Kita selalu suka berseru, kenapa Tuhan!? Kenapa Tuhan!? Setiap kali kita mengalami masalah. Apalagi ketika masalah itu besar, pelik dan sangat memberatkan hati. Kita berseru begitu rupa, bukan untuk mengetahui alasan kenapa kita mengalaminya. Tapi lebih karena seruan ini merupakan bentuk protes atas apa yang Tuhan biarkan terjadi pada kita. Kenapa Tuhan!?
Abraham dan Ishak
Ketika Tuhan berfirman pada Abraham dalam Kejadian 22:2-3, Firman-Nya: “Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu.” Keesokan harinya pagi-pagi bangunlah Abraham, ia memasang pelana keledainya dan memanggil dua orang bujangnya beserta Ishak, anaknya; ia membelah juga kayu untuk korban bakaran itu, lalu berangkatlah ia dan pergi ke tempat yang dikatakan Allah kepadanya. Alkitab bercerita kepada kita bahwa pagi-pagi benar Abraham bangun, mempersiapkan dirinya dan segera pergi dengan Ishak ke gunung Moria. Dan ia berjalan sejauh 3 hari lamanya, Kejadian 22:4, sebelum ia bisa melihat tempat yang ditunjukkan Tuhan untuk mengorbankan Ishak di gunung Moria.
Dalam salah satu film tentang Abraham, ketika Tuhan meminta Ishak dari padanya, ia digambarkan berseru, kenapa Tuhan!? Penulis cerita film itu mungkin berusaha menunjukkan sisi kemanusiaan Abraham, walau Alkitab sama sekali tidak menunjukkan adanya moment ini. Alkitab berkata bahwa ia justru segera bangun, pagi-pagi benar untuk pergi ke gunung Moria tersebut. Dan fakta pada ayat 4, bahwa Abraham berjalan sejauh 3 hari, menunjukkan ia dengan hati teguh berjalan terus tanpa menoleh atau berbalik pulang. Tuhan menguji Abraham, Kejadian 22:1, dan sejak awal ia sudah menunjukkan bahwa ia punya hati yang benar.
Ya, tidak bisa dipungkiri, banyak dari kita sangat tertarik pada berkat Tuhan, karya Tuhan, kemampuan Tuhan dan mujizat Tuhan. Tapi tidak banyak yang tertarik pada siapa Dia, karakter & kepribadian Dia, kehadiran Dia dalam hidup kita. Abraham rupanya sangat menginginkan Dia lebih dari apa yang Dia bisa buat bagi dirinya. Dia rela menukarkan apa saja, termasuk anaknya sendiri, demi mendapatkan Tuhan sendiri. Ia tahu bahwa kalau ia mendapatkan Tuhan, Ia sudah mendapatkan segalanya walau itu berarti ia kehilangan segalanya. Ia mengenal Tuhan yang ia inginkan ini, Ia adalah yang menghidupkan orang mati dan yang menjadikan dengan firman-Nya apa yang tidak ada menjadi ada, Roma 4:17.
Daud, Tuhan adalah gembalaku
Mazmur 23:1, TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. Daud tahu bahwa ia tetap kekurangan banyak hal sebelum dan sesudah menuliskan Mazmur ini, tapi ia mengerti dengan tepat bahwa punya Tuhan jauh lebih berarti baginya. Segala perkara lainnya tidaklah menjadi lebih penting dari punya Tuhan, bagi Daud, Tuhan sudah cukup. Cukupkah Ia bagi anda? Atau bagi anda harus ada Tuhan dan yang lainnya juga? Jika demikian, mungkin Tuhan bukan Tuhan bagi anda, anda hanya berusaha menipu Dia dengan berkata, kan Engkau juga kumiliki, tidak salahkan yang lain juga kupunyai. Bahkan lebih jauh, Ia hanya anda perlukan untuk memberi rasa bahwa anda sudah rohani. Saya tidak sedang berkata bahwa kita harus tidak punya apa-apa yang lain atau harus miskin untuk menjadi rohani, yang saya tanyakan adalah apakah kita rela melepaskan semuanya yang lain ketika Tuhan menguji kita? Ujian Tuhan akan menunjukkan siapa yang sebenarnya kita paling inginkan dalam hidup ini. Apalagi ketika semuanya diambil dari kita dan pertanyaan itu terlepas dari mulut kita, kenapa Tuhan?!
