Istirahat, atau rest (bahasa Inggris), dalam budaya Indonesia kebanyakan diartikan sebagai tidur. Tapi rest, atau ber-istirahat ini punya pengertian lebih luas dari sekedar tidur. Orang yang sedang beristirahat bisa saja cuma sedang bersantai, mengobrol dengan tenang. Atau sedang menikmati momen-momen yang disukainya, yang pasti, hatinya tidak sedang gelisah dan pikirannya tenang. Bukan sekedar karena hidupnya tidak sedang mengalami apa-apa, tetapi ada juga yang (karena) tahu dengan pasti bahwa segala sesuatu pasti akan baik adanya. Ada Tuhan yang pasti menolong. Lagipula, tidur yang paling nyenyak atau yang paling menyenangkan adalah tidur yang penuh dengan damai. Cuma demikian kita semuanya bisa beristirahat dengan tenang, bisa rest.
Dalam Ibrani 4:3 di dikatakan seperti ini,
Terjemahan Baru,
Sebab kita yang beriman, akan masuk ke tempat perhentian…
NKJV, KJV, AMP,
Karena kita yang percaya (pasti) memasuki peristirahatan itu, …
The Passion,
Bagi kita yang percaya, iman mengaktifkan janji dan kita mengalami kenyataan istirahat yang meyakinkan bahwa semuanya (akan) baik!
The Message,
Namun, jika kita percaya (beriman), kita akan (masuk) mengalami keadaan istirahat itu. Tetapi tidak, jika kita tidak percaya.
Dengan kata lain, Ibrani 4:3 berkata, jika kita percaya, kita akan ber-istirahat.
Kita akan rest karenanya, menjadi tenang.
Tidak lagi dikuasai kegelisahan, pikiran bisa rileks.
Sebaliknya kegelisahan hati dan pikiran yang sedang rame (sedang kacau), menunjukkan bahwa kita sedang tidak percaya.
Ya, iman itu bukan sekedar pernyataan di mulut atau status di FB dan IG. Iman percaya harus lahir dari hati, dan buahnya adalah damai sejahtera yang melampaui segala akal dan pikiran. Damai yang melahirkan ketenangan karena ada nya sikap menyerah, yang bukan pasif: terserah deh! Tapi menyerah bahwa walau kita tidak bisa lagi memegang kendali, Tuhan tetap berkuasa, Dia tetap memegang kendali segala sesuatu. Menyerah bahwa Dia tidak akan meninggalkan kita, bahwa bagaimanapun hasil akhirnya, kita tidak akan kehilangan pengharapan. Sebab Dia sedang mengerjakan yang lebih baik dari yang kita mau. Menyerah bahwa cara-Nya, jalan-Nya, lebih baik dari jalan-jalan kita.
Dibagian selanjutnya dari Ibrani 4:3 ini, menunjukkan Tuhan sebenarnya sedang marah, Ia sedang bersumpah dalam murka-Nya: Mereka takkan masuk ke tempat perhentian-Ku. Sumpah yang terjadi karena Israel yang menolak untuk percaya kepada Tuhan, ketika mereka sedang akan memasuki Tanah Perjanjian. Baca dari Ibrani 3 dan 4.
Israel yang diselamatkan Tuhan dari Mesir sepertinya bukanlah generasi yang ideal untuk dibawa masuk ke Tanah Perjanjian. Generasi yang keluar dari Mesir ini, menyaksikan bagaimana Tuhan menghabisi bangsa yang memperbudak mereka lewat 10 tulah, Keluaran 7-11. Tapi 7 tulah terakhir itu tidak menyentuh mereka sama sekali, Keluaran 8:22. Generasi ini mengalami kelepasan hebat ketika berjalan didasar laut yang kering saat Tuhan membelah air laut untuk menyelamatkan mereka dari kejaran Firaun dan tentaranya. Disinipun mereka menyaksikan bagaimana Tuhan menghabisi Firaun dan tentaranya dengan menenggelamkan mereka saat mereka juga mencoba melalui jalur yang sama dilalui orang Israel, Keluaran 14. Mereka menjadi saksi hidup bagaimana bangsa yang telah memperbudak mereka tidak pernah bisa bangkit kembali sampai sekarang.
