup
Tapi memang banyak dari kita salah kaprah dengan hidup. Menjadi (orang) baik punya tujuan terselubung, menghindari bencana. Kita tunduk pada moral kehidupan, taat pada karma dan hukum tabur-tuai. Di satu sisi ini bagus sekali tapi banyak kali ini justru menjadi hal yang sangat menghalangi hubungan kita dengan Tuhan. Menjadi baik dengan tujuan menghindari bencana, atau supaya jangan susah, akan menciptakan hati yang angkuh dan suka menghakimi yang lain. Mengapa demikian? Karena ujung-ujung tujuan hidup seperti ini adalah aku, diri sendiri. Kapan segala sesuatu kembali hanya pada diri sendiri, kebenaran diri sendiri, hasilnya adalah dosa. Kita gagal mengenal Dia yang adalah satu-satunya Allah yang benar, Tuhan Kebenaran itu.
Tujuan hidup adalah mengenal Dia, bukan terhindar dari bencana. Percayalah Tuhan tidak menghendaki mencelakakan hidup kita, Tuhan pasti sedang membawa kita ke masa depan yang cerah dan penuh harapan. Yeremia 29:11. Tapi Dia akan memakai segala sesuatu, bekerja melalui segala sesuatu, Roma 8:28. Jika anda ingin menghindar bencana, perhatikan Yohanes 15:6. Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar. Itu bencana, kalau anda mengalaminya, mungkin anda perlu memperhatikan dengan benar bahwa mungkin anda tidak tinggal didalam Dia.
Namun tinggal didalam Dia tidak memberi jaminan bahwa tidak akan ada bencana atau tidak akan ada badai yang menimpa. Yohanes 15:2 berkata bahwa setiap ranting yang berbuah dibersihkan. Kata dibersihkan bukan berarti ranting atau carang pohon itu disiram air supaya bersih dari debu atau dilap supaya tidak ada kotoran padanya. Tapi di-pruning, (diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai dibersihkan), punya pengertian dipotong semua daunnya sehingga carang dan ranting itu menjadi gundul dan hanya kan memfokuskan semua nutrisi makanan dari akar dan batang mengalir untuk buah. Bayangkan sakitnya dibersihkan Tuhan, karena di-pruning akan melibatkan pengguntingan besar-besaran terhadap daun-daun kehidupan kita. Tapi yang jelas, buah kehidupan yang akan dihasilkan sangat bagus.
Jika kita tidak tinggal di dalam Dia, kita akan dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar! Namun jikalau kita tinggal di dalam Dia dan firman-Nya tinggal di dalam kita, dikatakan selanjutnya di ayat yang sama, kita boleh meminta apa saja yang kita kehendaki, dan kita akan menerimanya! Yohanes 15:6-7. Ya kita tentu suka pada meminta apa saja, tapi berapa dari kita tinggal didalam Dia dan Firman-Nya?
Mari punya tujuan hidup mengenal Dia dan bukan menghindari bencana.
Dibersihkan
Ketika tukang kebun anggur mulai membersihkan, mem-pruning, setiap carang yang berbuah, tujuannya adalah supaya carang itu menghasilkan buah yang lebih baik (kualitas) dan menghasilkan buah yang lebih banyak (kuantitas). Tindakan ini membuat carang atau ranting itu menjadi gundul dari semua hal yang tidak berguna, parasit atau jamur yang melekat dan bahkan dari semua daun-daun yang menghiasi ranting itu. Semuanya digunting, kecuali buahnya. Ya, seringkali kita berpikir bahwa ranting itu perlu banyak daun supaya kelihatan lebih menarik. Tapi tidak dengan si tukang kebun anggur itu, Dia tahu apa yang diperlukan oleh sebuah ranting.
Kita selalu melihat apa yang tampak diluar. Kita sangat memperhatikan penampilan dan assesoris kita. Kita bahkan menghabiskan waktu begitu lama berdandan dihadapan kaca. Kita takut kelihatan jelek didepan orang. Berapa dari kita berusaha memperbaiki hati kita dihadapan Firman Tuhan?
Ranting yang gundul sama sekali tidak menarik, tapi diperlukan supaya semua nutrisi makanan dari akar bisa langsung sampai ke buah-buah di ranting itu tanpa terbagi-bagi. Maukah kita melepaskan segala sesuatu yang menjadi beban dan dosa seperti dalam Ibrani 12:1? Jika tidak, Tuhan yang akan membersihkan kita, mem-pruning kita. Menggunting segala daun kita.