Yang menarik dalam kisah Kejadian 22 ini, Sara, istri Abraham, sama sekali tidak disebutkan. Nanti dalam Kejadian 23 baru namanya kembali disebutkan tapi pasal itu justru menceritakan tentang kematiannya. Kejadian 23:1-2, Sara hidup 127 tahun lamanya; itulah umur Sara. Kemudian matilah Sara di Kiryat-Arba, yaitu Hebron, di tanah Kanaan, lalu Abraham datang meratapi dan menangisinya.
Dalam beberapa tafsiran, ada yang menyebutkan bahwa ketika Sara mengetahui apa yang terjadi dengan suaminya Abraham dan Ishak anaknya, ia meraung begitu rupa hingga ia mati. Memang tidaklah disebutkan berapa tahun berlalu dari Kejadian 22 sampai 23 ini, tapi dalam ayat 2 bagian terakhir disebutkan, lalu Abraham datang meratapi dan menangisinya. Abraham datang, dari mana? Apakah mereka bercerai, atau tinggal terpisah saja? Apa yang terjadi? Alkitab tidak menceritakan dengan jelas. Ketika disebutkan Abraham datang meratapi dan menangisinya, Kejadian 23:2 bagian terakhir, Abraham datang dari gunung Moria, Kejadian 22. Atau lebih tepatnya dari Bersyeba, Kejadian 22:19.
Sebelum Abraham dicobai, ayat-ayat terakhir Kejadian 21, menunjukkan bahwa ia tinggal diarea orang Filistin sebagai orang asing, di Bersyeba ini. Dan setelah peristiwa akan dikorbankannya Ishak, ia pun pulang ke Bersyeba, Kejadian 22:19. Tapi waktu Sara mati, ia mati di Kiryat-Arba, yaitu Hebron, di tanah Kanaan, Kejadian 23:2 bagian awal. Bersyeba dan Hebron ini berjarak 40-an km lebih. Apa yang terjadi disini? Yang jelas bahwa ketika Abraham membawa Ishak ke gunung Moria, Sara sama sekali tidak dilibatkan. Mungkin itu juga Abraham, pagi-pagi benar, dengan segera berangkat dari Bersyeba ke gunung Moria. Ia tidak mau Sara mencampuri keputusannya meresponi ujian Tuhan ini atau bahkan menghentikannya. Nama Sara baru disebutkan dalam Kejadian 23, tapi itupun kemudian hanyalah cerita dimana ia mati.
Benar atau tidaknya tafsiran diatas yang menyebutkan bahwa kematian Sara disebabkan karena raungan jiwanya ketika mengetahui apa yang terjadi dengan suami dan anaknya, tidak bisa diketahui dengan jelas. Cuma memang perlu direnungkan apa yang terjadi dengan Sara ini. Bayangkan, pagi itu ketika ia bangun, ia tidak menemukan suaminya disampingnya. Ketika ia mulai mencari tahu, ia juga tidak menemukan anaknya, Ishak. Lebih parah lagi bahwa mereka kemudian tidak pulang setelah 3 hari lamanya. Kabar burung yang terdengar mungkin lebih memperparah suasana hati Sara. Mungkin setelah itu ia lari? Atau lebih tepat pergi mencari suami dan anaknya ini? Yang jelas, Kejadian 23:2, menyatakan ia kemudian mati, dan ia mati di kota berbeda, di Kiryat-Arba, yaitu Hebron, di tanah Kanaan. Lebih dari 40 km jauhnya dari Bersyeba ke arah utara. Gunung Moria sendiri lebih jauh 2x lipat dari jarak Bersyeba ke Hebron dalam arah yang sama, jika gunung Moria ini terletak di area Yerusalem.
Harga yang dibayar Abraham
Kejadian 22:1 menunjukkan dengan jelas kepada kita bahwa Tuhan menguji Abraham secara langsung. Bukan Sara, bahkan bukan Abraham dan Sara sebagai suami istri. Cuma Abraham. Iman Sara tidak mencapai kapasitas ini, Sara yang menyebabkan Abraham berdosa dengan memberi Hagar padanya, Kejadian 22. Dan Sara yang menertawakan janji Tuhan akan Ishak, Kejadian 18:13-15. Jadi memang cuma Abraham yang diuji. Mungkin itu sebabnya, ia pagi-pagi benar, Kejadian 22:3, telah pergi menuju ke gunung Moria. Abraham tidak mau peristiwa Kejadian 16 terulang dimana Sara mencampuri urusannya dengan Tuhan. Ya, tidak bisa disangkal bahwa Sara tidak akan melepaskan Ishak. Anak yang ditunggu 25 tahun lamanya, lahir dimasa tuanya ketika ia berumur 90 tahun. Sekarang mau dikorbankan Abraham? Gila dia, pikirnya! Tidak heran jika ia memang meraung, meraung begitu rupa hingga ia mati.
