Tidak semua doa perlu dijawab ya. Ada banyak doa yang lebih baik dijawab tidak, banyak kali disebabkan karena doa-doa tersebut naik hanya untuk memuaskan keinginan kita sebagai manusia. Kita tidak bisa melihat lebih jauh dari sekedar kepentingan kita, kita bahkan berdoa hanya karena ada kepentingan kita.
Jawaban Tuhan akan doa biasanya dirangkum dalam 3 perkara, ya, tidak dan tunggu. Kita semua pasti mengerti apa arti ya, tapi biasanya tidak bisa menerima jawaban tunggu atau apalagi tidak. Uniknya, kebanyakan kita mengerti dengan tepat kenapa doa kita dijawab tunggu atau tidak. Tapi kita tetap tidak bisa menerima hal tersebut. Kita selalu berpikir, Tuhan salah!
Dalam 2 Raja-raja 20:1-11, Yesaya 38:1-8, dan 2 Tawarikh 32:24-26, bagian ayat pertama berbunyi sama seperti ini, pada hari-hari itu Hizkia jatuh sakit dan hampir mati. Ini kisah seorang raja yang takut akan Tuhan tapi kemudian jatuh sakit. Hizkia adalah raja ke-13 Kerajaan Yehuda, Kerajaan Israel selatan. Dia anak dari Raja Ahaz dan menurut 2 Raja-raja dan 2 Tawarikh, dia adalah seorang raja yang (sangat) benar. 2 Raja-raja 18:5, ia percaya kepada TUHAN, Allah Israel, dan di antara semua raja-raja Yehuda, baik yang sesudah dia maupun yang sebelumnya, tidak ada lagi yang sama seperti dia.
Namun suatu waktu ia jatuh sakit, sakit yang begitu parah. He was dying (ia sekarat, sedang akan mati) karenanya. Alkitab memang hanya menuliskan bahwa ia hampir mati (karena penyakit ini), bukan ia pasti (atau akan) mati karenanya. Itu disebabkan karena kita semua juga tahu bagaimana ending situasi ini dari kisah Alkitab sendiri bahwa pada akhirnya ia sembuh. Apalagi situasi ini hanya digambarkan dalam 10 ayat paling panjang diantara 3 bagian Alkitab yang menuliskannya, 2 Raja-raja 20:1-11, Yesaya 38:1-8, dan 2 Tawarikh 32:24-26. 10 ayat yang selesai dibaca dalam 2-3 menit. Atau 4 menit paling lama. Bukan sesuatu hal yang mengkhawatirkan, pikir kita.
Tapi ketika ia (Hizkia) mengalaminya, ia tidak tahu bagaimana akhir dari moment yang sedang dilaluinya. Ia kebingungan dan pasti sedang bertanya-tanya, apa yang sedang terjadi? Mengapa saya jatuh sakit? Apa yang telah saya perbuat? Dimana salahnya? Apalagi waktu ia mengerti bahwa, aku telah hidup di hadapan-Mu dengan setia dan dengan tulus hati dan bahwa aku telah melakukan apa yang baik di mata-Mu. 2 Raja-raja 20:3. Tanpa kita sadari, kita sering bereaksi seperti Hizkia ini ketika ada hal buruk yang menimpa kita. Mengapa Tuhan? Adakah yang salah, yang tidak berkenan dihadapan-Mu? seru kita.
Reaksi demikian biasa lahir dari mereka yang mengikut Tuhan dengan penuh ketaatan. Memang betul bahwa Tuhan menghendaki kita hidup taat, mengikut perintah-Nya. Namun seringkali ketaatan ini lebih menciptakan rasa sudah benar dalam diri kita daripada sekedar kita mentaati-Nya karena kasih kita kepada-Nya. Ketika kita jatuh cinta pada seseorang, kita akan mengikuti apa saja yang orang itu minta kita lakukan. Demikian juga terhadap Tuhan, ketika kita jatuh cinta pada-Nya pertama kali. Namun dengan berlalunya waktu, seringkali ketaatkan kita berubah menjadi merasa paling benar sendiri, menjadi saya sudah benar karena saya mentaati-Nya. Menjadi saya tidak akan lagi ditimpa kemalangan karena sudah mengikuti apa mau-Nya. Sehingga waktu ada hal yang salah terjadi, kita langsung bereaksi, Tuhan, mengapa demikian? Bukankah aku telah hidup di hadapan-Mu dengan setia dan dengan tulus hati dan bahwa aku telah melakukan apa yang baik di mata-Mu.
