Matius 13:3-9,
“Adalah seorang penabur keluar untuk menabur. Pada waktu ia menabur, sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu datanglah burung dan memakannya sampai habis. Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya, lalu benih itu pun segera tumbuh, karena tanahnya tipis. Tetapi sesudah matahari terbit, layulah ia dan menjadi kering karena tidak berakar. Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, lalu makin besarlah semak itu dan menghimpitnya sampai mati. Dan sebagian jatuh di tanah yang baik lalu berbuah: ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat. Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!”
Ini adalah perumpamaan pertama dari sekian banyak perumpamaan yang Tuhan berikan kepada orang banyak. Sekalipun pada awalnya Tuhan berbicara lewat perumpamaan, Alkitab juga mencatat bagi kita bagaimana Tuhan sendiri memberi arti perumpamaan ini bagi kita.
Matius 13:18-23,
“Karena itu, dengarlah arti perumpamaan penabur itu. Kepada setiap orang yang mendengar firman tentang Kerajaan Sorga, tetapi tidak mengertinya, datanglah si jahat dan merampas yang ditaburkan dalam hati orang itu; itulah benih yang ditaburkan di pinggir jalan. Benih yang ditaburkan di tanah yang berbatu-batu ialah orang yang mendengar firman itu dan segera menerimanya dengan gembira. Tetapi ia tidak berakar dan tahan sebentar saja. Apabila datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, orang itu pun segera murtad. Yang ditaburkan di tengah semak duri ialah orang yang mendengar firman itu, lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah. Yang ditaburkan di tanah yang baik ialah orang yang mendengar firman itu dan mengerti, dan karena itu ia berbuah, ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat.”
Yang dibahas Tuhan melaluinya adalah tentang jenis-jenis hati yang berbeda yang kita miliki masing-masing dalam hal meresponi Firman Tuhan. Menarik untuk diperhatikan, disebabkan karena ketika membaca bagian perumpamaan ini, kita semua suka untuk berkata bahwa kita memiliki jenis hati yang ke-4. Yaitu hati yang menerima Firman Tuhan, hati yang berbuah 100 kali lipat, 60 kali lipat dan 30 kali lipat. Tapi seandainya saja kita mau jujur melihat dengan jelas apa kata Tuhan untuk setiap hati, pastilah hidup kita masing-masing justru bisa berbuah lebih baik.
Hati yang keras dan tidak mengerti, atau tanah dipinggir jalan
Jenis yang pertama yang disebutkan Tuhan disini adalah tanah yang ada dipinggir jalan. Ayat 4, pada waktu ia menabur, sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu datanglah burung dan memakannya sampai habis.
Artinya ada dalam ayat 19, kepada setiap orang yang mendengar firman tentang Kerajaan Sorga, tetapi tidak mengertinya, datanglah si jahat dan merampas yang ditaburkan dalam hati orang itu; itulah benih yang ditaburkan di pinggir jalan.
Tuhan menyamakan keadaan tanah di pinggir jalan dengan mereka yang mendengar firman tentang Kerajaan Sorga, tetapi tidak mengerti. Sesuatu yang sering kita dengar ketika ada orang disuruh membaca Alkitab yang dimilikinya, aku tidak mengerti! Jadi karena ke-tidak mengerti-an akan Firman Tuhan orang itu enggan untuk mau membaca Alkitab. Tapi bagaimana mau mengerti kalau tidak dibaca lebih dahulu kan? Seperti terperangkap dalam lingkaran setan.
