Bagian 1 – Bagian 2
Anugerah adalah suatu pemberian yang bernilai sangat besar, diberikan kepada seseorang yang tidak pantas menerimanya sama sekali. Pakaian yang diterima Adam dan Hawa ini menjadi tanda anugerah yang luarbiasa sebab menandakan bahwa dosa mereka sudah diampuni. Sekalipun sifatnya hanya menutup dosa mereka, seperti pakaian ini menutup ketelanjangan mereka, tapi mereka menerima Janji Tuhan akan Mesias yang akan datang yang akan menjadi Juruselamat mereka. Jadi walau mereka terusir dari taman Eden kemudian, mereka tahu dengan tepat bahwa masa depan mereka tidak hilang karena Tuhan tetap ada dengan mereka dan tidak meninggalkan mereka.
Demikian dengan Salomo, ia lahir dalam anugerah pengampunan yang diterima Raja Daud, ayahnya, lebih dahulu. Mazmur 32:1-2, Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi! Berbahagialah manusia, yang kesalahannya tidak diperhitungkan TUHAN, dan yang tidak berjiwa penipu! Baca Mazmur 51, doa pertobatan Daud. Awalnya Daud berusaha melunakkan hati Tuhan dengan berdoa dan berpuasa, 2 Samuel 12:16-18, setelah Nathan datang menegur dia karena dosanya dengan Batsyeba. Tapi pada hari yang ketujuh matilah anak itu (ayat 18). Daud kemudian bangun dari lantai, ia mandi dan berurap dan bertukar pakaian; ia masuk ke dalam rumah TUHAN dan sujud menyembah. Sesudah itu pulanglah ia ke rumahnya, dan atas permintaannya dihidangkan kepadanya roti, lalu ia makan (ayat 20). Daud memahami bahwa pengampunan yang diterimanya mempunyai janji bahwa ia yang akan pergi kepada anaknya yang telah diambil Tuhan (ayat 23), suatu waktu. Disini kemudian ia pergi menghibur hati Batsyeba (ayat 24) setelah ia selesai makan (ayat 20).
Batsyeba, perempuan yang sekarang menjadi (salah satu) istri Daud, mempunyai arti nama, putri sebuah sumpah. Ia mungkin tidak berhenti menangis ketika menemukan anak pertamanya dengan Daud diambil Tuhan dari padanya sebelum sempat diberi nama. Tangisannya mungkin tidak sekedar meratapi kepergian anaknya, tapi juga bercampur dengan rasa bersalah yang menguasai dirinya begitu rupa dalam satu tahun terakhir. Rasa bersalah yang bukan sekedar karena ia telah tidur dengan Daud tapi lebih karena suaminya dibunuh dalam persekongkolan oleh laki-laki yang menidurinya ini. Dalam beberapa tafsiran, disebutkan bahwa Daud sebenarnya memperkosa Batsyeba. Bukankah Batsyeba baru saja membersihkan diri dari kenajisannya? 2 Samuel 11:4. Jika tafsiran ini benar, semua hal ini berkecamuk begitu rupa dalam diri Batsyeba. Ia tidak menyangka bahwa orang yang sangat dikaguminya ini, seorang pahlawan dan raja yang dielu-elukan begitu rupa oleh perempuan Israel, 1 Samuel 18:7, bahkan mungkin termasuk oleh dirinya, telah merusak dirinya, membunuh suaminya dan menghancurkan keluarganya. Sekarang karena perbuatan laki-laki ini, Tuhan telah menghukum anakku dan diriku, pikir Batsyeba.
