Matius 13:24-30, Yesus membentangkan suatu perumpamaan lain lagi kepada mereka, kata-Nya: ”Hal Kerajaan Sorga itu seumpama orang yang menaburkan benih yang baik di ladangnya. Tetapi pada waktu semua orang tidur, datanglah musuhnya menaburkan benih lalang di antara gandum itu, lalu pergi. Ketika gandum itu tumbuh dan mulai berbulir, nampak jugalah lalang itu. Maka datanglah hamba-hamba tuan ladang itu kepadanya dan berkata: Tuan, bukankah benih baik, yang tuan taburkan di ladang tuan? Dari manakah lalang itu? Jawab tuan itu: Seorang musuh yang melakukannya. Lalu berkatalah hamba-hamba itu kepadanya: Jadi maukah tuan supaya kami pergi mencabut lalang itu? Tetapi ia berkata: Jangan, sebab mungkin gandum itu ikut tercabut pada waktu kamu mencabut lalang itu. Biarkanlah keduanya tumbuh bersama sampai waktu menuai. Pada waktu itu aku akan berkata kepada para penuai: Kumpulkanlah dahulu lalang itu dan ikatlah berberkas-berkas untuk dibakar; kemudian kumpulkanlah gandum itu ke dalam lumbungku.”
Parable atau perumpamaan dalam bahasa Indonesia adalah metode yang sering Tuhan pakai dalam Injil untuk berbicara kepada orang banyak. Tuhan memakai apa yang terjadi dalam keseharian orang-orang Yahudi untuk mengajarkan Kerajaan Tuhan. Dalam Matius 13:24 ini, Tuhan sekali lagi mengumpamakan Kerajaan Sorga seperti orang yang menaburkan benih yang baik di ladangnya. Ya, memang benar bahwa Kerajaan Sorga seringkali menjadi nyata ketika kita menabur, dimana orang lain bisa diberkati, jemaat boleh dibangun, hati dikuatkan, seakan-akan Kerajaan Sorga telah datang melewat dalam keseharian kita.
Tentu yang Tuhan maksudkan sebagai menabur disini adalah tentang menabur Firman Allah itu sendiri, bukan uang. Benih yang Tuhan maksud disini adalah Firman Allah sesuai dengan Lukas 8:11. Cuma banyak pendeta yang berpahamkan teologi kemakmuran, yang suka mengartikan ayat menurut maunya sendiri, suka mengartikan benih disini sebagai uang. Ini dikarenakan kata menabur yang menyertai kata benih itu. Tuhan memberi perumpamaan tentang orang yang menaburkan benih di ladangnya yang dalam konsep masyarakat modern sekarang ini hampir tidaklah pernah dilihat lagi. Keseharian kita sebagai masyarakat modern tidak pernah melihat petani yang pergi ke sawah atau ladang untuk menaburkan benih. Kalau kita mau melihat mereka, biasanya kita harus keluar kota dulu, jauh dari keramaian masyarakat untuk menyaksikan mereka menaburkan benih. Bagi kita, menaburkan benih, adalah mereka yang menyumbangkan duitnya kepada orang miskin atau yang membutuhkan. Inilah yang kemudian membentuk konsep dalam pikiran kebanyakan kita ketika mendengar menaburkan benih. Inilah juga yang menjadi pola pikir mereka yang selalu mengomongkan duit.
Tetapi mereka yang suka belajar Firman Tuhan mengerti bahwa yang Tuhan maksudkan adalah Firman-Nya, bukan uang. Ya penting bagi kita untuk suka membaca dan belajar Firman Tuhan sendiri. Tidak hanya sekedar membaca tafsiran ini dan itu, mendengar khotbah si anu disana dan disini. Kita perlu selalu kembali kepada Alkitab, Firman Tuhan itu sendiri. Karena Firman Tuhan inilah yang akan menolong kita berdiri teguh dan tidak diombang-ambingkan oleh segala angin pengajaran, Efesus 4:14.