Tanpa kita sadari, ketaatan telah menjadikan kita seorang yang legalistik. Seorang yang kemudian hidup dengan penuh aturan, benar dan salah. Segala sesuatu dilihat dari sisi ini: kalau kamu hidup benar, kamu selamat. Kalau ada kemalangan, pasti ada yang salah. Ini selalu menjadi reaksi kita pertama-tama melihat kemalangan atau bencana. Dan hal ini bukan hanya membuat kita (selalu) suka menghakimi orang lain, tapi juga menaruh beban (yang tidak perlu) dalam diri kita sendiri. Tahukah anda jika ketaatan anda sampai pada titik seperti ini, maka ketaatan itu sendiri sebenarnya telah lahir dari ketakutan. Bukan lagi karena kasih kepada-Nya, kita telah kehilangan cinta mula-mula kita.
Ya, betul bahwa kita perlu takut akan Tuhan (harus, tidak boleh tidak) karena dengan demikian kita bisa menjaga kemana langkah kaki kita. Seperti dalam Ayub 28:28 dan Amsal 8:13 berkata, Takut akan TUHAN ialah membenci kejahatan. Tapi kita tidak perlu jatuh dalam perangkap legalistik. Ketika kita diperhadapkan pada situasi kemalangan kita perlu belajar menunjukkan kemurahan dan kasih karunia pada orang lain, bukan bereaksi menghakimi lebih dulu. Cuma memang seperti yang Yesus sebutkan dalam Lukas 7:47, orang yang sedikit diampuni, sedikit juga ia berbuat kasih. Dan fakta menunjukkan bahwa tidak banyak dari kita yang datang dari latar belakang “yang perlu diampuni banyak”. Bahkan mereka yang mengalami banyak pengampunan, sering mengalami banyak kesulitan akan penerimaan dalam komunitas Kristen. Lebih banyak diantara kita yang di gereja atau dalam komunitas Kristen yang tidak punya latar belakang yang jelek. Tanpa kita sadari, kita telah menjadi komunitas legalistik. Kita tidak bisa menunjukkan banyak kasih kepada orang lain, bahkan tidak kepada kaum kita sendiri. Kalau ada yang berbuat salah, dengan cepat pendisiplinan terjadi, bahkan segera dikeluarkan (expelled out). Mengapa demikian? Karena kita tidak mengalami banyak pengampunan.
Kembali pada Hizkia, 2 Raja 20:3 menyebutkan bahwa setelah ia berseru demikian, ia kemudian menangis dengan sangat. Ayat 2 sebelumnya menunjukkan bahwa melakukan ini dengan berpaling ke arah tembok, dinding. Pernahkah saudara melihat seorang anak kecil yang menangis tersedu-sedu sambil berpaling ke arah tembok. Bahkan dengan tangan yang memukul-mukul ke tembok? Tahukah anda bahwa yang menyebabkan anak tersebut menangis begitu rupa bisa sesederhana karena ia tidak mendapatkan permen? Atau tidak mendapatkan apa yang diinginkan seperti yang dia maui? Bukan dengan maksud merendahkan seorang raja disini, tapi dalam terjemahan asli Alkitab, ketika ayat 3 berkata Hizkia menangis dengan sangat, disebutkan bahwa ia menangis dengan hati yang pahit. Ia menangis sampai terisak-isak. Ia menangis meratapi nasib buruknya, Ia merengek! Ya, merengek cengeng!
Perhatikan kembali apa yang menjadi seruannya dalam 2 Raja-raja 20 ayat 3 itu, ah TUHAN, ingatlah kiranya, bahwa aku telah hidup di hadapan-Mu dengan setia dan dengan tulus hati dan bahwa aku telah melakukan apa yang baik di mata-Mu. Pertanyaannya adalah seperti ini, adakah yang telah kita perbuat didunia ini, sedemikian baik dan luarbiasa bagi Tuhan? Sesuatu yang membuat Dia bangkit berdiri dari tahta-Nya, bersorak gembira dan penuh tepuk tangan. Sesuatu yang begitu hebat sampai semua tahu bahwa Tuhan berutang pada kita karenanya?! Tidakkah kita menyadari bahwa nafas hidup kita berasal dari Dia, bahkan iman kita berasal dari Dia sendiri pada mulanya. Mengapa sekarang kita berpikir jika kita berbuat benar dan tulus hati, kita telah berjasa pada-Nya? Kita telah mempiutangi Dia?