Dalam ayat 24, 2 Samuel 12, Kemudian Daud menghibur hati Batsyeba, isterinya; Kata menghibur disini, dalam bahasa aslinya nâḥam, mengandung arti bukan hanya mengangkat kembali atau menghibur dari duka, tapi juga menyesal dari, bertobat kembali. Jadi ayat ini tidak sekedar berbunyi, kemudian Daud menghibur hati Batsyeba, isterinya. Tapi seharusnya seperti ini, kemudian Daud yang telah bertobat dan diampuni dosanya oleh Tuhan, sekarang datang menghibur hati Batsyeba, menenangkannya, menuntunnya kembali kepada Tuhan, membuatnya menemukan Tuhan yang penuh anugerah kepada mereka. Pertobatan Daud membawa pertobatan Batsyeba, membawa pemulihan kepada hubungan mereka. Karena itu dalam keintiman mereka kemudian, Daud menghampiri Batsyeba kembali dan tidur dengan dia, dan Batsyeba itu melahirkan seorang anak laki-laki lagi, membawa anugerah yang besar karena ada 2 hati yang berbalik kepada Tuhan. Suatu karunia yang diberikan Tuhan melebihi sekadar pengampunan yang mereka terima, seorang anak laki-laki lagi. Mereka menamakannya Salomo, anak kedua mereka, punya arti nama damai. Ya, mereka telah membayar harga dosa mereka dan sekarang telah berdamai dengan Tuhan. Salomo dipilih, dikasihi Tuhan. Nabi Nathan kemudian diutus memberi nama Yedija (beloved of Jehovah, kekasih Yehowa), oleh karena Tuhan. Ketika Daud telah menjadi tua dikemudian hari, Salomo juga kemudian dipilih menjadi Raja manggantikan Daud, 1 Raja-raja 1.
Ya, banyak orang tidak bisa melihat perkara ini. Bahwa kisah Batsyeba bukanlah kisah seorang wanita yang menjatuhkan seorang Raja. Tapi kisah seorang yang menerima pengampunan, anugerah yang kemudian mengubah hidup dan kepribadian Batsyeba. Memang tidak banyak lagi yang dituliskan kemudian tentang Batsyeba disini. Tapi Amsal 31 bercerita tentang seorang wanita cakap, siapakah yang pantas mendapatkannya? Amsal 31:10. Ayat 1, menyebutkan bahwa amsal ini ditulis oleh Raja Lemuel, amsal yang diajarkan ibunya. Lemuel adalah nama simbolik, perlambangan untuk Raja Salomo dan ibunya disini adalah Batsyeba. Jika anda membaca seluruh Amsal 31, pertanyaannya adalah dapatkah seorang seperti Batsyeba mengajarkan perkara-perkara seperti ini kepada anaknya dikemudian hari? Ya, anugerah Tuhan tidak hanya akan memberi pengampunan tapi membawa keubahan hidup yang besar yang akan menghapus masa lalu yang buruk dan menciptakan masa depan yang lebih baik.
Kita memang lebih cenderung untuk menghakimi karakter Batsyeba ini, bahkan kemudian mempertanyakan hati Daud yang disebut sebagai yang berkenan dihadapan Tuhan. Ya, tidak bisa dipungkiri kesalahan mereka sangatlah fatal. Sebab bukan hanya Daud meniduri Batsyeba, 2 Samuel 11:4 tapi ia juga membunuh suaminya, Uria, 2 Samuel 11:15-17. Dosa yang mereka buat punya implikasi yang sangat mengerikan dalam hidup Raja Daud dikemudian hari. Kejahatan seksual dan pengkhianatan terjadi berulang kali sebagai konsekuensi terhadap dosa Daud. Suatu pembalasan dari kerajaan gelap yang dibiarkan Tuhan datang (hampir) menghabisi Daud dan keluarganya sendiri, 2 Samuel 12:10-12.
Mulai dari kisah Ammon yang memperkosa Tamar, adik Absalom, 2 Samuel 13. Diikuti dengan kisah pembalasan Absalom yang membunuh Ammon kemudian. Lalu, pengkhianatan Ahitofel dan pemberontakan Absalom untuk menjadi Raja menggantikan Daud, 2 Samuel 14. Daud akhirnya harus lari meninggalkan istananya keluar dari Yerusalem, 2 Samuel 15. Berikutnya, 2 Samuel 16:21-22 menunjukkan bagaimana Absalom, anak Daud sendiri, atas nasehat Ahitofel, meniduri gundik-gundik Raja Daud secara terbuka diatas sotoh, atap yang menjadi teras depan Istana Raja didepan mata seluruh orang Israel. Hal menggenapi apa yang menjadi nubuatan Nabi Nathan dalam 2 Samuel 12:11-12, Beginilah firman TUHAN: Bahwasanya malapetaka akan Kutimpakan ke atasmu yang datang dari kaum keluargamu sendiri. Aku akan mengambil isteri-isterimu di depan matamu dan memberikannya kepada orang lain; orang itu akan tidur dengan isteri-isterimu di siang hari. Sebab engkau telah melakukannya secara tersembunyi, tetapi Aku akan melakukan hal itu di depan seluruh Israel secara terang-terangan.