Kata “tidak mengerti” disini dalam bahasa aslinya punya pengertian menolak untuk memahami, menyangkali apa yang telah dibuat mengerti, gagal untuk menyatukan suatu pengertian. Ya, hati yang tidak mengerti ini, atau lebih tepatnya menolak untuk mengerti adalah mereka yang keras dan tidak mau berubah. Yang terjadi kemudian adalah ketika si jahat datang, ia akan dapat dengan mudah merampas benih Firman Tuhan yang telah ditaburkan. Jangan bangga dengan berkata, saya itu keras, kamu mau apa?! Karena Tuhan punya cara khusus meremukkan mereka yang punya hati keras. Jangan sampai kebanggaan ini justru disebabkan karena Tuhan sendiri yang mengeraskan hati anda, seperti Firaun. Endingnya jelas bagi tipe yang seperti ini, air Laut Merah yang seharusnya membaptis mereka yang melewatinya justru menjadi air yang mengubur mereka dalam-dalam karena kebodohan hati yang keras. Firaun yang dengan bangganya punya hati dan karakter yang keras, bukan cuma mati terkubur didasar laut, jauh lebih rendah dari kuburan dalam piramida, hilang disitu tanpa kehormatan, anaknya yang sulung yang seharusnya menggantikan dia mati terlebih dahulu, rakyatnya menderita karena habis dirampok dalam satu malam sesaat sebelum kaum Israel keluar, negerinya luluh lantak karena habis diporak-porandakan oleh alam sendiri yang selama ini mereka sembah. 10 tulah yang menyerang mereka bukanlah kekuatan musuh politik atau militer negeri-negeri tetangga Mesir, tapi air sungai nil, kodok, lalat pikat, kegelapan, hujan api dan belerang, penyakit dan lain sebagainya. Apa yang mereka sembah selama ini sebagai ilah, justru itu yang mengamuk atas mereka sendiri. Terakhir, malaikat maut turun dan membunuh semua yang sulung, mulai dari anak sulung budak (yang bukan orang Israel) sampai anak sulung Firaun. Anak sulung hewan yang masih hidup sampai anak sulung manusia, semua mati. Dan ini disebabkan karena kekerasan hati seseorang!
Yang menarik adalah kata “tanah pinggir jalan” yang diambil dari kata yang menggambarkan kata jalan, jalur tanah yang teratur yang dipakai sebagai jalanan bagi manusia untuk berjalan. Jika benih ditaburkan di tanah “jalan” seperti ini, jelas bahwa benih itu hanya akan jatuh di permukaan tanah jalan itu. Tidak akan pernah bisa menembus ke dalam tanah. Jika benih ini kemudian tidak dimakan burung, benih ini pasti akan tersapu ke area pinggiran tanah jalan ini oleh langkah tapak-tapak kaki yang berjalan melewati area ini dan mati karena kekeringan. Banyak kali, hidup yang sudah teratur, hidup yang sudah mapan akan sangat sukar menerima Firman Allah dalam hidup mereka. Seperti tanah jalanan yang sudah rapi terbangun, benih Firman Allah tidak bisa menemukan celah untuk masuk ke dalam.
Banyak kita datang mencari Tuhan karena ada banyaknya ketidak teraturan dalam hidup ini, kita kepingin Tuhan bisa menata kembali semuanya dan memberkati kita. Dan jika Ia telah selesai, kita justru bisa menemukan diri kita tidak punya tempat lagi untuk Firman Tuhan. Tidak banyak yang mau punya ketertarikan akan perkara-perkara ilahi jika telah memiliki hidup yang sudah mapan. Kemapanan justru membunuh rasa lapar dan haus akan Tuhan dan Firman-Nya. Ada baiknya punya hidup yang tidak lepas dari masalah, karena dari situ kita bisa belajar memelihara untuk punya hubungan tetap dengan Tuhan yang selalu menolong kita. Kalau semuanya baik-baik saja, dorongan datang kepada Dia tidak akan ada. Ini disebabkan hal yang sangat sederhana, kita tidak merasa perlu Dia. Justru ini yang dipakai sebagai kesempatan oleh si jahat untuk datang dan merebut benih Firman Tuhan dari kita.