Waktu Tuhan berkata, Hal Kerajaan Sorga itu seumpama orang yang menaburkan benih yang baik di ladangnya, Tuhan sedang bercerita akan seorang petani yang dalam budaya kita (orang Indonesia) pergi ke sawah menabur, menanam benih padi. Tapi dalam konsep Yahudi, penabur tidak bisa disebut sebagai petani karena sawah mereka adalah ladang kering dan bukan petak sawah yang basah. Makanya terjemahan yang paling benar untuk kata penabur disini tetaplah penabur dan bukan petani, ladang dan bukan sawah. Dan mereka yang menaburkan benih, apalagi yang baik, tentu akan mengharapkan hasil yang baik dikemudian hari. Apalagi kita tahu bahwa Firman Tuhan adalah benih yang baik itu sendiri yang akan tumbuh menghasilkan panen yang baik dan luar biasa dikemudian hari.
Tapi Tuhan melanjutkan perumpamaan ini dengan sesuatu yang berbeda, pada waktu semua orang tidur, datanglah musuhnya menaburkan benih lalang di antara gandum itu, lalu pergi. Musuh Tuhan datang menaburkan benih lalang di antara gandum. Uniknya, kita semua tahu apa itu lalang dan betapa mereka ini seharusnya berbeda dengan gandum itu sendiri. Tapi dalam perumpamaan ini, ketika gandum dan lalang itu tumbuh bersama dan mulai berbulir, barulah ketahuan disitu, bahwa yang tumbuh bukan hanya gandum melulu. Tapi ada lalang juga! Kenapa tidak dilihat dari awal ya?
Ini disebabkan karena dalam pemikiran kita, lalang adalah rumput liar, atau yang sering kita sebut dengan weeds (bahasa Inggris). Ya lalang atau weeds ini, punya bentuk yang berbeda dengan rumput kebanyakan, tumbuhnya liar dan mencuat kemana-mana. Seharusnya sejak awal bahkan ketika rumput segar yang baru tumbuh di taman kita, kita bisa dengan cepat melihat jika ada weeds, atau lalang. Tapi kata lalang ini sendiri juga dipakai dalam dunia petani gandum untuk menunjukkan suatu tanaman yang sangat serupa dengan gandum dalam segala hal, kecuali dalam bulirnya yang berwarna hitam. Ya, gandum memiliki bulir berwarna kuning keemasan, lalang tidak! Warnanya hitam.
Kata asli lalang dalam perumpamaan disini adalah ζιζάνιον atau zizanion yang kemudian diterjemahkan dalam KJV dengan kata tares, semacam benih gandum palsu, atau darnel seed. Yang dalam bahasa Indonesia, biji darnel ini paling tepat diterjemahkan sebagai lalang, Lolium temulentum, kata latinnya atau bahasa ilmiahnya.
Nah, disebut sebagai benih gandum yang palsu karena cuma dari bulirnya lalang ini bisa dibedakan dari gandum. Yang lainnya, semuanya sama persis. Ya, bulir gandum berwarna kuning keemasan dan bulir lalang, tares ini, ungu tua, cenderung hitam.
Dalam tautan ini, disebutkan tentang lalang sebagai berikut,
Darnel ryegrass (Lolium temulentum) adalah tanaman Eropa Tengah yang juga disebut ‘gandum palsu’, karena tumbuh dalam kondisi yang sama dengan gandum, bahkan berbagi ruang tanam yang sama. Sebelum penggunaan pestisida skala besar di bidang pertanian, menelan gandum yang telah dicampur dengan darnel (lalang) saat panen sering menyebabkan keracunan dan pusing. Darnel juga dikatakan telah menjadi bahan psikoaktif (sihir dan halunisasi) dalam banyak minuman kuno.
Ketika gandum itu tumbuh dan mulai berbulir, nampak jugalah lalang itu. Baru kelihatan perbedaannya ketika bulir gandum dilihat dan dibandingkan dengan bulir lalang, tares ini.