Harta
Yang menarik dalam kisah Ayub, yang pertama Tuhan gunting (pruning, bersihkan) melalui si iblis adalah harta kekayaan Ayub. Ayub 1:14-15, lembu sapi dan keledai-keledai betina. Ayat 16, kambing domba dan penjaga-penjaga. Ayat 17, unta. Baru anak-anak Ayub dalam ayat 18-19. Yang terakhir tentunya adalah diri Ayub sendiri, kesehatan (2:7-8) dan pernikahannya (2:9) Ya, harta dan materi dunia ini menjadi yang pertama Tuhan prune out dari dalam hidup kita. Lembu sapi, keledai-keledai betina, kambing domba, unta serta semua penjaga-penjaganya. Ia memiliki 7.000 ekor kambing domba, 3.000 ekor unta, 500 pasang lembu, 500 keledai betina dan budak-budak dalam jumlah yang sangat besar, sehingga orang itu adalah yang terkaya dari semua orang di sebelah timur. Ayub 1:3, habis semua. Itu yang pertama iblis rebut setelah memperoleh ijin dari Dia, itu yang pertama diijinkan (digunting) Tuhan! Oh, jangan tanya kenapa, ataukah anda mau anak-anak duluan?
Biasanya harta selalu menjadi yang pertama hilang dalam pencobaan hidup orang percaya. Seakan-akan harta dan materi menjadi sasaran tembak pertama si iblis dalam hidup kita. Serohani-rohani nya kita sebagai orang percaya, bahkan mungkin bisa seperti Ayub ini, tidak ada yang menjamin kepada kita bahwa uang yang kita hasilkan dari usaha dan pekerjaan kita itu murni, kudus and rohani seperti hidup rohani kita. Jika kita berusaha atau berdagang, sesederhana buka toko, akankah kita bertanya kepada mereka yang datang beli dagangan kita, dari mana uangmu? Jika hasil rampok, oh saya tidak terima, jangan belanja disini. Kita tidak mungkin mempertanyakan hal tersebut. Jika kita bekerja dan menerima upah, bisakah kita menjamin bahwa kita telah bekerja dengan baik, jujur, tulus tanpa noda sedikitpun yang bisa menodai hasil upah kita dan menajiskan uang yang kita terima? Atau jika iya dan bisa semurni itu, tahukah kita bahwa uang yang kita terima dari boss kita juga suci dan benar, tanpa ada dosa datang menyertainya? Ya, harta adalah hal yang paling tidak benar dari hidup seorang percaya. Jangan heran jika itu yang pertama Tuhan gunting dalam hidup kita. Tuhan mau supaya semua energi dan usaha kita berpusat pada menghasilkan buah-buah kehidupan, karakter Diri-Nya, kepribadian-Nya dan bukan pada sukses menghasilkan uang!
Dalih atau mau berubah
Betul kita perlu duit, kita perlu makan, tapi ini lebih sering menjadi alasan untuk menghindarkan kita dari tanggung jawab kita mencari Dia sungguh-sungguh. Saya kan berdagang, cari duit! Ya, pernyataan ini lebih kedengaran sebagai dalih untuk menghindari tuntutan Firman Tuhan untuk bertindak benar daripada mengambil tanggung jawab untuk berubah menjadi seperti Dia. Bukankah Firman Tuhan telah berkata, manusia tidak hidup hanya dari roti saja? Matius 4:4, Ulangan 8:3. Tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah! Tujuan kehidupan bukanlah sekedar mencari makan atau bahkan menjadi sukses, bukan!
Seperti bukan untuk terhindar dari bencana, tujuan kehidupan juga bukan untuk berhasil secara harta dan keuangan. Jika itu tujuan kita, kita pun gagal mengenal Dia. Ingatlah bahwa untuk mengenal Dia selalu berarti menjadi serupa dengan Dia. Sekalipun itu harus mengorbankan banyak harta dan melepaskan banyak apa yang kita tahu adalah bagian kita. Bukan diberkati secara materi dan kekayaan.
Menjadi miskin
Tapi bukankah 2 Korintus berkata, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya. Ya, Tuhan Yesusa, karena kita, menjadi miskin supaya kita menjadi kaya. Bahkan secara materi. Dan didalam Dia, yang adalah sumber segala sesuatu, kita semua pasti diberkati (juga secara materi). Namun dalam proses menuju kesitu, atau bahkan setelah kita menjadi kaya, pertanyaan sebenarnya adalah ini apakah kekayaan yang kita punya telah menjadikan kita seperti Dia? Atau kita menjadi kaya hanya untuk diri kita sendiri? Kita suka pada Yohanes 10:10, Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan. Kita lupa bahwa bagian pertama ayat yang sama berkata, pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan. Karakter kita pada akhirnya akan menunjukkan apakah kita seperti Yesus yang telah menjadi miskin supaya manusia jadi kaya. Atau seperti si pencuri (iblis) yang hanya bisa mencuri dan membunuh dan membinasakan. Bagaimana kita mencari duit kita dan apa yang kita buat dengan uang kita menunjukkan pengenalan kita akan siapa Tuhan bagi kita. Jika kita tidak punya kemurahan hati pada orang lain (Matius 5:7), tidak ada gaya hidup memberi dalam diri kita (Kisah 20:35), atau bahkan jumlah persembahan kita secara kualitas sangat sedikit sekalipun nominalnya sangat besar (kisah janda dengan 2 keping, Markus 12:42) telah menunjukkan betapa miskinnya pengenalan kita akan siapa Dia yang telah menjadi miskin untuk kita!