Jika ini benar, maka Ishak bukanlah masih anak-anak atau bahkan remaja ketika ia dipersembahkan di gunung Moria, ia sudah berumur 37 tahun! Kejadian 23:1.
Kenapa Tuhan? Kenapa Engkau mengambil kembali Ishak? Kenapa? Raung Sara.
Perhatikan disini, bukan cuma Sara yang kemudian terpisah dari Abraham setelah Kejadian 22. Setelah peristiwa ia mengorbankan Ishak, Ishak pun disebutkan tinggal di Tanah Negeb, di Lahai-Roi, Kejadian 24:62. Tanah Negeb ini berlokasi di selatan Bersyeba, sejauh kurang lebih 75 km. Tanah Negeb, atau Negev, area Kanaan yang mendekati Mesir. Seringkali disebutkan sebagai turun, kebawah, atau selatan. Ya, karena posisinya di selatan Kanaan. Secara alegori, hal ini kemudian suka diartikan sebagai keadaan rohani yang sedang turun. Lahai-Roi sendiri adalah tempat dimana Hagar bertemu dengan Tuhan yang menolong dia ketika ia diusir oleh Sara, Kejadian 16. Jadi jika Sara ada sekitar 40 km lebih di utara dan Ishak 75 km di selatan dari Abraham di Bersyeba, mungkinkah ketaatan iman Abraham telah membuatnya harus membayar harga yang terlalu besar lebih dari yang bisa ditanggung keluarganya sendiri?
(paragraph ini adalah kutipan dari 3AM website)
Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku. Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku. Lukas 14:26-27.
Lanjut baca...
Jalan Tuhan dan protes kita
Seringkali kita tidak bisa mengerti jalan-jalan Tuhan, kita bahkan sebaiknya tidak usah mencoba mengerti. Pertanyaan kita akan jalan-jalannya lebih cenderung akan menghalangi kita berjalan dengan Dia. Lebih sering mencerminkan hati kita yang tidak mempercayai dia dari pada sekedar mencari jawaban. Tuhan pasti akan membuat kita mengerti maksud dan tujuannya, tapi Ia lebih sering hanya akan menjelaskannya di sepanjang jalan bersama dengan Dia. Atau bahkan bisa nanti ketika mencapai tujuan-Nya barulah kita dibuat mengerti. Jangan biarkan pertanyaan kita menghalangi langkah iman kita.
Tapi banyak kali, kenapa Tuhan?! lebih menunjukkan kemarahan dan kekesalan hati kita kepada Dia disebabkan karena kita suka berpikir kita sudah layak, sudah rohani, sudah benar. Ia tidak pantas memperlakukan saya seperti ini, pikir kita. Ya, ini benar jika kita mau jujur. Kita sering merasa Tuhan tidak seharusnya membiarkan ini terjadi! Mengapa demikian? Kehidupan kerohanian kita banyak didasarkan pada hal-hal yang salah. Tanpa kita sadari, kita suka merasa Tuhan yang berutang banyak pada kita. Apalagi ketika nominal persembahan kita sangat besar. Kita merasa kita sudah berjasa pada Tuhan. Belum lagi ketika pertama kali kita datang pada Tuhan, kita memang adalah orang yang baik-baik. Sekali lagi tanpa kita sadari kita suka merasa bahwa kita adalah mereka yang mau datang pada-Nya karena kebaikan kita sendiri atau Dia yang memerlukan kita sebab kita orang baik. Dan karena kita baik, kita tidak bisa melihat bahwa Salib adalah untuk kita. Kita pikir itu hanya untuk orang berdosa. Saya tidak berdosa, saya baik. Dan karena saya baik, Tuhan yang berutang pada saya. Jadi ketika kita ditimpa masalah, kita mulai protes. Kenapa Tuhan?! Bukankah saya sudah baik, saya sudah seperti mau-Mu, saya sudah rohani, berkenan dihadapan-Mu?