2 Raja-raja 20:4-6 menunjukkan suatu pertolongan dan mujizat luarbiasa yang kemudian dialami Hizkia. Dia sembuh dan umurnya ditambahkan 15 tahun lagi. Apakah doa Hizkia dalam ayat 2 dan 3 demikian mujarab?
Menariknya, dalam Yeremia 15:4 Firman Tuhan berbunyi demikian kepada nabi Yeremia, dengan demikian Aku akan membuat mereka menjadi kengerian bagi segala kerajaan di bumi, oleh karena segala apa yang dilakukan Manasye bin Hizkia, raja Yehuda, di Yerusalem. Tuhan begitu murka kepada Israel, kepada Kerajaan Yehuda hingga Ia praktis membinasakan dan membuang mereka semua jauh dari hadapan-Nya, ke Babel selama 70 tahun. Siapakah Manasye ini yang telah membangkitkan murka Tuhan begitu rupa pada seluruh Israel? 2 Raja-raja 21:1 menyebutkan bahwa Manasye berumur dua belas tahun pada waktu ia menjadi raja dan lima puluh lima tahun lamanya ia memerintah di Yerusalem. Manasye adalah anak Hizkia yang lahir dalam masa 15 tahun pertambahan umur yang diberikan Tuhan kepada Hizkia. Dan ketika Hizkia mati, 2 Raja-raja 20:21, Manasye, anaknya, menjadi raja menggantikan dia.
Tapi Manasye tidaklah seperti Hizkia, Ia melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, sesuai dengan perbuatan keji bangsa-bangsa yang telah dihalau TUHAN dari depan orang Israel. 2 Raja-raja 21:2. Ayat 3 dan seterusnya, bahkan sampai ayat 9 menceritakan bagaimana jahatnya raja ini terhadap Tuhan, ia membalikkan semua yang telah diperbuat Hizkia dan berlaku tidak setia. Walau peringatan Tuhan datang padanya dalam ayat 10 sampai 15, ayat 16 justru menunjukkan bagaimana ia menumpahkan darah orang yang tidak bersalah sedemikian banyak. 2 Tawarikh 33:6 menunjukkan bahwa anak-anaknya sendiri dikorbankan kepada dewa Molokh. Tahukah anda bahwa Manasye lah yang memberi perintah membunuh Nabi Yesaya dengan menggergaji perut Yesaya sampai terbelah dua? Nabi yang dipakai Tuhan mengadakan mujizat bagi ayahnya Hizkia, memperpanjang umurnya 15 tahun sehingga Manasye bisa dilahirkan dalam tahun ke-3 masa 15 tahun itu?
Coba search ini di Google, who killed prophet Isaiah?
Tahukah anda bahwa karena kejahatan Manasye dalam lamanya memerintah 55 tahun, seperti Tuhan tidak menghukumnya langsung, membuat Israel begitu keras kepala sehingga pelayanan nabi Yeremia tidak menghasilkan satu jiwa pun bertobat? Tidak heran ia menuliskan Ratapan, Yeremia meratapi nasib Israel yang harus mengalami pembuangan karena dosa tegar tengkuk mereka!
Jika Tuhan tahu semuanya ini, mengapa Ia menjawab doa Hizkia dalam 2 Raja-raja 20? Bukankah Ia Tuhan yang MahaTahu dan berkuasa bahkan untuk masa depan kita? Coba renungkan, jika Tuhan tidak memperpanjang umur Hizkia 15 tahun lagi, tidakkah semuanya ini tidak akan terjadi?
….
Coba perhatikan 2 Raja 20:1. Demikian bunyinya, pada hari-hari itu Hizkia jatuh sakit dan hampir mati. Lalu datanglah nabi Yesaya bin Amos, dan berkata kepadanya: “Beginilah firman TUHAN: Sampaikanlah pesan terakhir kepada keluargamu, sebab engkau akan mati, tidak akan sembuh lagi.”
Dalam banyak terjemahan berbeda Alkitab, 2 Raja-raja 20 dituliskan dengan judul Hidup Hizkia diperpanjang. Bahkan baik KJV dan NKJV juga memberikan judul ini. Judul ini mengalihkan pikiran kita untuk melihat yang sebenarnya seharusnya terjadi dalam ayat 1 2 Raja-raja 20. Kita lantas terfokus pada yang terjadi dalam seluruh perikop 2 Raja-raja 20 itu.