Perdebatan kita tentang perpuluhan, entah kita setuju memberi atau tidak, sangat menunjukkan hati kita yang tidak seperti hati-Nya yang suka dan selalu mau memberi (seluruh) hidup-Nya untuk kita. Anda setuju atau tidak, anda tetap bertanggung jawab menjadi seperti Dia yang telah menjadi miskin untuk anda. Sudahkah anda menjadi miskin untuk (atau karena) Dia? Jika belum, mungkin anda belum pantas mengutip ayat ini, sebab cinta untuk rumah-Mu menghanguskan aku. Mazmur 69:9, Yoahnes 2:17.
Menjadi sempurna
Perintah Tuhan kepada orang muda kaya itu dalam Matius 19:21 tetap berlaku sampai sekarang, Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku. Dan ini tetap menjadi tolak ukur kerohanian kita semua sampai sekarang, bahwa semakin rohani seseorang tidaklah ditentukan oleh berapa banyak yang ia dapatkan dalam kepengikutannya terhadap Tuhan tapi dari seberapa banyak yang berani ia lepaskan untuk Tuhan.
Yakobus 4:4, Hai kamu, orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah.
Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya. Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada. Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu. Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon. Matius 6:19-24.
Jelas disini Tuhan menunjukkan supaya kita jangan mengumpulkan harta di dunia ini. Mungkin bagi sebagian anak-anak Tuhan, khususnya mereka yang berdagang, menjadi kaya adalah hal yang tidak terhindarkan, tapi coba perhatikan perkataan Paulus. Sebagai orang miskin, namun memperkaya banyak orang; sebagai orang tak bermilik, sekalipun kami memiliki segala sesuatu. 2 Korintus 6:10. Jangan sampai ayat ini justru terbalik ketika dinyatakan tentang kita. Sebagai orang kaya, namun mempermiskin banyak orang; sebagai orang bermilik, sekalipun kami tidak memiliki segala sesuatu. Ya, bagaimana kita mencari uang dan apa yang kita buat dengan berkat materi yang Tuhan telah beri, siapapun kita, akan menjadi kesaksian yang yang mempermuliakan Tuhan atau menghina Dia. Teladan dan gaya hidup kita berbicara lebih kuat dari semua kesaksian mulut kita dari atas mimbar.
Kehendak Tuhan
Menjadi sukses bukan tujuan Firman Tuhan mengajarkan kita menjadi orang baik. Ya banyak orang memang menerjemahkan berbuah-buah sebagai menghasilkan banyak duit dan harta atau diberkati secara materi. Menjadi sukses adalah tujuan kehidupan yang ditawarkan dunia. Dan sekalipun diajarkan dengan cara-cara yang baik dan legal, tetap saja tujuan akhirnya adalah menghasilkan banyak uang dan harta serta materi. Bukankah ini tetap menunjukkan keserupaan yang sama dengan dunia ini? Tidakkah kematian Yesus dikayu salib justru untuk melepaskan kita dari dunia dan dosa ini? Mengapa kita justru menerjemahkannya sebagai menjadi kaya dan berhasil. Mungkin Injil yang kita dengar selama ini adalah Injil yang salah.
Apakah ini berarti kehendak Tuhan bagi kita adalah menjadi miskin dan menderita? Jawabannya adalah tidak tentunya, tapi juga tidak berarti bahwa itu adalah kehendak-Nya bagi kita untuk menjadi kaya secara materi. YA, jujur bahwa itu hanya yang lebih sering dikumandangkan oleh banyak pengkhotbah berkat daripada adanya ayat-ayat yang jelas untuk hal itu. Yang menjadi kehendak Tuhan adalah supaya kita mengenal Dia, bagaimana pun proses dan akhirnya. Dan itu yang menjadi doa-Nya yang pertama untuk kita semua, Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus. Yohanes 17:3.
Pengenalan = Hidup Kekal
Yang menarik adalah pengenalan kita akan Dia adalah hidup kekal itu. Rupanya pengenalan kita akan Dia menentukan kekekalan yang kita punya. Pengenalan kita menentukan upah dan mahkota apa yang akan kita terima dikekekalan nantinya. Pengenalan kita memposisikan dimana kita memerintah bersama dengan Dia dalam kekekalan yang dijanjikan-Nya bagi kita. Mari kita mengenal Dia!
19 April 2020
Arnold Sigik
Leave a Reply