Hal-hal ini adalah hal-hal yang salah yang banyak mendasari ke-Kristen-an kita. Ujian Tuhan akan membuat semua ini nyata dipermukaan. Ya, tekanan kehidupan akan menunjukkan siapa kita sebenarnya. Pertanyaan kenapa Tuhan?! menunjukkan keangkuhan diri kita karena menganggap diri kita lebih benar, bahkan lebih baik dari Tuhan. Suatu pemikiran yang sangat egois, sangat berpusat hanya pada diri sendiri, kebenaran diri sendiri. Tidak heran, banyak dari kita sebagai orang Kristen sangat suka menghakimi orang lain.
Salib
Pertama, kita seharusnya sadar bahwa ketika kita datang pada-Nya pertama kali, sekalipun kita adalah orang baik-baik, kita selalu harus datang melalui pertobatan. Kalau anda berpikir anda tidak punya dasar untuk bertobat, karena anda adalah orang baik-baik, maka itu adalah dasar utama pertobatan juga: bertobat dari kebenaran diri sendiri. Kita tidak perlu menjadi jahat dulu untuk mengerti apa arti pertobatan. Kebenaran diri sendiri juga adalah dosa, keadaan yang awalnya hanya membuat kita merasa lebih benar dan akhirnya menghakimi orang lain. Tidak ada kebenaran diri sendiri yang bisa membenarkan kita dihadapan Tuhan. Sebanyak-banyaknya kebenaran dalam diri kita, akan selalu ada kesalahan yang datang dari benih dosa yang mana kita lahir dengannya. Ini tidak bisa kita sangkali atau bahkan meloloskan diri dari padanya. Kita cuma akan bisa mencoba mengimbanginya dengan kebenaran dan kebaikan kita, menutupinya. Akhirnya kita cuma akan berusaha membenarkan diri kita dengan menunjukkan banyaknya kebaikan dan kebenaran diri kita sendiri. Buruknya bahkan, kebenaran diri sendiri ini akan menipu kita untuk berpikir bahwa kita tidak perlu bertobat atau bahkan memerlukan penebus. Ini yang akhirnya membuat kita sama dengan orang Farisi. Kesalahan orang Farisi bukan karena mereka mengerti Firman lebih banyak, tapi karena mereka merasa lebih benar dari orang lain. Suatu perasaan rohani yang tidak terhindarkan jika kita memulai perjalanan kehidupan kita dengan Tuhan tanpa pertobatan. Jadi kita sangat perlu bertobat, bertobat dari kebenaran diri kita sendiri. Cuma Salib, kematian dan kebangkitan Kristus yang bisa membenarkan kita. Semua kebenaran kita seperti kain kotor dihadapan-Nya, Yesaya 64:6. Kain kotor yang dimaksudkan Yesaya disini dalam bahasa aslinya adalah kain bekas pembalut wanita yang dipakai wanita membersihkan diri ketika mereka barusan mengalami menstruasi. Bukan kain baru yang belum dipakai, tapi kain bekas pakai.
Yang berikutnya, perjalanan kehidupan kita selanjutnya harus selalu kembali kepada Salib. Dimulai dengan Salib, didasari senantiasa oleh Salib. Seperti Paulus berkata dalam Efesus 2:8-9, Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri. Jadi kita berjalan dengan Dia, kita harus bertumbuh kepada Dia karena Salib-Nya sendiri juga, bukan karena usaha kita. Disini motivasi kita sering salah, kita mengasihi bukan supaya kita dikasihi lagi oleh-Nya kembali. Kita melayani bukan supaya kita menjadi lebih berkenan lagi, lebih lagi menerima perkenanan-Nya. Tapi kita mengasihi, melayani Dia karena Ia sudah lebih dahulu mengasihi kita, sudah melayani kita. Kita cuma bisa membalas, bukan memberi jasa atau memperoleh lebih lagi dari Dia. Sebab Ia telah melakukannya dengan sempurna, mengasihi kita dengan utuh dikayu Salib bagi kita, setia sampai mati. Ia telah menyerahkan semuanya di Salib untuk kita, 100% tanpa kurang sedikitpun. Tidak ada lagi yang bisa kita buat untuk memperoleh lebih banyak akan perkenanan-Nya yang bersumber hanya oleh dan dari Salib itu sendiri. Kita sangat berutang nyawa kepada Dia, bukan sebaliknya. Kita harus lebih lagi mengasihi Dia, melayani Dia, memberi segalanya kepada Dia, karena kita berutang nyawa secara penuh kepada Dia yang telah mati ganti kita dikayu Salib. Kepada Dia yang telah memperdamaikan kita dengan Bapa oleh darah-Nya sendiri. Bukan sebaliknya bahwa kita dengan segala kebaikan dan pelayanan kita yang membuat Tuhan berutang pada kita. Kita seharusnya tidak boleh mengharapkan imbalan dari Dia, karena semua yang kita buat hanyalah membayar utang yang tidak akan pernah bisa kita lunasi seumur hidup kita. Coba renungkan, apakah anda mengasihi Tuhan? Kenapa anda mengasihi Tuhan?