Belum lagi, ke-tidak mengerti-an kita akan Firman Tuhan itu lebih ada karena penolakan daging kita terhadap perkara-perkara rohani. Mata yang mengantuk ketika membaca Firman Tuhan seringkali bukan sekedar disebabkan karena lelah nya kita setelah bekerja seharian. Juga bukan karena kita baru saja bangun tidur dipagi hari, tapi karena daging kita yang menolak Firman Tuhan. Apalagi jika mendengarkan Firman Tuhan dalam kebaktian dihari Minggu. Para Pendeta dan Pengkhotbah harus sungguh-sungguh bisa kreatif menghadapi hal ini, mulai dengan mengubah intonasi suara, menjadi lebih ekspresif dalam menyampaikan Firman Tuhan, atau lebih kreatif dengan membawa alat peraga. Mereka diharapkan untuk tidak monoton atau hanya seperti membaca ketika berdiri didepan mimbar. Khotbah mereka harus menarik.
Tapi kantuk adalah salah satu musuh terbesar umat Tuhan ketika mendengarkan khotbah Firman Tuhan. Dan ini sama sekali bukan karena ada setan yang meniup-niup bulu mata kita ketika Firman Tuhan disampaikan. Tapi justru karena kedagingan kita, entah kita manusia yang sangat rohani atau yang belum lahir baru menghadapi persoalan sama, daging pasti menolak Firman Tuhan.
Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah. Matius 26:41.
Jadi bukan roh kantuk yang diusir, tidak ada hal yang demikian. Mereka yang suka bertindak demikian, seringkali bertindak karena tidak mengenal Firman Tuhan. Suatu pelayanan nge-Roh tidak selamanya berasal dari Roh Kudus, apalagi kalau tidak berdasarkan Firman Tuhan yang jelas, bahkan menyimpang dari Firman Tuhan itu sendiri. Segala sesuatu harus diuji bahkan terutama yang bermain dalam dunia Roh. Kita yang Pentakosta suka menyimpang dalam hal-hal ini disebabkan karena kesenangan kita dengan sensasi-sensasi yang demikian. Kita merasa penuh kuasa Sorga tapi justru gagal mengalahkan kedagingan kita. Lagipula banyak dari kita tidak mau bertanggung jawab dan mengakui bahwa hidupnya masih kedagingan, jadi setan yang kemudian dipersalahkan.
Jadi bukan roh kantuk yang diusir, tapi daging harus ditundukkan, harus dimatikan. Supaya Roh yang berkuasa. Makan yang teratur dengan gizi yang seimbang, tidur yang cukup, olahraga yang tidak berlebihan adalah termasuk bagaimana menjaga roh itu tetap sehat. Karena dalam tubuh yang sehat, terdapat jiwa yang sehat. Juga dalam keseharian kita, hubungan dengan Tuhan seperti waktu doa yang teratur dan waktu membaca Firman Tuhan secara pribadi harus dijaga dan dilatih. Ini akan memberi makan kepada roh kita secara teratur untuk tumbuh kuat dan menjadi pemenang atas daging kita. Berjaga-jagalah dan berdoa. Daging itu bukan ditengking, tapi keinginannya dimatikan setiap hari.
Yesus sendiri berkata dalam Lukas 9:23, setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku. Penyangkalan diri menjadi hal yang pertama yang harus dilakukan sebelum memikul salib lebih dahulu. Penyangkalan diri adalah mematikan daging kita. Bukan dengan jalan membunuh diri tapi mematikan keinginan daging itu yang dimaksudkan Firman Tuhan.
Benih yang jatuh di tanah “pinggir jalan” tidak akan pernah bisa menolong kehidupan seseorang dengan hati jenis ini. Hatinya telah membatu, keras, no hope! Satu-satunya jalan untuk menolong mereka adalah ketika tulisan ini sampai pada bahasan jenis hati yang ke-4. Hati yang berupa tanah yang baik, ayat 8 Matius 13.
Leave a Reply