Maka datanglah hamba-hamba tuan ladang itu kepadanya dan berkata: Tuan, bukankah benih baik, yang tuan taburkan di ladang tuan? Dari manakah lalang itu? Jawab tuan itu: Seorang musuh yang melakukannya. Lalu berkatalah hamba-hamba itu kepadanya: Jadi maukah tuan supaya kami pergi mencabut lalang itu? Tidaklah mengherankan para pekerja disini menjadi kebingungan dan hendak pergi mencabut lalang itu segera.
Dalam dunia ke-Kristen-an, dalam gereja Tuhan hari-hari ini, politik didalam gereja telah merusak banyak hubungan antara jemaat, antara pendeta, antara anak-anak Tuhan. Sifat kedagingan dan egoisme kita suka menguasai karakter kita waktu berhubungan dengan sesama. Cuma ketika mereka tumbuh, gandum dan lalang itu bersama-sama, ketika mereka mulai berbulir, baru kelihatan yang mana gandum dan yang mana lalang. Yeremia 17:9 berkata, Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya? Di terjemahan The Message, hati manusia sangat gelap tanpa harapan, penuh tipu daya, suatu teka-teki yang tidak bisa dipecahkan oleh siapa pun. Ya, Tuhan akan menaburkan benih Firman Tuhan dalam diri kita. Tapi si jahat juga akan datang menaburkan benih lalang, benih gandum palsu. Jika kita tidak hati-hati memberi diri pada taburan benih, entah itu gandum yang sebenarnya atau lalang, buah kehidupan kita justru bukan berwarna kuning keemasan tapi hitam gelap!
Seperti yang saya sebutkan diatas, banyak dari kita tidak mau kembali kepada Firman Tuhan itu sendiri, Alkitab. Alkitab jarang dibaca, apalagi duduk dipelajari sungguh-sungguh. Kita lebih suka dengar khotbah sana sini, parahnya lagi kita mendengarkan semuanya itu sepotong-sepotong karena kita mendengarnya dari media sosial yang memang membatasi video yang panjang. Belum lagi ditambah ketidak sukaan kita dengan yang video yang panjang. Banyak hamba Tuhan yang memasukkan renungan singkat, khotbah cuma beberapa menit. Pertanyaannya, apakah itu semua bisa memberi pertumbuhan kepada mereka yang mendengarkannya? Apakah yang pendek dan singkat itu memberi nutrisi yang benar kepada jiwa yang lapar dan haus akan kebenaran Firman Tuhan? Ataukah mereka hanya mencari popularitas dan hanya berusaha menyenangkan followers mereka?
Bagus mereka yang membuat khotbah pendek mereka berseri, tapi itu pun banyak yang mendengarkan hanya bagian-bagian yang disukai. Tidak pernah mendengarkan seluruh bagian seri itu dengan lengkap, dari awal sampai habis. Bahkan khotbah-khotbah bagus yang panjang, sering diedit dan dipotong pendek untuk bagian-bagian yang bisa menjadi populer dikalangan netizen. Seringkali tindakan ini justru menjerumuskan suatu benih baik, benih gandum yang ditaburkan itu, menjadi benih lalang, karena telah diedit bagian yang disukai saja.
Belum lagi banyaknya tafsiran sana sini yang seringkali lebih membingungkan dari pada mengajarkan kebenaran Firman Tuhan. Ditambah dengan banyaknya informasi yang seringkali jika kita tidak hati-hati, yang mengisi pikiran kita adalah informasi yang salah, hoax, berita yang disertai roh ketakutan dan banyak hal yang lain yang bukan Firman Tuhan. Dan kita sebagai manusia sangat menyukai hal-hal yang sensasional. Kita kemudian akan dengan mudahnya termakan lebih banyak dengan taburan benih lalang si jahat!
Mari kita kembali kepada Firman Tuhan, membuka diri pada Alkitab lagi. Supaya benih yang ditaburkan benar-benar adalah benih gandum yang sejati. Coba perhatikan ayat 7 & 8 dalam Yeremia 17 ini,
Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN! Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah.