Hari-hari itu Hizkia jatuh sakit, ya tiba-tiba, tanpa sebab apapun ia jatuh sakit. Sakit yang begitu berat dan membuatnya sekarat, sedang menuju kematian. Bahkan nabi Yesaya datang memberi nubuatan yang memperburuk situasi ini, Sampaikanlah pesan terakhir kepada keluargamu, sebab engkau akan mati, tidak akan sembuh lagi. KJVberbunyi demikian, atur rumah tanggamu dengan baik, kamu akan mati, tidak akan hidup lagi.
Hari-hari itu Hizkia jatuh sakit, mungkin yang terjadi seperti ini, Hizkia tiba-tiba mengalami suatu gejala yang kurang baik dengan tubuh dan kesehatannya. Gejala yang ringan awalnya tapi tidak kunjung membaik, bahkan justru memburuk dalam waktu yang singkat. Hanya dalam hitungan hari, Hizkia mendapati dirinya terbaring sekarat tidak bisa bangun lagi. Apa yang dipikir sebagai, ah ini tidak apa-apa, cuma flu biasa.., dengan segera berubah menjadi Tuhan tolong saya! Di sisi lain, hatinya bergumul.. berusaha mencari penyebab kenapa ia sakit. Ketika ia tidak menemukan penyebab jasmani penyakitnya, ia berpaling ke sisi rohaninya, apa yang salah Tuhan yang saya perbuat? Mengapa Engkau menimpakan perkara ini kepadaku?
Mungkin Hizkia merasa mendapatkan harapan ketika melihat Yesaya melangkah masuk ke ruang dimana ia terbaring sedang sekarat. Ia berpikir, aku akan sembuh, hamba-Nya telah datang. Tapi yang didengarnya justru sebaliknya. Yesaya pun nampak bergegas meninggalkan pelataran tengah Istana segera setelah ia menyampaikan pesan Tuhan. Ya, siapa yang mau tinggal dihadapan raja setelah menyampaikan kabar buruk? Ayat 4 menyebutkan bahwa ia sementara berjalan keluar..
Ayat 1 ini sebenarnya menunjukkan bagaimana Tuhan sedang mengatur masa depan yang lebih baik bagi Kerajaan Yehuda, Kerajaan Israel Selatan. Tuhan yang tahu masa depan sedang merenda kehidupan mereka saat itu, cuma memang Hizkia harus diperpendek umurnya karenanya. Hizkia yang jadi korban, jadi tumbal untuk masa depan tanpa Manasye. Tapi seperti kebanyakan kita, Hizkia tidak rela untuk mati. Mungkin seharusnya Tuhan memberitahukan segalanya akan apa yang bisa terjadi jika ia sembuh dan akibat yang harus ditanggung seluruh Israel karenanya. Tapi Tuhan memilih tidak memberitahu apa-apa lewat Yesaya kepada Hizkia. Bisa jadi kalau Tuhan memberitahu semuanya, Yesaya sendiri tidak rela Hizkia jadi sembuh. Karena ia kemudian tahu bagaimana kelak ia akan mati ditangan Manasye. Dalam perkara ini, Tuhan memilih berdiam diri dan mau Hizkia (dan Yesaya) tetap percaya kepada-Nya akan jalan-jalan Tuhan yang lebih baik, Yeremia 29:11. Ia hanya memerintahkan Yesaya untuk memberitahu Hizkia, sampaikanlah pesan terakhir kepada keluargamu, sebab engkau akan mati, tidak akan sembuh lagi.
Pertanyaannya, apakah jika Hizkia tahu, bahwa kematiannya akan melayani generasinya dan kematiannya akan menciptakan masa depan yang lebih baik, maukah ia mati? Maukah ia membiarkan sakit yang diijinkan Tuhan menggerogotinya mengambil nyawanya? Tahukah anda bahwa tekanan kehidupan akan menunjukkan siapa kita sebenarnya? Dalam perkara ini, langkah-langkah Tuhan yang berdiam diri bukan hanya meminta mereka tetap mempercayai-Nya untuk masa depan yang lebih baik tapi juga untuk menyatakan apa yang sebenarnya ada di hati Hizkia dihadapan dirinya sendiri. Bukan karena Tuhan tidak tahu sebelumnya, tapi Dia memakai tekanan kematian terhadap Hizkia untuk menyatakan bagaimana hatinya sebenarnya supaya ia mau berubah dan bertobat. Tahukah anda juga bahwa ketika kita mengetahui apa dan siapa hati kita sebenarnya, banyak dari kita tetap bersikeras mempertahankan pendapat (dan cara-cara kita) dan tidak pernah mau berubah? Demikian juga Hizkia. Kita justru mencari jalan untuk membenarkan diri dan tindakan kita daripada bertobat dihadapan-Nya. Demikian jahat hati kita, penuh tipuan!