Tapi Daud, melewati semuanya ini, menunjukkan suatu kualitas hati yang berbeda dari kita kebanyakan. Sikap kita yang menghakimi Daud dan mempertanyakan kenapa ia disebut sebagai pilihan Tuhan, seorang yang berkenan di hati-Nya (1 Samuel 13:14, Kisah Para Rasul 13:22), membutakan mata kita melihat lebih jauh siapa dia. Ya, seringkali sikap kita yang suka menghakimi bukanlah untuk mencari kebenaran tapi untuk menutupi dosa dan kesalahan kita sendiri. Tangan dan jari kita yang suka menunjuk pada orang lain punya tujuan mengalihkan pandangan orang supaya tidak lagi melihat pada kesalahan diri kita sendiri. Benar, kita menghakimi supaya kita bisa lolos dari kesalahan kita sendiri. Tapi juga sikap ini akan mengalihkan mata kita untuk melihat bahwa ada sikap hati yang lebih baik yang bisa menolong kita menerima anugerah Tuhan sepenuhnya.
Daud punya hati yang mau ditegur, rendah hati mau bertobat dan berbalik kepada Tuhan. Perhatikan Mazmur 51:1-19. Ia tidak marah kepada Nathan yang menegurnya dalam 2 Samuel 12, tapi dengan segera berbalik kepada Tuhan, ayat 13. Ketika ia melewati semua penderitaan dan kesusahannya kemudian, oleh karena pengkhianatan Absalom, ia dengan rendah hati menghadapi semuanya itu. Ia tetap mengasihi Absalom, 2 Samuel 13:39, 14:1 & 14:33, 18:33, 19:1-4, sekalipun dengan terang-terangan Absalom memberontak dan merendahkan ayahnya, 2 Samuel 16:21-22.
Juga dalam pelariannya, ia tetap dengan rendah hati melewatinya, 2 Samuel 15:30, Daud mendaki bukit Zaitun sambil menangis, kepalanya berselubung dan ia berjalan dengan tidak berkasut. Ia bahkan tertipu oleh Ziba, pelayan Mefiboset, yang menghendaki kekayaan dan warisan Raja Saul, ayah Jonathan ayah Mefiboset, 2 Samuel 16:1-4.
Dengan rendah hatinya ia membiarkan dirinya dikutukin dan dilemparin batu oleh Simei bin Gera, 2 Samuel 16:10-12. Tetapi kata raja: “Apakah urusanku dengan kamu, hai anak-anak Zeruya? Biarlah ia mengutuk! Sebab apabila TUHAN berfirman kepadanya: Kutukilah Daud, siapakah yang akan bertanya: mengapa engkau berbuat demikian?” Pula kata Daud kepada Abisai dan kepada semua pegawainya: “Sedangkan anak kandungku ingin mencabut nyawaku, terlebih lagi sekarang orang Benyamin ini! Biarkanlah dia dan biarlah ia mengutuk, sebab TUHAN yang telah berfirman kepadanya demikian. Mungkin TUHAN akan memperhatikan kesengsaraanku ini dan TUHAN membalas yang baik kepadaku sebagai ganti kutuk orang itu pada hari ini.”
Berapa dari kita yang tetap bisa bersikap rendah hati seperti Daud yang saat itu sedang ada dalam puncak kejayaannya sebagai Raja Israel? (Tetap) Rendah hati menerima direndahkan Tuhan dan sesama. Sadar akan kesalahannya, bertobat dan mau melewati semua yang ia tahu adalah bagian yang harus diterimanya karena dosa dan kesalahannya. Inilah yang membedakan ia dari Raja Saul, 1 Samuel 13:14, 15:30.
Leave a Reply