Ia yang memberi, Ia juga yang mengambil
Jadi mengapa kita masih protes dengan berkata kenapa Tuhan?! Mari kita bertobat dari dosa kebenaran diri sendiri ini, kembali pada Dia, dan menemukan kebenaran kita dari Salib semata bahwa Dia telah mati dan bangkit bagi kita! Berhentilah protes, sebab Tuhan sedang menguji kita. Bukan karena Ia sedang mengambil sesuatu yang anda pikir tidak pantas diambil-Nya. Tidakkah anda juga menyadarinya bahwa karena kematian-Nya, hidup kita sama sekali bukan milik kita lagi? Dia yang menciptakan kita, Dia menebus kita. 2x ganda kita adalah milik-Nya. Lagipula, Ia adalah Tuhan yang memberi, Ia juga yang mengambil. Kenapa kita protes?
Perhatikan hidup Sara, ujian Tuhan pada Abraham juga adalah ujian pada Sara secara tidak langsung. Jika kita bereaksi benar, kita akan lulus, naik tingkat. Jika kita bereaksi salah, banyak kali kita hanya akan mencari jalan meloloskan diri sendiri, bukan berusaha lulus ujian. Seringkali, respon kita pada masalah akan menjadi seperti saringan yang membuat kita lebih baik (better), atau lebih pahit (bitter).
Jika Sara benar-benar meraung dan kemudian mati karena itu, mati terpisah dari Abraham, Kejadian 23, maka hal ini sangatlah disayangkan. Ini menunjukkan ia tidak siap mendampingi seorang Abraham. Tahun-tahun yang dilewatinya benar-benar hanya menunjukkan ia cuma menginginkan seorang anak, Ishak. Ia hanya menginginkan janji Tuhan digenapi tanpa peduli bahwa Tuhan jauh lebih mengasihi-Nya dan mau dia mengenal-Nya lebih dari apa yang Tuhan bisa lakukan untuknya. Sara lupa bahwa iman yang besar bukanlah iman yang bisa memindahkan gunung, tapi iman yang berani meninggalkan segala-galanya untuk Dia. Banyak kali kita melihat diri kita sendiri sebagai yang paling penting di hidup ini. Kita sangat mencintai diri kita, anak-anak kita, keluarga kita, kesehatan kita, harta kita. Kita sadar kita tidak menempatkan Tuhan sebagai yang nomor 1 dalam hidup kita, tapi kita lupa bahwa Dia juga bukan di nomor 2 di daftar itu. Dia ternyata cuma nomor kesekian dihidup ini. Bahkan yang paling terakhir. Kita harus bertobat dan benar-benar menempatkan Dia sebagai yang nomor 1.
Ayub dan ujiannya
Sara seharusnya melihat bahwa Ia adalah Tuhan yang memberi, Ia juga yang mengambil. Tidak ada yang kekal didunia ini, anak pun tidak. Dan jika kita kedapatan oleh Tuhan mengasihi sesuatu atau seseorang melebihi Tuhan sendiri, Ia adalah Tuhan yang cemburu yang tidak akan menukarkan kemuliaan-Nya dengan apa pun juga! Kita harus menyadari bahwa yang kekal itu hanya Tuhan dan kecuali kita mendapatkan Tuhan sendiri, tidak akan ada yang kekal dalam diri kita.
Pertanyaan Iblis dalam Ayub 1:9, Apakah dengan tidak mendapat apa-apa Ayub takut akan Allah? Seringkali kita takut akan Tuhan, kita beribadah kepada-Nya, karena kita menginginkan sesuatu dari Dia. Dan banyak kali ketika apa yang kita inginkan sudah kita dapatkan, kita kemudian berhenti datang kepada-Nya. Ayub 1:11 dalam terjemahan The Message, tetapi apa yang Engkau pikir akan terjadi jika Engkau mengulurkan tangan-Mu dan mengambil semua miliknya? Dia pasti akan mengutuki Engkau langsung dihadapan-Mu sendiri, itu yang akan terjadi, kata Iblis.