Tapi sekalipun mereka telah mengalami mujizat-mujizat dan menyaksikan kedahsyatan-kedahsyatan Tuhan yang luarbiasa ini, mereka tidak sanggup menguasai hati mereka. Generasi ini tunduk pada:
- hati yang keras (Ibrani 3:8,15),
- hati yang sesat (Ibrani 3:10),
- hati yang jahat dan murtad (Ibrani 3:12),
- hati yang tegar karena tipu daya dosa (Ibrani 3:13),
- hati yang tidak taat (Ibrani 3:18),
- hati yang tidak percaya (Ibrani 3:19).
Mereka tidak mau menjaga hati mereka dengan rajin, dengan penuh kewaspadaan dari segala bisikan pikiran yang jahat dan penuh kedagingan yang melawan Firman Tuhan. Dari segala tipu daya dosa, perhatikan bahwa ketika mereka mengeluh, mereka selalu berkata, tidak seperti ini di Mesir! Hati yang suka mengeluh adalah hati yang jahat, hati yang tidak bisa melihat dengan jelas bahwa dosa sedang menipu.
Pertanyaannya, apakah memang lebih baik di Mesir:
- karena tidak ada kuburan di Mesir? Keluaran 14:11.
- mati sambil duduk menghadapi kuali berisi daging dan makan roti sampai kenyang? Keluaran 16:3.
- makan ikan di Mesir dengan gratis, menikmati mentimun dan semangka, bawang prei, bawang merah dan bawang putih? Bilangan 11:5.
tapi dibawah perbudakan!
Amsal 4:23, Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan. Dengan segala kewaspadaan disini punya arti dalam bahasa aslinya dengan segala kerajinan. Ya, yang perlu menjaga hati adalah diri kita sendiri, bukan Tuhan. Menjaga hati untuk tetap percaya apapun yang terjadi, adalah tanggung jawab kita! Bukan tanggung jawab Tuhan.
Ya, berhentilah menaikkan doa: Tuhan jaga hatiku! Atau, Tuhan tolong jaga hatiku! Ini hanyalah usaha kita melempar tanggung jawab kita kepada Dia. Karena kalau hati kita berubah setia, kita justru tunjuk tangan pada Tuhan dan menganggap-Nya tidak menjawab doa kita. Kita tidak mau mengambil tanggung jawab dan mengaku salah bahwa kita tidak rajin menjaga hati dengan benar.Lihat betapa licik hati kita! Yeremia 17:9 tepat berkata, Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengenalinya?
Tuhan sebenarnya sudah menaruh hati nurani (conscience) dan rasa bersalah (guilt) dalam diri kita untuk menolong kita menjaga hati dan hidup kita. Doa Tuhan jaga hatiku! hanyalah berupa permintaan yang penuh kepura-puraan untuk justify, membenarkan diri kita dari kebiasaan kita yang suka memadamkan suara hati nurani dan rasa bersalah ini. Tapi juga, bagaimana conscience dan guilt bisa menolong kita menjaga hati jika kita tidak suka mengisi diri kita dengan (membaca) Firman Tuhan? Penolakan kita pada (membaca) Firman Tuhan adalah penolakan kepada Tuhan sendiri untuk menguasai dan menundukkan hati kita yang jahat ini. Licik betul hati ini!
Jadi berhentilah berdoa: Tuhan jaga hatiku! dan mulailah sungguh-sungguh menjaga hati dengan rajin! Biar setiap kita, menjaga hati masing-masing untuk tetap percaya. Supaya jangan sampai hati yang tidak percaya (Ibrani 3:19) membuat Tuhan murka pada kita!
Baca Mengeluh
Sifat yang suka mengeluh adalah buah yang paling nyata dari kejahatan hati bangsa Israel dalam Ibrani 3. Ya, mengeluh adalah hasil hati yang jahat dan tidak percaya. Sebenarnya generasi yang keluar dari Mesir ini bukanlah generasi yang tidak pantas diselamatkan, tapi sifat mereka yang selalu mengeluh menunjukkan bahwa semua mujizat hebat dan kedahsyatan Tuhan yang telah dialami bukanlah jaminan bahwa seseorang telah berubah dan sungguh-sungguh berbalik, bertobat kepada Tuhan. Ini hanya menunjukkan bahwa mereka yang biasa bersaksi telah mengalami banyak jawaban doa, mujizat dan pertolongan, jika mereka gagal menjaga hati mereka, merekapun ada dalam bahaya dibinasakan oleh Tuhan.