Jawabannya ada di ayat 19, 2 Raja-raja 20, asal ada damai dan keamanan seumur hidupku! Tanpa kita sadari, banyak dari kita mengasihi dan melayani Tuhan untuk kepentingan kita sendiri. Kita melakukan segala sesuatu untuk Tuhan bahkan dengan hati yang tulus (kita pikir demikian), tapi hanya untuk diri kita sendiri, asal ada damai dan keamanan seumur hidupku. Diri kita pun bisa tertipu dengan hati kita yang licik ini (Yeremia 17:9) dan menyangka kita telah melakukan semuanya ini dengan benar, tulus dan sungguh-sungguh. Ya, tidak salah untuk meminta berkat, meminta sembuh, meminta mujizat. Tapi jika hal-hal ini menjadi tujuan akhir, bukan kehendak Tuhan, bukan rencana Tuhan apalagi supaya kerajaan Tuhan datang dan menjadi nyata di bumi, di hidup ini seperti di Surga, semuanya itu adalah hal yang salah dan berdosa dihadapan-Nya. Suatu motivasi hati yang salah. Karena kita pada akhirnya tetap menempatkan diri kita sendiri diatas Tuhan. Ini adalah dosa. Dosa keturunan Hizkia yang menjadi nyata dalam hidup generasi selanjutnya, Manasye.
Abraham dan Ishak terbiasa membohongi orang lain akan siapa istri mereka, Sara dan Ribka. Dosa ini menjadi nyata dalam diri Yakub yang dikenal kemudian sebagai si penipu, pembohong. Demikian dengan Manasye, dosa Hizkia yang menjadi nyata dalam generasi selanjutnya. Dosa Hizkia berasal dari motivasi hati yang salah, hati yang jahat yang hanya mencintai dirinya sendiri, semua perkara rohani dan perbuatan baik dan benar yang dilakukannya adalah untuk kepentingannya sendiri, untuk menjadi sehat, untuk diberkati dan untuk panjang umur, sekalipun yang lain harus dikorbankan, semua generasi Israel selanjutnya. Semua ini seharusnya menjadi akibat karena perbuatan baik dan amal kita, bukan akhir dan bukan tujuan. Kita berbuat benar, berbuat baik supaya Tuhan dipermuliakan dan karena kita mengasihi Tuhan dan kebenaran-Nya. Jika kita menjadi sembuh, sehat, diberkati dan panjang umur karenanya, puji Tuhan. Ini adalah akibat semuanya itu. Sebab jika kita tidak menjadi sembuh, tidak menjadi sehat, tidak diberkati dan tidak panjang umur sekalipun semuanya itu telah kita lakukan, ketahuilah Tuhan sedang bekerja dalam cara yang misterius. Kita harus tetap bersukacita, tidak berhenti bersyukur dan tidak berhenti menyembah Tuhan. Bukankah Tuhan yang kita inginkan, bukan? Jika Tuhan sedang mempersiapkan masa depan kita, sekalipun itu lewat sakit dan matinya kita, maukah kita melayani kehendak-Nya ini? Tuhan Yesus berdoa di taman Getsemani, penuh air mata bahkan tetesan keringat-Nya menjadi seperti darah, Lukas 22:44, tetap menutup doa-Nya dengan, bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi. Lukas 22:42. Bayangkan jika seperti Hizkia, Ia berdoa dengan hati yang pahit dan merengek minta Salib dilalukan dari Dia? Kita tidak akan pernah menikmati pengampunan dan penebusan yang kita dapatkan dari Salib Tuhan. Lewat sakit, penderitaan dan kematian Tuhan Yesus dikayu Salib, masa depan tercipta bagi kita. Masa depan yang penuh harapan dan bukan kecelakaan, Yeremia 29:11.