Protes kita kepada Tuhan, kenapa Tuhan?!, merupakan bentuk yang sedikit lebih sopan akan kutukan kita kepada Dia. Kita marah sebab kita berpikir Tuhan tidak pantas memperlakukan kita demikian. Pertanyaannya adalah kenapa kita tidak bisa membiarkan Tuhan mengijinkan apa yang Ia ijinkan terjadi pada kita. Kenapa kita marah waktu Ia mengambil sesuatu dari kita. Kenapa kita tidak bisa merendahkan diri kepada-Nya dan membiarkan Dia mengerjakan maksud dan tujuan-Nya dalam hidup kita. Kenapa?
Ibadah Ayub
Ketika segala macam penderitaan dan bencana mulai menimpa Ayub, Ayub dengan rendah hati dan berjiwa besar tetap memuji dan memuliakan Tuhan. Ayub 1:20-22. Ayat 21, katanya: “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!” Ia barusan kehilangan harta kepemilikannya, dan anak-anaknya.
Namun penderitaan selanjutnya tidaklah menjadi lebih ringan. Kali ini, kesehatannya yang diserang. Nyawanya sendiri menjadi taruhannya, Ayub jatuh sakit. Ia terkena borok, boils, kulit yang melepuh seperti kusta dan sangat gatal begitu rupa, Ayub 2:5. Istrinya menyuruh dia mengutuki Tuhan, Ayubpun marah padanya. Ia dengan rendah hati tetap mau menerima apa yang Tuhan biarkan terjadi padanya. Ayub 2:10 menunjukkan Ayub tetap bisa untuk tidak berbuat dosa dengan bibirnya. Namun ketika ke-3 temannya mulai datang dengan maksud menghibur dia, Ayub justru mulai protes untuk membantah semua tuduhan mereka.
Ayubpun protes demikian rupa, ia merasa Tuhan telah berlaku tidak adil padanya. Ia merasa benar dan telah hidup beribadah dengan benar. Karena penderitaanya yang begitu berat, ia mulai mengutuki hari kelahirannya. Ayub 3:3, Biarlah hilang lenyap hari kelahiranku dan malam yang mengatakan: Seorang anak laki-laki telah ada dalam kandungan. Ayat 11, Mengapa aku tidak mati waktu aku lahir, atau binasa waktu aku keluar dari kandungan? Ayat 25, Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku. Apa yang ditakutkannya? Bahwa ibadahnya yang dilakukannya telah gagal melindungi harta milik dan keluarganya. Telah gagal menjaga dirinya tetap sehat dan terpelihara. Rupanya ibadah Ayub punya tujuan yang berbeda dari yang seharusnya. Perhatikan Ayub 1:5, Setiap kali, apabila hari-hari pesta telah berlalu, Ayub memanggil mereka, dan menguduskan mereka; keesokan harinya, pagi-pagi, bangunlah Ayub, lalu mempersembahkan korban bakaran sebanyak jumlah mereka sekalian, sebab pikirnya: “Mungkin anak-anakku sudah berbuat dosa dan telah mengutuki Allah di dalam hati.” Demikianlah dilakukan Ayub senantiasa.
Ayub rupanya sangat takut Tuhan akan menimpakan segala tulah dan penderitaan karena pesta yang dilakukan oleh anak-anaknya. Dia berpikir, mungkin anak-anakku sudah berbuat dosa dan telah mengutuki Allah di dalam hati. Ibadahnya didasarkan pada ketakutannya bahwa anak-anaknya mungkin telah mengutuki Tuhan dalam hati mereka melalui pesta-pesta yang mereka kerjakan semalam sebelumnya. Ada orang yang beribadah untuk mendapatkan sesuatu, seperti Sara beribadah untuk mendapatkan Ishak. Ada orang yang beribadah untuk menjaga apa yang dia punya seperti Ayub beribadah untuk menjaga anak-anaknya dan harta miliknya, bahkan untuk menjaga kesehatannya. Tapi Abraham tetap beribadah sekalipun anaknya (mau) diambil daripadanya, ketaatannya melebihi iman untuk mendapatkan sesuatu. Iman Abraham datang pada tantangan ini, maukah engkau meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Aku? Matius 19:21. Ayub sekarang sedang diajarkan Tuhan untuk tetap setia beribadah pada-Nya sekalipun semuanya diambil (paksa) dari padanya.