Jika orang tersebut mengandalkan Tuhan (bagian pertama), ia tidak akan berhenti menghasilkan buah (bagian akhir). Namun apa yang dimaksudkan dengan mengandalkan Tuhan dibagian yang pertama itu. Seperti pohon yang ditanam di tepi air! Mazmur 1:2-3 berkata,
tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air..
Sekali lagi, seperti pohon yang ditanam di tepi air.. adalah mereka yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Tentu Taurat yang dimaksudkan disini adalah kitab suci orang Yahudi. Lagipula ketika Mazmur ini dituliskan, Perjanjian baru belum ada. Tapi jangan lupa bahwa bagi Yesus, kitab Suci-Nya saat itu adalah Taurat itu sendiri. Dan kita mengerti yang dimaksudkan Mazmur 1:2-3 ini adalah Alkitab itu sendiri bagi kita, dari Kejadian sampai Wahyu. Jadi tentu, jika anda mau mengandalkan Tuhan, maka aplikasi praktis untuk hal ini adalah menaruh hidup kita seperti pohon ditepi aliran air Firman Tuhan itu!
Ya, jangan “mengandalkan Tuhan” ini hanya menjadi slogan. Jangan hanya dalam doa kita berseru, Tuhan aku mengandalkan Engkau. Jangan hanya kepada semua orang kita klaim dan umumkan kemana-mana bahwa saya mengandalkan Tuhan. Tapi duduklah setiap hari, baca dan renungkan Firman itu siang dan malam. Itu yang namanya mengandalkan Tuhan, duduk membaca Firman-Nya, memberi diri diisi dengan Suara-Nya sendiri. Yosua 1:8, Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung.
Cobalah berhenti habiskan waktu di medsos, Facebook, Instagram, baca-baca Whatsapp, forward segala macam ke segala group. Karena sekalipun yang kita dengar dan baca serta lihat adalah segala macam postingan rohani, ayat Alkitab, khotbah sepotong-sepotong, tafsiran si A dan si B, itu bukan ”memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam”! Kerohanian kita tidak akan terbangun karenanya kecuali kita datang pada Firman Tuhan, Alkitab itu sendiri. Dan jika kita tidak hati-hati, kita kemudian justru akan menerima benih lalang itu! Parahnya, nanti ketika kita semua tumbuh bersama, kita pikir kita tumbuh karena Firman Tuhan lewat medsos namun justru buah dan bulir yang kita hasilkan hitam!
Tetapi ia berkata: Jangan, sebab mungkin gandum itu ikut tercabut pada waktu kamu mencabut lalang itu. Biarkanlah keduanya tumbuh bersama sampai waktu menuai. Pada waktu itu aku akan berkata kepada para penuai: Kumpulkanlah dahulu lalang itu dan ikatlah berberkas-berkas untuk dibakar; kemudian kumpulkanlah gandum itu ke dalam lumbungku.”
Sampai hari ini, Tuhan belum datang. Hari dimana para penuai akan datang memisahkan lalang terlebih dahulu dari gandum, belum datang. Hari-hari ini masihlah hari-hari penuh anugerah yang Tuhan berikan kepada kita. Ia masih memberi kita kesempatan untuk kembali kepada-Nya, kembali kepada Firman-Nya. Ia masih memberi waktu karena Ia tahu bahwa anugerah-Nya, kesabaran-Nya masih cukup untuk mengubah lalang-lalang itu menjadi gandum. Dan cuma Firman-Nya yang berkuasa mengerjakan itu, marilah kita kembali pada-Nya selama masih ada waktu.
Ratapan 3:39-40,
Mengapa orang hidup mengeluh?
Biarlah setiap orang mengeluh tentang dosanya!
Marilah kita menyelidiki dan memeriksa hidup kita,
dan berpaling kepada TUHAN.
Leave a Reply