Sakit Hizkia dalam 2 Raja-raja 20 menunjukkan hatinya yang sebenarnya. Ketika ia berada dalam tekanan, sakit sekarat hampir mati, siapa dirinya sebenarnya menjadi nyata. Ya, Tuhan mengijinkan ia sakit (dan seharusnya mati, ayat 1) supaya ia boleh melayani generasinya kemudian dan menciptakan masa depan yang lebih baik. Tapi reaksinya kemudian menunjukkan hati yang ia miliki sebenarnya tidaklah setulus yang ia pikir.. ia begitu terpesona karena mujizat ini, ia kemudian memamerkan kekayaannya kepada orang-orang Babel yang dimasa depan menjadi musuh yang merebut semuanya. Ia tidak terpesona kepada Tuhan, tapi hanya kepada mujizat. Bahkan hanya kepada dirinya yang telah menjadi hebat, kaya, sembuh dan panjang umur, semua disebabkan karena dirinya sendirilah yang telah berlaku taat dan benar dan sekarang dipermuliakan Tuhan, 2 Raja 20:12-19. Bukan kepada Tuhan yang telah menyembuhkannya, ia mengembalikan kemuliaan itu. Ia mengambilnya untuk dirinya sendiri dan menjadi begitu terpesona karena ia pikir semua ini karena ketaatannya dan Tuhan yang telah berutang padanya. Kalau kita tidak bisa menyerah kepada kehendak dan rencana-Nya, semua penyembahan kita kepada Tuhan adalah palsu. Kita pada akhirnya hanya menyembah diri kita sendiri, bukan Tuhan. Mujizat yang kita terima kemudian hanya akan memberi makan ego kita menjadi lebih besar.
Setiap dari kita yang melayani Tuhan sungguh-sungguh seperti Hizkia (sebelum ia sakit) akan diuji Tuhan dengan segala macam yang biasanya tidak pernah kita pikir. Tuhan yang mengenal setiap hati kita, mengenal apa yang ada didalamnya. Dia menguji kita bukan untuk menjatuhkan kita, bukan untuk menghancurkan kita. Tapi untuk membawa kita kembali kepada-Nya, dimurnikan dalam perapian-Nya, menjadi kudus seperti Dia yang adalah Allah yang Kudus. Ayub diuji, Abraham diuji, semua diuji. Jika saja Hizkia tidak menangis dan merengek begitu rupa, tapi dengan penuh rendah hati dan ketulusan berbalik kepada Dia, seperti yang disebutkan tentangnya, bayangkan apa yang akan terjadi kemudian dalam generasi selanjutnya hidup orang Israel.
Sakit dan hampir matinya Hizkia menyatakan semuanya ini. Doa seharusnya bukan mengubah hati Tuhan, bahkan doa terus menerus dengan bertekun, tidak menyerah, tidak berhenti, bukanlah cara untuk membujuk Tuhan mengubah kehendak-Nya. Doa seharusnya mengubah hati kita. Sebab hadirat Tuhan yang turun dalam doa seharusnya menyadarkan siapa Tuhan bagi kita dan siapa kita bagi Tuhan, siapa yang seharusnya berkuasa! Apakah Dia atau diri kita? Jika saja kita mau menyerah dalam doa seperti Yesus berdoa di taman Getsemani (Lukas 22), seperti doa yang diajarkan-Nya sendiri (Lukas 11:2), jadilah kehendak-Nya dan datanglah Kerajaan-Nya. Bukan sebaliknya. Ketika doa kita dijawab tidak, kita seharusnya tetap bisa bersukacita dan bersyukur karena kita tahu Tuhan punya jalan dan rencana yang lebih baik. Jawaban tidak akan doa kita memberi jaminan bahwa Tuhan punya rencana dan kehendaklah yang sedang dijalankan, bukan kita.
Kebaikan-Nya adalah kebaikan kita, apa yang kita pikir baik tidaklah akan pernah sebaik apa yang terbaik yang Dia sediakan untuk kita. Mari kita terus tetap percaya pada Tuhan dan berserah pada kehendak-Nya setiap hari sebab Dia selalu mau yang terbaik terjadi kita.
Bambang Wiedyo
Thanks Pastor
Kalis Stevanus
Terima kasih atas firmannya, bs jd bahan PA kami. Tuhan berkati
Hengky
🙏
Simon katimin
Trimakasih bro Arnold … Kereeen…