Tuhan atau?
Ya, banyak dari kita tidak akan berani meninggalkan banyak hal dengan sengaja untuk mengikuti Dia. Tapi tidak bisa dipungkiri, ada banyak dari kita juga yang dibiarkan Tuhan mengalami segala macam bencana untuk menguji hati kita, yang mana yang sebenarnya kita inginkan dihidup ini. Seperti Ayub, dia tidak mengerti apa yang terjadi di dalam Surga pada Ayub 1 & 2. Tapi Tuhan yang membiarkan semuanya ini terjadi, Tuhan yang menuntunnya sendiri untuk datang mengenal Dia. Ayub kemudian mengakui kesalahannya bahwa tanpa pengertian Dia telah banyak bercerita akan keajaiban Tuhan. Ayub 42:3. Dia bahkan mengakui bahwa seringkali dia hanya mengetahui Tuhan lewat kata orang lain, tapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau. Ayub 42:5.
Jika kita baru bisa menyembah dan melayani Dia dengan setia ketika Tuhan memberkati kita dan menjawab doa-doa kita, kita baru datang pada situasi dimana kebanyakan kita pasti akan mampu melakukannya. Ya, seperti Sara yang bersukacita waktu menerima Ishak. Dan seperti Ayub yang bersukacita melihat anak-anaknya bergirang menikmati kehidupan mereka.
Tapi kemudian jika kita tetap bisa menyembah dan melayani Dia dengan setia waktu Tuhan mulai mengambil satu persatu bahkan semuanya dari kita dan tidak menjawab doa-doa kita, kita akan datang pada pengenalan akan siapa Kristus bagi kita. Filipi 2:6-8. Dia yang telah meninggalkan segala sesuatu di Surga untuk datang melayani kita, menjadi korban persembahan untuk menebus hidup kita.
Kesaksian akan suatu kesembuhan, berkat yang melimpah, terobosan yang luarbiasa, pasti sangat menyenangkan untuk didengar. Semua bisa bersaksi seperti ini.
Tapi kesaksian akan suatu kesetiaan walau yang mengalaminya kemudian mati, hati yang terus memuji Tuhan ketika mengalami musibah, dan sikap hati yang tahu mengucap syukur ketika mengalami kehilangan, adalah kesaksian-kesaksian yang luarbiasa mengubah banyak hati. Siapa yang bisa bersaksi demikian?
Ibrani 11:35, terjemahan The Passion berkata seperti ini, perempuan-perempuan penuh iman menyaksikan anak-anak mereka yang telah mati dibangkitkan kembali dalam kuasa kebangkitan. Tapi iman juga yang memampukan yang lain untuk terus menekuni penderitaan yang besar karena Kristus. Tubuh mereka ditarik, direnggangkan sampai putus dengan roda-roda penyiksaan tapi mereka tidak menyangkali iman mereka untuk bisa dilepaskan, karena mereka merindukan kebangkitan yang lebih mulia dan lebih terhormat!
Pertanyaannya tetap sama sampai sekarang, Matius 19:21. Kata Yesus kepadanya: “Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.” Jika engkau hendak sempurna, ya kerohanian kita ditentukan bukan dengan seberapa hebat kita bisa mendapatkan dan mengumpulkan segala macam harta didunia ini, tapi seberapa banyak yang berani kita tinggalkan untuk mengikut Dia. Beranikah anda? Atau apa Tuhan perlu menguji anda? Dan jika Tuhan menguji anda, akankah anda juga protes kenapa Tuhan?! Ujian Tuhan itu sederhana, anda pilih Dia atau yang lain?
1 Yohanes 2:15-16, Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu. Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia. Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya.
30 Juni 2020
Arnold Sigik
ALe
Spiritual journey Kita memang ujungnya adalah antara kita secara personal dengan Tuhan. Tulisan ini sepertinya adalah pelajaran seumur hidup dan hanya mereka yang serius dengan Tuhan, yang akan sampai pada level ini.
Arnold
Thank you bro!
Ken
No English edition? Ken<
Arnold
Not yet Ken, later.
Jacob
TQ pastor, anothe way to look at how Abraham n Sara respons to God